Mohon tunggu...
Raisa Zahira
Raisa Zahira Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa - MAHASISWI UNIVERSITAS MERCU BUANA | S1 AKUNTANSI | NIM 43223010052

Mata Kuliah: Pendidikan Anti Korupsi dan Kode Etik UMB. Dosen Pengampu: Prof. Dr. Apollo Daito, S.E., Ak., M.Si., CIFM., CIABV., CIABG

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Ranggawarsita Tiga Era, Kalasuba, Katatidha, Kalabendhu, dan Fenomena Korupsi di Indonesia

31 Oktober 2024   21:05 Diperbarui: 1 November 2024   07:46 72
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Latar Belakang Ranggawarsita

Ranggawarsita, seorang pujangga dan filsuf Jawa, lahir pada abad ke-19 di tengah perubahan sosial, politik, dan budaya di Nusantara. Karya terkenalnya, "Ranggawarsita Tiga Era," mencerminkan perjalanan spiritual dan pemikirannya mengenai pergeseran zaman.

Pada masa itu, Hindia Belanda mengalami penjajahan yang intens, yang membawa dampak besar terhadap masyarakat. Dalam konteks ini, Ranggawarsita menggali tema transisi antara era tradisional, modern, dan spiritual. Ia mengkritik penjajahan serta memprediksi perubahan yang akan datang, merangkum harapan akan kebangkitan budaya dan identitas bangsa.

Karya ini tidak hanya berfungsi sebagai refleksi sosial, tetapi juga sebagai panduan bagi generasi selanjutnya untuk memahami dan menghadapi tantangan zaman. Ranggawarsita menekankan pentingnya pengetahuan dan kebijaksanaan dalam menavigasi perubahan, menjadikannya tokoh penting dalam literatur dan pemikiran Jawa.

Konsep Kalasuba, Katatidha, dan Kalabendhu dalam Pemikiran Ranggawarsita

Ranggawarsita, seorang pujangga besar dan filsuf Jawa, terkenal karena kemampuannya merangkai kata-kata menjadi refleksi mendalam tentang kondisi sosial, budaya, dan spiritual masyarakat. Dalam karya-karyanya, terutama "Ranggawarsita Tiga Era," ia memperkenalkan konsep Kalasuba, Katatidha, dan Kalabendhu yang menjadi landasan pemikiran tentang perubahan zaman dan tantangan yang dihadapi masyarakat.

Modul Prof. Apollo
Modul Prof. Apollo

Kalasuba: Keadaan Kekacauan dan Ketidakpastian

Modul Prof. Apollo
Modul Prof. Apollo

Modul Prof. Apollo
Modul Prof. Apollo

Kalasuba adalah istilah yang merujuk pada keadaan di mana masyarakat mengalami kekacauan, kehilangan arah, dan nilai-nilai budaya yang semakin memudar. Dalam konteks ini, Ranggawarsita mengamati bahwa perubahan yang terjadi di masyarakat sering kali diakibatkan oleh pengaruh luar, seperti penjajahan dan modernisasi. Akibatnya, banyak orang terjebak dalam situasi yang tidak menentu, kehilangan identitas, dan merasakan ketidakadilan.

Kalasuba mencerminkan kondisi di mana ketidakpastian menguasai kehidupan sehari-hari masyarakat. Banyak individu yang merasa terasing dari nilai-nilai budaya mereka sendiri, dan dalam situasi ini, praktik-praktik korupsi, penyalahgunaan kekuasaan, serta ketidakadilan sosial menjadi hal yang umum. Ranggawarsita dengan tajam mengamati bahwa kekacauan ini tidak hanya berdampak pada tatanan sosial, tetapi juga pada moralitas individu.

 Katatidha: Kembali kepada Nilai Luhur

 Modul Prof. Apollo
 Modul Prof. Apollo

Berbeda dengan Kalasuba, Katatidha mengisyaratkan pentingnya kembali kepada nilai-nilai luhur dan kearifan lokal yang menjadi jati diri masyarakat. Ranggawarsita mengajak masyarakat untuk merenungkan warisan budaya dan tradisi yang telah ada sejak lama. Dalam pandangannya, pemahaman yang mendalam tentang nilai-nilai tersebut akan memberikan panduan dalam menghadapi tantangan zaman yang semakin kompleks.

Modul Prof. Apollo
Modul Prof. Apollo

Katatidha juga mencerminkan harapan akan kebangkitan spiritual dan moral. Ranggawarsita percaya bahwa dengan mengedepankan kearifan lokal, masyarakat dapat menemukan jalan keluar dari kebingungan dan ketidakpastian yang dihadapi. Ini adalah panggilan untuk menjaga integritas dan moralitas dalam setiap aspek kehidupan. Kembali kepada nilai-nilai luhur dianggap sebagai cara untuk meraih kedamaian dan keharmonisan dalam masyarakat yang kian terfragmentasi.

Kalabendhu: Kekacauan dan Ketidakadilan

Modul Prof. Apollo
Modul Prof. Apollo


Konsep Kalabendhu menggambarkan kondisi kekacauan dan ketidakadilan yang lebih mendalam. Dalam konteks ini, Ranggawarsita mengamati bahwa banyaknya ketidakpastian dan masalah yang dihadapi masyarakat berkaitan erat dengan penyalahgunaan kekuasaan. Korupsi, nepotisme, dan praktik tidak etis lainnya merusak tatanan sosial, menciptakan ketidakadilan, dan menjauhkan masyarakat dari keadilan yang seharusnya mereka terima.

Kalabendhu mencerminkan keadaan di mana struktur sosial dan politik tidak berjalan dengan baik, sering kali disebabkan oleh para pemimpin yang mengabaikan tanggung jawab moral mereka. Ranggawarsita menyoroti pentingnya pemimpin yang berintegritas, yang mampu memimpin dengan contoh dan memperjuangkan kesejahteraan masyarakat. Dalam pandangannya, untuk keluar dari kondisi Kalabendhu, diperlukan reformasi yang mendalam, baik dalam diri individu maupun dalam sistem sosial.

• Interaksi Antara Ketiga Konsep

Ketiga konsep ini—Kalasuba, Katatidha, dan Kalabendhu—saling berkaitan dan menciptakan gambaran yang utuh tentang tantangan yang dihadapi masyarakat. Kalasuba menggambarkan keadaan saat ini, di mana kekacauan dan ketidakpastian merajalela. Dalam keadaan ini, masyarakat dihadapkan pada tantangan untuk kembali kepada nilai-nilai luhur (Katatidha) yang dapat membantu mereka mengatasi kesulitan. Namun, jika tidak ditangani dengan serius, kondisi Kalabendhu akan terus menggerogoti tatanan sosial dan menciptakan ketidakadilan yang lebih mendalam.

Ranggawarsita menekankan bahwa untuk mencapai perubahan yang berarti, masyarakat harus bersatu dan berkomitmen untuk memperbaiki diri dan lingkungan sekitar. Pendidikan dan kesadaran sosial menjadi alat penting dalam proses ini. Masyarakat harus aktif terlibat dalam pengawasan dan pemberantasan praktik korupsi serta memperjuangkan keadilan.

Pemikiran Ranggawarsita tentang Kalasuba, Katatidha, dan Kalabendhu menawarkan wawasan yang mendalam tentang kondisi masyarakat saat ini. Dengan memahami dan menerapkan prinsip-prinsip dari konsep-konsep ini, masyarakat dapat berupaya untuk keluar dari kekacauan dan ketidakpastian, serta membangun kembali tatanan yang lebih adil dan bermartabat. Kembali kepada nilai-nilai luhur adalah langkah penting untuk menghadapi tantangan zaman, sementara perjuangan melawan korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan menjadi kunci untuk menciptakan masa depan yang lebih baik. Dalam konteks Indonesia saat ini, ajaran Ranggawarsita tetap relevan dan menginspirasi generasi baru untuk terus berjuang demi keadilan dan kebenaran.

Modul Prof. Apollo
Modul Prof. Apollo

Pentingnya Konsep Kalasuba, Katatidha, dan Kalabendhu

Kalasuba mencerminkan kondisi di mana masyarakat kehilangan arah dan nilai-nilai budayanya, yang sering kali berujung pada praktik korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan. Dalam situasi ini, ketidakadilan menjadi hal yang lumrah. Ranggawarsita mengajak masyarakat untuk merenungkan keadaan ini dan menyadari pentingnya menjaga integritas dan moralitas.

Katatidha, di sisi lain, menekankan perlunya kembali kepada nilai-nilai luhur sebagai panduan dalam menghadapi tantangan zaman. Ranggawarsita percaya bahwa hanya dengan mengingat dan mengimplementasikan kearifan lokal, masyarakat dapat menemukan jalan keluar dari kesulitan dan ketidakadilan.

Kalabendhu menggambarkan keadaan yang kacau dan tidak teratur, sering kali dipicu oleh praktik korupsi. Korupsi menjadi salah satu penghalang utama dalam pembangunan bangsa, merusak tatanan sosial dan menciptakan ketidakadilan. Fenomena ini sangat relevan dengan kondisi Indonesia saat ini, di mana banyak kasus korupsi terungkap dan menggerogoti kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah.

Menghadapi Fenomena Korupsi

Fenomena korupsi di Indonesia mencerminkan kondisi Kalasuba dan Kalabendhu yang diuraikan Ranggawarsita. Korupsi tidak hanya merugikan secara ekonomi, tetapi juga menciptakan ketidakstabilan sosial dan politik. Masyarakat sering kali merasa frustrasi ketika melihat para pemimpin yang seharusnya menjadi teladan justru terlibat dalam praktik korupsi. Ini mengakibatkan hilangnya kepercayaan dan harapan akan perubahan yang lebih baik.

Solusi dan Harapan

Untuk menghadapi tantangan ini, Ranggawarsita mengajak masyarakat untuk kembali kepada nilai-nilai luhur dan memperkuat integritas. Pendidikan dan kesadaran sosial menjadi kunci dalam membangun budaya antikorupsi. Masyarakat harus aktif berpartisipasi dalam proses pengawasan dan pemberantasan korupsi, serta mendorong transparansi dalam pemerintahan

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun