Mohon tunggu...
Rainhard Frealdo
Rainhard Frealdo Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa UNIKOM

Gemar menumpahkan karya lewat aksara untuk khalayak. Harapan saya adalah saya dapat semakin terasah dalam menulis, hingga membuat tulisan-tulisan saya menginspirasi banyak orang.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Tak Akan Pernah Terlambat

28 Juli 2024   06:00 Diperbarui: 28 Juli 2024   07:16 121
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Anjing. Dan dia sudah merencanakan pemberian nama untuk anjingnya kelak, yaitu Hiro." Hiro menggonggong ketika mendengar namanya disebut.

"Bukankah om sudah punya anjing sekarang?" Afisah menunjuk Hiro. "Itu, kan? Berarti permintaan anak om yang itu sudah terpenuhi, dong."

"Betul. Tapi bukan itu yang menjadi masalah." Wijaya memperbaiki posisi duduknya. "Dulu om bekerja begitu keras, banting tulang demi memenuhi permintaan tersebut. Hingga pada akhirnya om dapat kabar baik. Om bermutasi kerja. Om akan berpenghasilan lebih dibanding sebelumnya, tapi itu juga berarti om harus jauh dari keluarga, termasuk anak sendiri. Anak om sudah menempuh pendidikan SMP masa itu."

Perlahan langit mulai gelap. Wijaya masih bercerita.

"Sebelum berpisah, om berjanji pada anak dan istri om bahwa om akan pulang jika ada waktu. Tapi ternyata om sangat sibuk hingga tak ada waktu untuk pulang. Istri om sering menghubungi om tiap dia rindu sama om. Hingga 3 tahun setelah om bermutasi, istri om meninggal dunia karena kena serangan jantung. Seharusnya om pulang dan ikut acara pemakaman istri om, tapi om tak bisa karena lagi-lagi om disibukan oleh pekerjaan om. Anak om menghubungi om lewat ponsel milik ibu.

Om masih ingat apa yang dikatakannya." Wajah Wijaya semakin berubah di tengah-tengah langit yang sempurna gelap. "Dia bilang bahwa dia benci sama om karena sampai istri om meninggal pun om tak memenuhi janji, bahkan bisa-bisanya om tak hadir dalam acara pemakaman istri sendiri hanya gara-gara tak bisa lepas dari pekerjaan om." 

Nada bicaranya pun ikut berubah, terdengar sendu. "Dia mulai berasumsi bahwa alasan istri om meninggal adalah gara-gara om gak pulang-pulang hingga membuatnya stress. Padahal om tak berniat buruk. Om hanya berusaha menafkahi mereka sebagai bentuk kasih sayang yang lebih. Tapi ternyata anak om berpikir sebaliknya. Bahkan yang lebih parahnya lagi ..." Wijaya sudah tak bisa menahan perasaannya.

"Eh, kok om nangis?" Afisah terkejut.

"Dia bilang bahwa om gak boleh menghubunginya, bahkan gak boleh menemuinya, selamanya." Wijaya menghapus air mata di saat dia masih terisak. "Tapi om bersikeras untuk pulang hari itu, izin cuti kerja. Om rela pulang dengan jarak yang amat jauh untuk bertemu dengannya, tak peduli jika om akan kembali ke kantor dengan kerjaan yang tambah menumpuk. Tapi sialnya, anak om tak ada di rumah, dia kabur tanpa kabar. 

Di rumah ini, nak. Di rumah ini om nangis seperti sekarang, om merasa om sudah gagal menunjukan kasih sayang om. Bahkan om mencoba mengobati luka dengan cara memenuhi permintaannya yang belum terpenuhi, yaitu anjing." Hiro mulai menghampiri mereka berdua. "Om juga memberi nama anjing ini sesuai dengan permintaan anak kami. Hiro." Wijaya mengelus Hiro dengan tangan bekas air mata.

"Om gak mau hubungi anak om lagi?" tanya Afisah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun