Mohon tunggu...
Rainerus Alva Jati Prasetyo
Rainerus Alva Jati Prasetyo Mohon Tunggu... Teknisi - Seorang Teknisi SAP yang mempunyai hobi menulis.

Menulis untuk berbagi

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kamu Baik Adanya

11 Mei 2019   07:49 Diperbarui: 11 Mei 2019   07:54 51
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Suara ayam dipagi hari membangunkanku dari tidurku. Aku keluar dari dalam tendaku, dan sekelibat cahaya matahari pagi, menyilaukan mataku. Segarnya udara pagi ini. Lama sekali sudah tidak kurasakan udara sejuk ini. Bukan sebuah kesalahan memang, aku memutuskan untuk pergi kemari bersama sahabat-sahabatku. 

Aku mulai mengambil nesting dan kompor gas di dalam tenda kami, tidak lupa gelas, dan sebungkus kopi sachet. Saat aku tengah sibuk menyiapkan kopi panasku, aku mendengar ada suara gerakan dari dalam tenda.

 "Udah bangun?" Aku berkata pada sahabatku yang melangkah keluar tenda dengan gontai, sepertinya dia belum sepenuhnya sadar.

"Iya, kamu keluar tenda, pintunya gak kamu tutup lagi, hangatnya matahari, bikin aku sulit untuk tidur lagi." Jawabnya sembari menguap.

"Owh, maafkan aku, bukan maksudku mengganggu tidurmu, hahaha." Aku meminta maaf padanya.

"Tak apalah, kau lagi masak apa?" Dia bertanya dan mendekat padaku.

"Aku sedang masak air untuk minum kopi, kau mau?" Aku menawarkan padanya.

"Boleh deh, aku masih sedikit mengantuk." 

Diapun duduk di sebelahku, menatap dengan seksama, hamparan kebun teh di depan mata kami. Tempat yang nyaman sekali memang untuk berkemah. Tidak pernah kukira sebelumnya aku akan bisa kemari lagi, setelah kami sama-sama tengah berjuang mengejar cita-cita kami di ibukota. Akhirnya air yang kumasak sudah mendidih, aku berikan kopi itu kepadanya, lalu kami mulai bercerita tentang kenangan masa lalu, dan perjuangan kita masing-masing selama di ibukota.

"Kamu tahu, kadang aku berpikir kenapa dulu aku bisa membuang-buang waktuku dengan mereka?" Nampaknya dia mulai mencurahkan ganjalan di hatinya.

"Kenapa bisa buang-buang waktu?" Aku penasaran dengan alasannya.

"Ya, harusnya aku bisa bersama dengan yang lain, tapi mereka membuatku melewatkan yang terbaik." Suaranya terdengar sangat dalam.

"Memang yang terlewatkan itu, gak bisa kamu dapatkan lagi?" 

"Ya gimana, dulu aku selalu berpikiran paling gak targetku harus seperti mereka, tapi aku salah."

Kuteguk kopiku perlahan, mencoba memahami apa maksud dari omongannya tersebut. "Ya, kalau kamu sendiri menilai itu salah, berarti paling gak kan kamu sudah belajar dari pengalaman-pengalaman itu, dan itu yang udah buat kamu seperti ini sekarang."

"Iya memang, aku belajar dari hal-hal tersebut, tapi coba kamu pikirkan, mereka yang mutusin, kenapa mereka juga yang harus menjauh, padahal aku biasa aja ke mereka sekarang, kan harusnya aku yang kesal." Dia melanjutkan ceritanya.

"Ya, kamu kan juga gak bisa ngatur orang lain buat deket sama kamu atau gak, kalau aku sih, ya terserah orang aja, mau deket sama aku monggo, gak juga monggo."

"Ya memang sih, tapi itu bikin aku kepikiran terus." kulihat dia semakin murung.

"Aku gak tahu ya, kenapa kamu sibuk mikirin hal seperti itu, memang efeknya mereka ada atau gak di hidupmu sebesar apa sih?"

"Ya gak ada, tapi itu bikin aku kepikiran terus, mungkin ada yang salah dari aku ya, dan itu berdampak pada self esteemku." Suaranya mulai terdengar semakin pelan.

Semakin dalam kuteguk kopiku, berharap agar aku tidak kalah dengan perasaanku, mendengar ucapannya tersebut. "Gini, kamu pernah bayangin gak, aku yang sering ditolak ini, mungkin bagi kamu atau yang lain biasa saja, namun hal itu juga pernah membuat self esteemku turun, dan membuatku memikirkan hal-hal yang kamu ucapin barusan, tapi aku ingat, daripada memikirkan mereka yang jelas-jelas tidak memikirkanku, lebih baik aku fokus pada diriku dan orang-orang yang masih mau menerimaku apa adanya. Aku fokus supaya bisa menjadi versi terbaik dari diriku."

"Ya, aku juga berusaha untuk berusaha menjadi versi terbaik dari diriku, tapi entah kenapa aku masih saja kepikiran hal tersebut."

Kuhabiskan kopi dalam gelasku, dan berdiri. Aku meraih tangannya dan mengajaknya berdiri. Aku menghadapkan badanku ke arahnya. Kupegang pundaknya erat-erat. "Kamu pernah gak sih, kepikiran, kalau kamu berpikiran seperti itu, kamu akan membuat sedih mereka yang peduli denganmu. Bagiku kamu baik adanya, aku juga paham, kamu sekarang mungkin belum menemukan versi terbaik dari dirimu, aku juga begitu. 

Mungkin selama kita hidup, kita gak akan pernah menemukan jati diri kita yang sesungguhnya, namun kita bisa belajar dari setiap kegagalan dan kesalahan. Bukankah itu menandakan kalau kita manusia, kita bisa salah dan kita juga bisa belajar. 

Kamu tahu, aku belajar banyak darimu, bagaimana kamu selalu bangkit dari setiap kegagalanmu dan menjadi tangguh seperti hari ini, itu yang aku suka darimu, dan kamu pantas dicintai lebih dari yang kamu kira. Maaf klo aku memaksakan pendapatku ini padamu, tapi aku gak mau melihatmu bersedih. Ayo kita sama-sama belajar, menjadi versi terbaik dari diri kita."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun