Mohon tunggu...
Raihan Mubarak
Raihan Mubarak Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Brantem yuk

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Konstruktivisme? Mari Kita Cari Tahu

11 Juni 2024   08:31 Diperbarui: 11 Juni 2024   09:11 104
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Tahukah Anda bahwa selama ini mungkin kita telah memperlakukan otak anak-anak layaknya bejana kosong yang harus diisi penuh dengan pengetahuan? Bayangkan jika sebaliknya, otak anak-anak tersebut justru adalah pabrik pengetahuan yang sangat produktif! Ya, memang terdengar sedikit mengejutkan. Namun, itulah inti dari teori belajar konstruktivisme yang akan kita kupas tuntas dalam artikel kali ini.

Konstruktivisme datang untuk menggempur pandangan tradisional pembelajaran yang menganggap siswa hanya pendengar setia dan penerima pasif ilmu dari guru. Teori ini memberi kuasa penuh pada siswa untuk menjadi nahkoda dalam membangun sendiri pengetahuan mereka. Bak para arsitek belia, siswa dipercaya mampu mengonstruksi bangunan pengetahuan yang kokoh dengan pengalaman sebagai batu batanya dan interaksi dengan lingkungan sebagai perekat semennya.

Menarik bukan? Tak hanya itu, konstruktivisme juga mengubah peran guru yang selama ini mendominasi kelas pembelajaran. Guru kini bertugas seperti konduktor orkestra, mengatur dinamika dan memastikan setiap siswa berperan aktif dalam mengontruksi pengetahuannya masing-masing. Bagaimana menegangkan! Kita akan membahas lebih lanjut revolusi pendidikan yang dibawa teori konstruktivisme dalam artikel ini.

Jadi, tunggulah penjelasan selengkapnya tentang makna sesungguhnya di balik konstruktivisme, prinsip-prinsip kuncinya, serta kelebihan dan kekurangannya dalam mendidik generasi masa depan. Ikuti terus artikel ini untuk membongkar tabir teori belajar yang akan mengubah pola pikir Anda seputar pendidikan!

 Konstruktivisme merupakan teori tentang bagaimana siswa mengkonstruksi pengetahuan dari pengalaman, yang bersifat unik bagi setiap individu.

 Konstruktivisme menurut Piaget (1971) adalah suatu sistem yang menjelaskan bagaimana siswa sebagai individu beradaptasi dan meningkatkan pengetahuannya.

 Konstruktivisme merupakan pergeseran paradigma dari behaviorisme ke teori kognitif. Epistemologi perilaku berfokus pada kecerdasan, domain target, tingkat pengetahuan, dan penguatan. Sedangkan epistemologi konstruktivis mengasumsikan bahwa siswa mengkonstruksi pengetahuannya sendiri berdasarkan interaksi dengan lingkungannya .

 Empat asumsi epistemologis adalah inti dari apa yang kita sebut "pembelajaran konstruktivis.

" Yang pertama adalah pengetahuan yang dikonstruksi secara fisik oleh siswa yang terlibat dalam pembelajaran aktif.

 Kedua, pengetahuan dikonstruksi secara simbolis oleh siswa yang menciptakan visualisasi tindakannya sendiri; Pengetahuan dikonstruksi secara sosial oleh siswa mengkomunikasikan maknanya kepada orang lain; dan terakhir, pengetahuan secara teoritis dikonstruksi oleh siswa yang mencoba menjelaskan hal yang tidak mereka pahami sepenuhnya (Singh & Yaduvanshi, 2015).

 Teori belajar konstruktivis merupakan teori yang memberikan kebebasan kepada mereka yang ingin belajar atau menemukan kebutuhannya dengan kemampuan untuk menemukan keinginan atau kebutuhannya dengan bantuan orang lain, jadi teori ini memberikan aktivitas untuk orang untuk belajar menemukan keterampilan, pengetahuan atau teknologi mereka sendiri dan hal lain yang diperlukan untuk pengembangan pribadi mereka (Rangkuti, 2014).

 Dikaitkan dengan karya penulis besar seperti Lev Vygotsky, John Dewey, dan Jean Piaget, konstruktivisme dapat dianggap sebagai teori utama pembelajaran dan, dalam arti yang lebih luas, filsafat pendidikan, digunakan sebagai teori utama sedang belajar. judul umum untuk mengklasifikasikan beberapa teori lainnya (Mattar, 2018).

 Konstruktivisme pada dasarnya adalah teori yang didasarkan pada observasi dan penelitian ilmiah tentang bagaimana orang belajar. Dalam konstruktivisme, pengetahuan sebelumnya berperan penting dalam membangun pengetahuan secara aktif (Liu, 2010).

 Manusia dikatakan membangun pemahaman dan pengetahuannya sendiri tentang dunia, melalui benda-benda dan dengan merefleksikan pengalaman tersebut. Ketika kita menemukan sesuatu yang baru, , kita harus menyelaraskannya dengan gagasan dan pengalaman kita sebelumnya, mungkin dengan mengubah keyakinan kita, atau mungkin dengan mengabaikan informasi baru karena dianggap tidak relevan. Untuk melakukan ini, kita perlu mengajukan pertanyaan, menemukan dan mengevaluasi hal yang kita ketahui. Di kelas, perspektif pembelajaran konstruktivis dapat menunjukkan sejumlah metode pengajaran yang berbeda.

 Dalam pengertian yang paling umum, hal ini sering kali berarti mendorong siswa untuk menggunakan teknik aktif (bereksperimen, pemecahan masalah di dunia nyata) untuk menciptakan lebih banyak pengetahuan, kemudian memikirkan dan membicarakan tentang apa yang mereka lakukan dan cara mereka memahaminya. Guru memastikan bahwa dia memahami konsep siswa yang sudah ada sebelumnya dan memandu kegiatan untuk mengatasi dan kemudian mengembangkannya (Oliver, 2000).

Tujuan Belajar Menurut Aliran Belajar Konstruktivisme.

Tujuan pembelajaran konstruktivis adalah mengembangkan pengetahuan dan keterampilan melalui proses konstruksi kognitif yang berlangsung melalui aktivitas mental individu.

 Konstruktivisme menekankan bahwa pengetahuan tidak hanya harus diterima secara pasif tetapi juga harus dikonstruksi oleh individu melalui interaksi dengan lingkungan dan pengalaman pribadi.

 Dalam konteks pembelajaran, tujuan konstruktivisme adalah mengembangkan keterampilan berpikir inovatif dan kreatif, serta meningkatkan kemampuan berpikir sistematis dan memperoleh pengetahuan secara sistematis.

 Teori ini juga menekankan pentingnya peran guru sebagai pembimbing daripada sebagai sumber pengetahuan utama dan siswa harus aktif dalam proses pembelajaran.

 Dalam teori konstruktivis, belajar bukanlah suatu proses transmisi pengetahuan melainkan harus dikonstruksi atau dikonstruksi oleh peserta didik itu sendiri.

 Guru atau pendidik hanya berperan sebagai pembimbing dan siswa harus aktif berpikir, membentuk konsep, dan memahami isi yang dipelajari.

 Tujuan konstruktivisme dalam pembelajaran antara lain: 

1. Merangsang berpikir inovatif dan kreatif 

2. Mendorong siswa berpikir mandiri dan "outside the box" 

3 . Meningkatkan kemampuan berpikir inovatif dan kreatif .

4. Mengembangkan kemampuan berpikir mandiri dan kritis 

5. Meningkatkan kemampuan berpikir sistematis dan menyerap.

pengetahuan komprehensif Dalam proses penerapannya, teori konstruktivis dapat diterapkan dengan cara: 

1 . Mengembangkan pengajaran agar siswa dapat mulai menerapkan teori pembelajaran konstruktivis di kelas.

2 . Membangkitkan rasa ingin tahu siswa terhadap suatu masalah dengan mengajukan pertanyaan 

3. Membentuk komunitas belajar atau belajar bersama kelompok tertentu. 

4. Mengembangkan kegiatan yang membantu siswa berpikir sistematis dan memperoleh pengetahuan secara holistik .

Dengan demikian, tujuan pembelajaran menurut proses pembelajaran konstruktivis adalah mengembangkan pengetahuan dan keterampilan melalui proses pembangunan kognitif yang berlangsung melalui aktivitas mental individu, serta meningkatkan kemampuan berpikir inovatif, kreatif, sistematis dan mandiri.

Kelebihan Dan Kekurangan Dalam Teori Belajar Konstruktivisme.

Hidup ini, tidak ada yang sempurna ada kebaikan ada juga keburukan, begitu juga dengan sebuah teori. Tidak ada teori yang sempurna akan tetapi saling melengkapi antara yang satu dengan yang lainya begitu juga konstruktivisme. Adapun kelebihan dari teori konstruktivisme diantaranya :

Pertama, guru bukan satu-satunya sumber belajar. Maksudnya yaitu dalam proses pembelajaran guru hanya sebagai pemberi ilmu dalam pembelajaran, siswa tuntut untuk lebih aktif dalam proses pembelajarannya, baik dari segi latihan, bertanya, praktik dan lain sebagainya, jadi guru hanya sebagi pemberi arah dalam pembelajaran dan menyediakan apa-apa saja yang dibutuhkan oleh siswanya. Sebab dalam kosntruktivisme pengetahuan itu tidak hanya di dapatkan dalam proses pembelajaran akan tetapi bisa juga di dapatkan melalui diskusi, pengalaman dan juga bisa di dapatkan di lingkungan sekitarnya.

Kedua, siswa (pembelajaran) lebih aktif dan kreatif. Maksudnya di mana siswa dituntut untuk bisa memahami pembelajarannya baik di dapatkan di sekolah dan yang dia dapatkan di luar sekolah, sehingga pengetahuan-pengetahuannya yang dia dapatkan tersebut bisa dia kaitkan dengan baik dan seksama, selain itu juga siswa di tuntut untuk bisa memahami ilmu-ilmu yang baru dan dapat di koneksikan dengan ilmu-ilmu yang sudah lama.

Ketiga, pembelajaran menjadi lebih bermakna. Belajar bermakna berarti menginstrksi informasi dalam struktur penelitian lainnya. Artinya pembelajaran Tidak hanya mendengarkan dari guru saja akan tetapi siswa harus bisa mengaitkan dengan pengalaman-pengalaman pribadinya dengan informasi-informasi yang dia dapatkan baik dari temanya, tetangganya , keluarga, surat kabar, televisi, dan lain sebagainya.

Keempat, pembelajaran memiliki kebebasan dalam belajar. Maksudnya siswa bebas mengaitkan ilmu-ilmu yang dia dapatkan baik di lingkungannya dengan yang di sekolah sehingga tercipta konsep yang diharapkannya. Kelima, perbedaan individual terukur dan di hargai. 

Keenam, guru berfikir proses membina pengetahuan baru, siswa berfikir untuk menyelesaikan masalah, dan membuat keputusan.

Kekurangan Konstruktivisme 

Pertama, proses belajar konstruktivisme secara konseptual adalah proses belajar yang bukan merupakan perolehan informasi yang berlangsung satu arah dari luar ke dalam diri siswa kepada pengalamannya melalui proses asimilasi dan akomodasi yang bermuara pada pemutakhiran sruktur kognitif. Kedua, peran siswa. Menurut pandangan ini, belajar merupakan suatu proses pembentukan pengetahuan. 

Ketiga, peran guru. Dalam pendekatan ini guru atau pendidik berperan membantu agar proses pengonstruksian pengetahuan oleh siswa berjalan lancar. Guru tidak menerapkan pengetahuan yang telah dimilikinya, melainkan membantu siswa untuk membentuk pengetahuannya sendiri.

Keempat, sarana belajar. Pendekatan ini menekankan bahwa peran utama dalam kegiatan belajar adalah aktifitas siswa dalam mengonstruksi pengetahuannya sendiri. 

Kelima, evaluasi, pandangan ini mengemukakan bahwa lingkungan belajar sangat mendukung munculnya berbagai pandangan dan interpretasi terhadap realitas, konstruksi pengetahuan, serta aktifitas-aktifitas lain yang didasarkan pada pengalaman.

Aliran Belajar Konstruktivisme Menurut Para Ahli.

Hill, mengatakan, sebagai pembelajaran yang bersifat generatif, yaitu tindakan mencipta sesuatu makna dari apa yang di pelajari.8 Menurut hill konstruktivisme merupakan bagaimana menghasilkan sesuatu dari apa yang dipelajarinya, dengan kata lain bahwa bagaimana memadukan sebuah pembelajaran dengan melakukan atau mempraktikkan dalam kehidupannya supaya berguna untuk kemaslahatan.

Shymansky mengatakan konstuktivisme adalah aktivitas yang aktif, di mana peserta didik membina sendiri pengetahuannya, mencari arti dari apa yang mereka pelajari, dan merupakan proses menyelesaikan konsep dan ide-ide baru dengan kerangka berfikir yang telah ada dimilikinya.

Berdasarkan pendapatnya di atas, maka dapat di pahami bahwa konsturktivisme merupakan bagaimana mengaktifkan siswa dengan cara memberikan ruang yang seluas-luasnya untuk memahami apa yang mereka telah pelajari dengan cara menerpakan konsep-konsep yang di ketahuinya kemudian mempaktikkannya ke dalam kehidupan sehari-harinya. Berdasarkan pendapat para ahli di atas, maka dapat dibuat sebuah kesimpulan yaitu konstruktivisme merupakan sebuah teori yang memberikan keluasan berfikir kepada siswa dan memberikan siswa di tuntut untuk bagaimana mempraktikkan teori yang sudah di ketahuinya dalam kehidupannya.

Konstruktivisme, tak sekadar teori belajar biasa! Ini adalah revolusi dalam dunia pendidikan yang menggempur pandangan lama bahwa siswa hanya penerima pasif ilmu yang dituangkan guru. Dalam konstruktivisme, siswalah yang memegang tongkat komando dalam membangun pengetahuannya sendiri.

Bayangkan siswa seperti arsitek yang mengonstruksi bangunan kokoh pengetahuan mereka. Pengalaman menjadi batu bata, dan interaksi dengan lingkungan sebagai semennya. Setiap siswa memiliki gaya arsitektur yang unik dalam menginterpretasikan dan memberi makna pada pengetahuan berdasarkan struktur kognitif yang telah mereka miliki sebelumnya.

Dalam proses konstruksi ini, guru tak lagi berdiri di panggung utama. Mereka berperan layaknya konduktor orkestra, memfasilitasi dan membimbing siswa agar proses pembangunan pengetahuan berjalan lancar. Menciptakan lingkungan belajar yang kondusif dan memberi ruang pada siswa untuk menemukan serta menerapkan ide-ide segar mereka.

Pembelajaran aktif, bermakna, berpusat pada siswa, pemecahan masalah otentik, kolaborasi, dan pembentukan makna mandiri adalah kunci-kunci utama yang menghiasi teori konstruktivisme. Dengan bermodalkan prinsip-prinsip ini, siswa diharapkan dapat mengembangkan kemampuan berpikir kritis, kreatif, inovatif, dan membangun pengetahuan secara holistik yang kokoh.

Meski demikian, teori ini tak luput dari kritik. Menentukan tingkat kebenaran pengetahuan yang dikonstruksi siswa dan peran guru yang terbatas kerap menjadi sorotan. Namun, konstruktivisme telah membawa angin segar perubahan paradigma dalam dunia pendidikan yang mengutamakan keaktifan dan pembentukan pengetahuan oleh para arsitek cilik ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun