Mohon tunggu...
Muhammad Raihan Dwiputranto
Muhammad Raihan Dwiputranto Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

saya suka mencari pengalaman baru

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Tragedi Kanjuruhan: Sebuah Catatan Kelam dalam Sejarah Sepak Bola Indonesia

6 Januari 2025   19:00 Diperbarui: 6 Januari 2025   19:37 52
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Families of the Kanjuruhan tragedy call for more accountability (https://img.jakpost.net/c/2022/10/04/2022_10_04_130653_1664865921.)

                                                                                                                            

Tragedi Kanjuruhan yang terjadi pada 1 Oktober 2022 di Stadion Kanjuruhan, Malang, adalah salah satu peristiwa paling tragis dalam sejarah sepak bola dunia. Insiden ini menelan korban jiwa yang sangat besar, dengan lebih dari 130 orang meninggal dunia dan ratusan lainnya luka-luka. Peristiwa ini bukan hanya menyisakan duka mendalam, tetapi juga membuka diskusi luas tentang tanggung jawab hukum, kode etik komunikasi, dan pengelolaan acara besar di Indonesia.

Dalam tulisan ini, kita akan mengupas tuntas kronologi tragedi, tanggung jawab hukum yang timbul, relevansi kode etik komunikasi, serta pelajaran yang dapat diambil agar kejadian serupa tidak terulang di masa depan.

Kronologi Kejadian

Pertandingan antara Arema FC dan Persebaya Surabaya berlangsung dengan tensi tinggi karena rivalitas panjang antara kedua tim. Setelah kekalahan Arema FC dengan skor 2-3, sejumlah suporter memasuki lapangan sebagai bentuk protes terhadap hasil pertandingan. Aksi ini memicu respons cepat dari aparat keamanan yang mencoba mengendalikan situasi dengan menembakkan gas air mata ke arah tribun penonton.

Penggunaan gas air mata di dalam stadion yang relatif tertutup memicu kepanikan massal. Para penonton yang panik mencoba keluar dari stadion melalui pintu-pintu yang ternyata tidak sepenuhnya terbuka. Akibatnya, banyak orang terjebak dalam antrean panjang dan kepadatan yang menyebabkan mereka terinjak-injak serta mengalami sesak napas. Korban jiwa berjatuhan dalam hitungan menit, sementara bantuan medis yang tersedia dianggap tidak memadai untuk menangani situasi darurat sebesar ini.

Selain faktor gas air mata, beberapa laporan juga menyebutkan bahwa kapasitas stadion melebihi batas aman. Stadion Kanjuruhan yang dirancang untuk menampung sekitar 38.000 penonton ternyata diisi oleh lebih dari 42.000 orang pada malam itu. Hal ini memperburuk kondisi evakuasi dan menambah jumlah korban.

Tinjauan Hukum

Pelanggaran Regulasi FIFAFIFA, sebagai otoritas tertinggi sepak bola dunia, memiliki regulasi ketat terkait pengamanan pertandingan. Dalam Manual Keamanan Stadion FIFA, penggunaan gas air mata untuk mengendalikan massa di stadion dilarang keras karena risiko yang ditimbulkan terhadap keselamatan penonton. Pelanggaran regulasi ini menunjukkan adanya ketidaksesuaian antara standar internasional dan pelaksanaan pengamanan di lapangan.

Tanggung Jawab Hukum PidanaDalam konteks hukum pidana Indonesia, aparat keamanan, pengelola stadion, dan penyelenggara pertandingan dapat dikenakan pasal-pasal yang berkaitan dengan kelalaian yang menyebabkan hilangnya nyawa orang lain (Pasal 359 KUHP). Penggunaan gas air mata, pengelolaan stadion yang buruk, dan kurangnya jalur evakuasi menjadi bukti kelalaian yang fatal.

Aspek Hak Asasi Manusia (HAM)Penggunaan gas air mata di area yang penuh sesak juga memunculkan pelanggaran prinsip-prinsip HAM, khususnya hak atas keselamatan dan keamanan publik. Penanganan insiden ini menunjukkan bahwa protokol pengamanan yang digunakan masih jauh dari pendekatan yang humanis dan berbasis HAM.

Pertanggungjawaban AdministratifSelain tanggung jawab pidana, pihak-pihak terkait juga dapat dimintai pertanggungjawaban administratif. Misalnya, izin penyelenggaraan pertandingan dapat dicabut, dan pengelola stadion dapat dikenakan sanksi administratif akibat kegagalan mematuhi standar keselamatan.

Perspektif Kode Etik Komunikasi

Keterbukaan dan Transparansi InformasiSalah satu masalah utama dalam tragedi ini adalah minimnya transparansi informasi yang diberikan kepada publik. Awalnya, jumlah korban jiwa dilaporkan lebih rendah dari angka sebenarnya, sehingga menimbulkan kecurigaan dan kemarahan di kalangan masyarakat. Dalam situasi krisis seperti ini, kode etik komunikasi menuntut adanya keterbukaan informasi yang akurat, tepat waktu, dan tidak menyesatkan.

Peran Media dalam KrisisMedia memiliki tanggung jawab besar dalam memberitakan tragedi ini. Beberapa media dinilai gagal menjaga keseimbangan antara penyampaian fakta dan sensitivitas terhadap korban. Dalam kode etik jurnalistik, pemberitaan harus berfokus pada kebenaran, menghormati martabat korban, dan menghindari penyebaran informasi yang bersifat spekulatif.

Empati dalam Komunikasi KrisisKomunikasi dari pihak berwenang setelah kejadian ini sering kali dianggap kurang menunjukkan empati. Pernyataan yang menyalahkan suporter atau meremehkan dampak tragedi menciptakan ketidakpercayaan publik. Dalam situasi seperti ini, komunikasi krisis harus dirancang untuk menunjukkan rasa empati, tanggung jawab, dan komitmen untuk menyelesaikan masalah.

Pelajaran dari Tragedi Kanjuruhan

Reformasi Sistem Pengamanan StadionPemerintah dan penyelenggara pertandingan harus segera mereformasi sistem pengamanan stadion di Indonesia. Pelatihan aparat keamanan tentang penanganan massa secara humanis dan sesuai dengan standar internasional sangat penting. Selain itu, stadion harus dilengkapi dengan fasilitas keselamatan yang memadai, seperti pintu evakuasi yang cukup dan prosedur tanggap darurat yang jelas.

Peningkatan Kesadaran Kode Etik KomunikasiSemua pihak yang terlibat dalam pengelolaan informasi publik, termasuk aparat, penyelenggara, dan media, harus memahami pentingnya komunikasi yang etis dan bertanggung jawab. Informasi yang diberikan harus berdasarkan fakta, disampaikan secara transparan, dan tetap mengedepankan empati kepada korban dan keluarga mereka.

Penguatan Regulasi dan PengawasanRegulasi terkait keselamatan stadion dan penyelenggaraan pertandingan sepak bola harus diperkuat. Pengawasan dari pihak yang berwenang, termasuk federasi sepak bola nasional, harus lebih ketat untuk memastikan bahwa semua standar keselamatan dipatuhi.

Tanggung Jawab KolektifTragedi ini mengingatkan kita bahwa keselamatan di stadion adalah tanggung jawab bersama. Pengelola stadion, aparat keamanan, penyelenggara pertandingan, dan suporter semuanya memiliki peran penting dalam menciptakan lingkungan yang aman dan kondusif bagi semua.

Tragedi Kanjuruhan adalah peringatan keras bagi dunia olahraga di Indonesia. Tidak hanya tentang pengelolaan stadion dan pengamanan pertandingan, tetapi juga tentang bagaimana hukum dan etika komunikasi diterapkan dalam situasi krisis. Dengan pembelajaran yang tepat dan tindakan nyata dari semua pihak, diharapkan peristiwa serupa tidak akan pernah terulang. Sepak bola seharusnya menjadi olahraga yang menyatukan, bukan menjadi ajang yang memicu tragedi dan duka mendalam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun