Jago mengatur keuangan itu bukan kemampuan yang otomatis kita miliki sebagai manusia, bahkan manusia dewasa sekalipun. Sama seperti kemampuan lain, kita harus belajar dan berlatih dengan giat supaya bisa menguasainya.
Terdengar serius, ya? Mengatur keuangan memang perkara serius dan penting.
Sayangnya materi ini tidak ada di bangku sekolah. Setidaknya dari pengalaman yang saya ingat selama menempuh pendidikan TK sampai perguruan tinggi kemarin.Â
Satu-satunya pelajaran tentang keuangan yang saya dapatkan di sekolah adalah petuah dari slogan "hemat pangkal kaya" atau "rajin menabung pangkal kaya" yang biasa dipasang di dinding ruang kelas.
Itu saja tidak pernah benar-benar disinggung atau dibahas oleh guru di kelas.
Namun, apakah saya jadi tidak pernah menabung?Â
Tentang Berhemat
Sewaktu kecil rasa-rasanya kata "hemat" ini terlalu canggih. Tahu, sih, arti hemat, yaitu tidak boros. Tetapi, sebagai anak kecil yang duduk di bangku SD, saya belum paham yang dimaksud tidak boros itu seperti apa dan bagaimana penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Jadi, bagaimana mau berhemat kalau konsepnya saja tidak paham?
Sewaktu SMP dan SMA, pemahaman saya akan hal ini juga tidak berubah banyak. Lagi-lagi karena tidak ada yang mengajari. Saya suka membaca. Namun, dari sekian banyak yang saya baca, kebetulan saya tidak menemukan bacaan seputar berhemat ini.
Saya baru mulai belajar makna berhemat dan menerapkannya di bangku kuliah. Pemicunya bukan karena sudah belajar dan paham, tetapi lebih karena kondisi.
Waktu kuliah, saya indekos dengan uang saku mingguan. Jumlahnya tidak banyak. Makanya, saya perlu putar otak supaya bisa bertahan hidup dengan Rp sekian selama seminggu.Â
Cara berhematnya bagaimana? Ada beberapa, salah satunya bawa botol minum sendiri. Jadi, saat beli makan dan dimakan di lokasi alias tidak dibungkus, saya hanya beli makan saja, minumnya air putih yang dibawa sendiri.Â
Katakanlah minuman favorit mahasiswa di Solo itu es teh kampul, harganya 3.500. Nah, 3.500 kali sekian, kan, lumayan banget. Tapi, apakah 3.500 kali sekian itu lantas bisa bikin saya menabung banyak dan jadi kaya? Tunggu dulu. Sabar. Pelan-pelan, Pak Supir.
Tentang Menabung
Lain dengan berhemat, sejak kecil saya sudah diajari untuk menabung dengan semangat seperti pepatah yang terkenal saat itu, "sedikit-sedikit lama-lama jadi bukit". Sayangnya, pelajarannya kurang lengkap. Menabung untuk tujuan apa?
Saya berhasil menabung, tapi karena tidak pernah tahu menabung untuk apa, jadinya kalau dipikir-pikir lagi uang tabungannya juga entah ke mana.Â
O iya, berhasil di atas maksudnya satu celengan dari gerabah bentuk ayam berhasil terisi penuh dan lembar buku tabungan di sekolah juga sudah terisi seluruhnya.
Ada tabungan yang gagal atau tidak? Ada. Banyak. Misalnya, celengan plastik yang bentuknya kurang menarik hanya terisi tidak sampai seperempat. Lalu, bukannya diisi malah isinya yang diambil.
Saat dewasa, setelah nonton sekian banyak video tentang perencanaan keuangan, saya baru tahu kalau menabung itu perlu ada tujuan dan targetnya. Misal, mau menabung untuk beli laptop setahun lagi seharga Rp20 juta.
Dari tujuan dan target itu, kita jadi tahu harus menabung berapa banyak tiap bulan. Kita juga bisa mengukur apakah target itu realistis atau tidak.Â
Bila tidak memungkinkan, kita bisa mengubah beberapa hal biar tujuannya bisa tercapai. Misal menargetkan untuk membeli laptop yang harganya lebih murah. Atau laptop yang sama tapi targetnya untuk beli satu setengah tahun lagi.
Di perjalanan menabung, kita bisa tahu sudah berapa persen yang kita kumpulkan. Saat ingin menyerah atau tiba-tiba impulsif ingin beli barang lain yang tidak masuk prioritas, kita bisa bilang ke diri sendiri, "Sudah sejauh ini, lho. Bentar lagi bakal bisa beli laptop impian. Masa mau nyerah sekarang?".
Lalu, saat uang tabungan sudah sepenuhnya terkumpul, laptop impian pun akhirnya di genggaman.
Berhemat dan Menabung
Bisa dibilang titik awal saya berhemat adalah saat kuliah karena kepepet.
Lalu, dulu saya hanya sekadar menabung tanpa tujuan. Sekarang saya sedang berproses menabung dengan tujuan yang jelas.Â
Sembari sehari-hari berhemat supaya anggaran uang yang bisa ditabung lebih banyak. Salah satunya dengan cara yang masih sama seperti yang saya lakukan saat kuliah dulu.
Saya tahu, menjadi kaya itu tidak sesederhana karena kita berhemat dan menabung. Kalau pemasukannya memang sedikit, mau dihemat dan ditabung sebanyak mungkin juga tidak akan banyak.Â
Bisa jadi banyak, sih, tapi lama dan tidak sebanyak itu juga. Tapi saya percaya kalau mengatur keuangan itu harus dipelajari dan dibiasakan sedini mungkin, berapa pun gaji atau uang yang kita punya.
"Ah, nanti sajalah pas uangnya udah banyak, baru diatur," kata seseorang dengan santai nan percaya diri.
Percayalah kita tidak akan tiba-tiba jago mengatur uang. Kalau uang sedikit saja tidak bisa ngatur? Gimana kalau uangnya banyak? Apa tidak makin kelimpungan. Hehe.
Nah, karena tidak bisa tiba-tiba jago, harus mulai berlatih. Pelan-pelan dan masih banyak khilafnya tidak apa. Yang penting mulai dulu.Â
Tenang aja, kekhilafan juga bisa jadi bahan belajar. Lebih baik khilaf pas uangnya masih sedikit, daripada nanti pas udah banyak. (Bisa) rugi (besar), dong!
Kamu sendiri sudah mulai belum? Cerita-cerita di komen, yuk!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H