Mohon tunggu...
Rahwiku Mahanani
Rahwiku Mahanani Mohon Tunggu... Penulis - Alien

suka BTS dan bikin prakarya

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Bukan Cuma Kita yang Sibuk dan Capek

31 Januari 2022   22:28 Diperbarui: 31 Januari 2022   22:33 413
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto: Freepik/Racool_studio

Dua tahun pandemi menyadarkan bahwa bukan hanya saya yang sibuk dan capek.

Sebelum pandemi COVID-19 melanda, saya sempat bekerja di Jakarta selama beberapa bulan. Berangkat pagi, pulang kala hari sudah gelap. Lihat matahari hanya dari jendela kantor atau saat jam makan siang.

Sisanya, biasanya hari-hari mata hanya fokus ke layar komputer sampai pekerjaan selesai dan jam kerja usai.

Perjalanan pulang ke indekos dengan mata sepat dan badan pegal selalu jadi momen yang terasa paling tepat untuk mengasihani diri sendiri.

Hidup kok begini amat, ya.

Terima kasih Jakarta, kemacetan membuat saya memiliki waktu luang untuk mengeluh di antara cepatnya tempo kehidupan ibu kota.

Kemudian pandemi menyapa dan hidup saya berubah lagi dalam sekejapan mata.

Setelah dua minggu wfh (work from home) di indekos, saya pulang. Orang tua meminta saya untuk pulang karena khawatir saya yang sendirian di ibu kota akan kesulitan, mengingat kondisi yang serba tidak pasti kala itu di bulan Maret tahun 2020.

Di awal April 2020, saya pun pulang ke Gunungkidul, kampung halaman di mana rumah orang tua saya berada. 

Usai menjalani karantina mandiri di rumah selama dua minggu, akhirnya saya bisa berbaur dengan keluarga, tentunya sembari tetap wfh.

Pekerjaan saya masih sama seperti sebelumnya. Jadi, hari-hari saya lewati dengan mayoritas waktu habis di depan laptop.

Sejak pagi, ibu dan bapak saya sudah sibuk ke sana ke mari dan melakukan ini itu. Sementara saya, hanya berkutat di depan laptop.

Uniknya ketika malam tiba, di meja makan rasa-rasanya saya yang paling terlihat lemah, letih, lesu, dan lunglai. Oke, ini lebay, tapi intinya seolah-olah saya yang paling sibuk seharian dan capek sendiri.

Padahal saya yang paling muda dan paling kelihatan tidak ngapa-ngapain di rumah. Kalau ini tidak lebay. Coba kita bedah.

Dari pagi sampai sore atau malam (jika sedang bekerja dengan mode siput) saya hanya duduk dan menulis konten di laptop dan sesekali meeting online.

Nah, lalu sebagai sampel, saya akan mencoba menguraikan kegiatan ibu saya.

Ibu biasa bangun di pagi buta, ibadah, lalu membuat sarapan. Entah hari kerja, akhir pekan, ataupun tanggal merah, tidak pernah tidak ada sarapan di pagi hari.

Kalaupun ibu sedang tidak memasak, ia tetap akan menyediakan sarapan, entah dengan membeli ke pasar atau warung dekat rumah atau pesan ke tukang sayur yang keliling paling pagi.

Sembari menyiapkan sarapan, ibu akan bersih-bersih.

Saat hari sudah lebih terang, kegiatan ibu bervariasi. Ada kalanya ia pergi ke ladang, ikut pelatihan atau penyuluhan, senam di kecamatan, menggoreng bawang merah, dan masih banyak lagi aneka kegiatan yang biasa dilakukan.

Ambil contoh, ibu ke kebun sampai menjelang siang. Kemudian pulang dan mulai mengupas bawang merah sampai tengah hari. Setelah makan siang, ibu istirahat sejenak kalau sempat.

Maklum di kampung biasanya ada saja yang tidak terduga. Misal tetangga datang minta garam atau sales kompor gas setengah memaksa menawarkan selang dengan fitur canggih antikebakaran.

Bakda asar, ibu bersiap menggoreng bawang yang tadi sudah dikupas. Biasanya selesai jelang magrib.

Setelah makan malam bersama, ibu akan mengemas bawang goreng buatannya. Ibu juga akan memeriksa pesanan yang sudah masuk.

Yap, saat bawang goreng ready, ibu biasanya pasang status WA untuk woro-woro ke teman-temannya yang super banyak. Mulai dari teman SMP, SMA, teman ketemu di acara seminar atau pelatihan, teman waktu pameran, dan masih banyak lagi aneka jenis teman lainnya.

Tidak jarang teman yang ada di luar kota, bahkan luar pulau memesan bawang goreng.

Ibu tidak pernah ragu mengirimkan produknya ke mana pun. Selain yakin dengan kualitas bawang gorengnya, urusan kirim-kirim paketnya pun juga gampang dan aman.

Tinggal ke JNE yang ada di kecamatan. Iya, JNE juga ada di kampung pelosok Gunungkidul. Bukan hanya di kota kabupaten.

O iya, kalau teman ibu yang order ingin diberi totalan sekalian ongkirnya tapi nggak pakai lama, tinggal cek ongkir di web JNE. Selain harga, ada juga estimasi lama waktu pengirimannya.

Kalau mau cepat sehari langsung sampai biar bisa langsung ditaburkan di masakan atau dijadikan camilan, bisa pilih YES (Yakin Esok Sampai).

Tapi, yang termurah alias OKE (Ongkos Kirim Ekonomis) pun juga sudah cepat. Bahkan, tak jarang lebih cepat dari estimasi yang diberikan. Cocok buat sobat hemat.

Yah, namanya pembeli adalah raja, kalau teman ibu yang pesan ingin dikirimkan hari itu juga, ibu santuy, sih.

Soalnya JNE buka sampai malam. Jadi, setelah dipacking bisa langsung cus.

Sampai di sini sudah terasa panjang, ya. Padahal pulang dari kirim paket biasanya ibu tidak langsung istirahat. Kegiatannya (lagi-lagi) juga variatif.

Kadang ibu akan kupas-kupas bawang merah lagi biar bisa digoreng esok hari. Kadang mengerjakan soal administrasi KWT (Kelompok Wanita Tani), dan masih banyak lagi.

Kegiatan yang seabrek itu memang tidak mendatangkan gaji bulanan sebagaimana yang saya terima. Namun, nilainya sungguh tiada terkira.

Terima kasih jalanan kampung yang lengang. Saya jadi bisa berpikir lebih waras dan malu kalau menjadi yang paling loyo di rumah dan merasa paling menderita sedunia.

Kadang kita hanya tidak melihatnya. Tapi semua orang bekerja keras.

Semua orang berjuang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun