3. Kebebasan dalam Memilih Pasangan Hidup
Buddha tidak menganggap bahwa semua umatnya harus menikah, melainkan memberikan kebebasan untuk memilih jalan hidup sesuai dengan kesiapan dan tujuan spiritual masing-masing. Seorang umat yang tidak menikah atau memilih menjadi seorang bhikkhu atau bhikkhuni dianggap bisa mengembangkan praktik spiritual yang lebih dalam. Namun, bagi mereka yang memilih untuk menikah, Sang Buddha tetap memberikan panduan agar kehidupan perkawinan bisa dijalani dengan bijaksana, damai, dan selaras.
Dalam Anguttara Nikaya 4.55, Buddha mengatakan bahwa salah satu kondisi untuk menemukan pasangan yang cocok adalah memiliki keselarasan dalam keyakinan, kebajikan, kemurahan hati, dan kebijaksanaan. Keharmonisan dalam kualitas-kualitas ini akan membuat hubungan perkawinan lebih harmonis dan bahagia.
4. Perkawinan dan Jalan Spiritualitas
Bagi umat Buddha yang menikah, jalan menuju kebebasan dari penderitaan (Nibbana) tetap bisa dicapai. Namun, kehidupan keluarga memerlukan disiplin dalam menjaga sila (moralitas) dan upaya yang berkesinambungan dalam latihan meditasi dan pengembangan batin. Oleh karena itu, perkawinan dapat menjadi salah satu sarana pengembangan spiritual, karena pasangan suami-istri belajar untuk mengatasi ego, meningkatkan kesabaran, dan mengembangkan kualitas-kualitas luhur.
Dalam ajaran Buddhis, tujuan perkawinan bukan hanya kebahagiaan duniawi tetapi juga sebagai sarana untuk saling mendukung dalam pertumbuhan spiritual, mengembangkan kebajikan, dan men
jalani kehidupan yang bermakna.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H