Mohon tunggu...
Rahsya NigitamaMuhammad
Rahsya NigitamaMuhammad Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Padjadjaran

Tertarik dengan isu gender, politik, dan pertentangan ideologi.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Reproduksi Sosial dan Kekerasan Domestik: Analisis Ekonomi Politik terhadap Budaya Kekerasan dalam Rumah Tangga

29 Desember 2023   14:00 Diperbarui: 29 Desember 2023   14:06 174
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Ketimpangan sosial hadir dan selalu ada karena hal tersebut dipertahankan dan direproduksi sedemikian rupa sehingga hal tersebut tetap ada. Memelihara ketimpangan dan ketidaksetaraan sosial merupakan pemikiran penting dalam perspektif reproduksi sosial. Hal ini pun tercermin dalam kegiatan kerja yang dilakukan oleh ibu rumah tangga. Seorang ibu rumah tangga bekerja di rumah seperti mencuci, mengeringkan, menyetrika, dan merapikan baju. Kemudian ibu rumah tangga juga membeli komoditas yang diperlukan untuk memasak, kemudia mengolah bahan-bahan masakan tersebut dengan memasaknya sehingga bahan mentah tersebut hadir menjadi santapan yang bisa dinikmati oleh keluarga. Seorang ibu rumah tangga juga mengasuh anak-anaknya dari berbagai usia, dengan menemani mereka belajar, merapikan seragamnya, menyusui anaknya, menyiapkan barang-barang yang akan mereka bawa untuk sekolah nanti, dan sebagainya. Kemudian terbesit pertanyaan, apakah yang mereka lakukan itu merupakan kerja?

Pertanyaan tersebut lah yang mendasari ketertindasan yang dialami oleh para pekerja reproduksi. Pemaknaan kerja yang sangat sempit, di mana kerja merupakan sesuatu yang kita lakukan agar kita dapat dibayar atas jerih payah yang kita lakukan, menyebabkan terciptanya sebuah ilusi bahwa hal yang dilakukan oleh seorang ibu rumah tangga bukanlah kerja. Padahal, kerja-kerja yang seorang ibu rumah tangga lakukan merupakan hal-hal yang penting agar para tulang punggung keluarga dapat mereproduksi kembali tenaganya sehingga dia dapat kembali bekerja di luar rumah. Kerja-kerja yang dilakukan oleh seorang ibu rumah tangga hadir untuk memastikan agar suaminya bisa secara sehat dapat pulang ke rumah dengan uang hasil jerih payahnya dari tempat kerja tersebut.

Disamping itu, pengertian bahwa kerja reproduksi bukanlah merupakan kerja, sangatlah diskriminatif terhadap para pekerja reproduksi. Hal tersebut mengukuhkan pandangan bahwa hanya laki-laki saja lah yang harusnya bekerja, sedangkan perempuan seharusnya melakukan kegiatan-kegiatan domestik saja di rumah. Hal ini mengukuhkan persepsi patriarki yang menjustifikasi laki-laki untuk melakukan apa saja terhadap orang yang tidak "bekerja" di dalam rumah tangganya. Hal ini juga yang menyebabkan kenapa kekerasan domestik selalu ada. Ketimpangan materil yang hadir disini menjadi justifikasi bagi laki-laki untuk bisa menjadi sosok dominan di dalam rumah tangga.

Kesimpulan

Berbagai hal yang menyubordinasi suatu kaum tertentu---dalam konteks tulisan ini adalah perempuan pekerja reproduksi---memiliki kepentingan yang berada di dalamnya. Subordinasi tersebut tidak muncul dalam ruang hampa. Ada alasan yang mendasari kenapa subordinasi itu penting untuk sistem yang lebih besar, yaitu kapitalisme. Konsep keluarga tradisional dan patriarki memiliki peran andil dalam mempertahankan atau mereproduksi ketidaksetaraan gender, dan salah satu cara untuk mempertahankan ketidaksetaraan tersebut adalah kekerasan domestik.

Selain kekerasasn domestik, hal tersebut bisa kita kaji menggunakan teori reproduksi sosial yang menekankan peran keluarga di dalam kapitalisme. Keluarga merupakan institusi penting karena aspek-aspek keluarga seperti ibu rumah tangga, dapat memproduksi---seperti melahirkan anak---dan reproduksi---seperti memasak, mencuci baju, dan berbagai hal kegiatan yang dilakukan untuk menunjang si suami yang bekerja di luar---tenaga kerja.

Pentingnya institusi keluarga tradisional menyebabkan institusi tersebut dijaga oleh sistem. Mekanisme pertahanan ketimpangan gender tersebut hadir dengan mempertahankan kultur patriarki yang secara dialektis memengaruhi dan dipengaruhi oleh keluarga. Sebagai imbas dari kultur patriarki, muncul dominasi laki-laki yang kemudian juga mereproduksi kekerasan domestik.

Daftar Pustaka

Bhattacharya, T. (Ed.). (2017). Social reproduction theory : remapping class, recentering oppression. Pluto Press.

Dabaghi, N., Amini-Rarani, M., & Nosratabadi, M. (2023). Investigating the relationship between socioeconomic status and domestic violence against women in Isfahan, Iran in 2021: A crosssectional study. Health Science Reports, 6(5). https://doi.org/10.1002/hsr2.1277

Fawole, O. I. (2008). Economic Violence To Women and Girls. Trauma, Violence, & Abuse, 9(3), 167--177. https://doi.org/10.1177/1524838008319255

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun