Mohon tunggu...
Rahsya NigitamaMuhammad
Rahsya NigitamaMuhammad Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Padjadjaran

Tertarik dengan isu gender, politik, dan pertentangan ideologi.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Reproduksi Sosial dan Kekerasan Domestik: Analisis Ekonomi Politik terhadap Budaya Kekerasan dalam Rumah Tangga

29 Desember 2023   14:00 Diperbarui: 29 Desember 2023   14:06 174
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Ketimpangan Kuasa dalam Keluarga dan Kekerasan Domestik

Untuk memahami relasi kuasa yang ada di dalam hubungan suami-istri, dibutuhkan pemahaman mengenai kekuasaan itu sendiri. Kekuasaan berkaitan dengan pengambilan keputusan. Menurut Dowding (1996) terdapat dua jenis kuasa, yaitu power to dan power over. Power to merupakan kemampuan seseorang menganalisis dan mengukur kemampuan diri sendiri untuk melakukan sesuatu, sedangkan Power Over merupakan kemampuan mengubah pelaku lain menghasilkan sesuatu. Kemudian melalui kacamata feminis, Cantor dan Bernay (1992) menjelaskan bahwa kekuasaan merupakan pengaturan nilai-nilai sosial dalam masyarakat yang tidak bertentangan dengan maskulinitas dan feminitas. Kekuasaan diperlukan untuk memahami bahwa dalam kehidupan material akan selalu terjadi penstrukturalan hubungan sosial-materi di mana semua insan dipaksa untuk berpartisipasi. Menurut Blood dan Wolfe, distribusi dan alokasi kekuasaan antara laki-laki dan perempuan dalam keluarga berhubungan erat dengan kebudayaan masyarakat dan sumber daya pribadi yang disumbangkan dalam perkawinan.

Dalam perkawinan, pola kekuasaan yang ada tidaklah setara. Menurut Eichler (1981) dalam Haryono (2000), ada empat pola ketergantungan ekonomi, di mana suami tidak bergantung pada istri dan istri bergantung penuh pada suami (dominan); Istri tidak tergantung suami dan suami tergantung penuh pada istri (dominan); Suami-istri saling bergantung (setara); dan suami-istri tidak saling bergantung (setara). Menurut Scanzoni (dalam Suleeman, 1999), pola perkawinan memiliki 4 macam, yaitu owner property di mana istri adalah milik suami, di mana tugas suami adalah mencari nafkah dan tugas istri melakukan kerja-kerja reproduksi di rumah; Head-complement di mana istri adalah pelengkap suami, di mana suami istri mengatur kehidupan bersama-sama, namun keputusan terakhir tetap berada di suami; Senior-junior partner di mana istri tetap sebagai pelengkap dengan tambahan sebagai teman suami dan istri pun bekerja dan memberikan sumbangan ekonomi sehingga tidak tergantung sepenuhnya kepada suami; dan Equal partner di mana tidak ada yang lebih tinggi atau lebih rendah dalam pola hubungan suami Istri.

Pola kekuasaan yang timpang di dalam hubungan suami-istri atau di dalam hubungan keluarga menciptakan berbagai permasalahan di dalam keluarga tersebut, termasuk kekerasan domestik. Kekerasan domestik, menurut United Nations adalah pola perilaku di dalam sebuah hubungan yang digunakan untuk mendapatkan atau mempertahankan kuasa dan kontrol dari pasangannya. Kaur dan Garg (2008) mendeskripsikan kekerasan domestik sebagai kekuasaan yang disalahgunakan oleh orang di dalam hubungan untuk mengontrol yang lain. Kekerasan tersebut terdiri dari kekerasan fisik, seksual, emosional, ekonomi, dan psikologikal yang mempengaruhi orang lain.

Susan Scheter dalam Kaur dan Garg (2008) pun mengelaborasi kembali bahwa kekerasan domestik bukan hanya sebuah perdebatan biasa. Kekerasan domestik adalah sebuah pola pemaksaan kontrol yang satu orang lakukan kepada yang lain. Pelaku kekerasan menggunakan kekerasan fisik dan seksual, pengancaman, hinaan emosional, dan pemiskinan ekonomi sebagai cara untuk mendominasi pasangannya.

Kekerasan domestik memiliki kaitan yang sangat signifikan dengan keadaan sosioekonomi keluarga. Dabaghi, Amini-Rarani, dan Nosratabadi (2021) menemukan bahwa terdapat sebuah hubungan yang signifikan antara status sosioekonomi dan kekerasan domestik terhadap perempuan di Isfahan, Iran. Temuan tersebut menyebutkan bahwa perempuan yang memilik status sosioekonomi bawah lebih rentan terhadap kekerasan domestik. Dalam penelitian tersebut, terdapat hubungan antara status sosioekonomi dengan kekerasan fisik ringan, kekerasan emosional, kekerasan seksual, dan kekerasan verbal, terkecuali kekerasan fisik berat.

Alasan dari beberapa kekerasan domestik yang dilakukan oleh pelaku, menurut Dabaghi, Amini-Rarani, dan Nostrabadi (Ibid) bermacam-macam. Kekerasan fisik ringan menurutnya dilakukan karena tekanan dari permasalahan ekonomi seperti memenuhi kebutuhan rumah tangga menyebabkan laki-laki menolak keinginan istrinya. Kondisi tersebut dapat menyebabkan pelaku kekerasan fisik kehilangan kesabaran, marah, cemas, dan berbagai macam emosi lainnya yang berpuncak pada kekerasan. Kekerasan verbal juga terjadi dalam masyarakat tradisional, dan dianggap lumrah oleh para korban kekerasan verbal di berbagai rumah tanggan di Isfahan.

Untuk menjawab pertanyaan inti pertama, kita harus memetakan keluarga atau rumah tangga seperti apa yang memiliki kecenderungan terjadinya kekerasan domestik. Apakah keadaan sosioekonomi keluarga berhubungan? Apakah nilai budaya yang dimiliki oleh baik pelaku atau korban kekerasan domestik memengaruhi adanya kekerasan domestik? Apa mekanisme yang menyebabkan nilai-nilai tersebut melumrahkan terjadinya kekerasan domestik? dan beberapa pertanyaan lainnya. Penelitian Dabaghi, Amini-Rarani, dan Nosratabadi (2021) mengonfirmasi bahwa terdapat keterkaitan yang signifikan antara status sosioekonomi dan kekerasan domestik. Perempuan yang rumah tangganya berada di kalangan bawah dalam status sosioekonomi memiliki kecenderungan lebih untuk mengalami kekerasan domestik. Perlu diketahui juga bahwa perempuan di dalam rumah tangga tersebut juga memiliki kecenderungan untuk bergantung pada pasangannya untuk dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari. Ketergantungan ini lah yang menciptakan relasi kuasa yang timpang dilihat dari sisi sosioekonomi. Keluarga yang bergantung pada gaji yang hanya didapatkan oleh suami di dalam sebuah keluarga menciptakan sebuah relasi kuasa yang timpang yang menyebabkan istri lebih bergantung kepada suaminya.

Kekerasan domestik juga erat kaitannya dengan dominasi laki-laki di dalam sebuah hubungan keluarga. Dominasi laki-laki tersebut dikukuhkan dengan kultur patriarki yang ada di Indonesia. Budaya patriarki menyatakan bahwa laki-laki merupakan seorang yang dominan dibandingkan perempuan. Laki-laki sebagai kepala keluarga memiliki kuasa lebih terhadap sumber daya ekonomi---di mana perempuan seringkali bergantung atas hal tersebut---serta pembagian kerja berdasarkan jenis kelamin di dalam keluarga. Budaya patriarki dicerminkan dengan berbagai lembaga atau institusi yang lebih mengakomodasi kepentingan laki-laki dibanding perempuan, seperti misalnya pembagian warisan yang timpang dan bias gender. Kultur patriarki pun tercemin dengan pemahaman agama yang cenderung lebih mengakomodir kepentingan laki-laki, salah satunya budaya islam yang patriarkis. Pemahaman agama yang patriarkis sangat berpengaruh terhadap pembentukan/penguatan budaya patriarkis di dunia muslim, termasuk Indonesia (Nirmala, 2015). Hal itu dapat ditinjau dari berbagai tafsir fiqih dan Qur'an yang dilakukan oleh laki-laki dan otomatis lebih mementingkan kepentingan laki-laki. Hal tersebut bisa dilihat dari pekerjaan yang tidak boleh dilakukan oleh perempuan seperti menjadi hakim dulu, dan dihimbau untuk menjadi ibu rumah tangga saja. Kemudian dalam budaya islam pun, perempuan tidak boleh menjadi pemimpin solat, pemimpin khutbah, dan sebagainya.

Nurmila (2015) menunjukkan keterkaitan kultur patrirarki dengan budaya islam. Tuturnya, hampir seluruh sejarah islam ditulis oleh laki-laki mengenai laki-laki. Hal itu pun tercermin dalam fiqih di mana perempuan hanya ditujukan untuk melaksanakan kegiatan atau pekerjaannya hanya di wilayah domestik. Tuturnya pula, konstruksi gender yang memiliki kecenderungan mendomestikasi perempuan terdapat dalam kitab fiqih Syarh Uqd al-Lujjayn yang artinya Etika Berumah Tangga. Buku tersebut membahas hak dan kewajiban para suami istri, yang isinya cenderung mensubordinasi perempuan. Tafsiran atas Qur'an pun biasanya ditafsir oleh laki-laki, seperti ketika Ibn Katsir menafsirkan surah an-nisa ayat 34, di mana dinyatakan bahwa peran laki-laki adalah sebagai pengayom, pemimpin, penguasa, hakim, dan pendidik perempuan jika perempuan membengkok. Nurmila (Ibid) menyatakan bahwa terdapat anggapan bahwa semua laki-laki lebih berpendidikan dan memiliki kemampuan lebih untuk berperan sebagai pendidik perempuan, padahal kenyataannya kemampuan laki-laki berbeda-beda dan belum tentu bisa menjadi pendidik perempuan "yang bengkok".

Kekerasan domestik juga memiliki pengaruh dari kebudayaan yang memiliki keterhubungan dengan nilai-nilai patriarki. Mshweshwe (2020) menemukan bawa kekerasan domestik di Afrika Selatan merupakan dampak dari rangkaian keterkaitan antara budaya, patriarki, dan konstruksi maskulin yang negatif. Kepercayaan-kepercayaan budaya yang patriarkis tersebut menunjukkan penekanan lelaki dan dominasi perempuan dilakukan melalui kekerasan domestik. Penelitian Mshweshwe (Ibid) berusaha menjelaskan bahwa hierarki gender dan peran normatif untuk yang masuklin dan feminin yang seringkali ada di kultur Afrika Selatan memiliki implikasi terhadap kekerasan domestik. Perbedaan riset ini dengan berbagai riset lain adalah bahwa penelitian ini mengiyakan bahwa norma-norma budaya dan lingkungan sosial memiliki pengaruh terhadap kekerasan domestik di Afrika Selatan dan bukan hanya karena patriarki saja. Terdapat adanya hierarki gender susah untuk diubah dan ditekankan melalui kultur untuk mempertahankan dominasi laki-laki di dalam keluarga.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun