"Benar dia ketua komunitas kalian? " Katanya mengarah kepada seorang laki-laki  bernama Aziz. Dia memang ketua komunitas kami tuan, aku dan teman-teman ku datang ke Kemah ini ikut rombongan komunitas ini.Â
"Iya bang" Kataku.Â
"Silahkan bereskan barang-barang kalian! Saya tidak sudi kalian berada di tempat ini! " Katanya padaku tuan.Â
Plukkk... Hatiku hancur tuan. Maksudnya, Kenapa? Ada apa dengan kami berempat kenapa kami harus di usir?Â
"Maaf Bang, kesalahan kami apa yah? " Kataku.Â
"Salah kalian karena datang kesini bersama dia. Dia telah menghina sastrawan. Dia tidak pantas ada disini! Tadi saya sudah usir dia sendiri. Tapi dia bawa bawa kalian" Kata panitia itu. Maksudnya Dia, adalah si Aziz.Â
Aku menarik napas. Mencoba berpikir positif mungkin ini hanya dinamika saja. Seperti yang kurasakan biasa, atau semacam prank. Jadi aku berusaha bicara dengan baik dengan panitia itu. Aku tak mau mengajak si Azizi itu bicara. Sedari awal aku tahu kalau dia salah. Tapi aku mau tahu apa yang menyebabkan kami semua yang harus Kemah getahnya.Â
"Mungkin dia tidak mau menghina, dia cuma kritis? " Kataku.Â
"Dia sudah menghina sastwan itu sengaja bukan kritis! " Kata Mas dengan nada tinggi.Â
Aku bisa merasakan kalau Mas itu tidak bohong. Dan si Aziz dia terus membisikkan ke telingaku dan ketiga temanku kalau dia tidak salah. Aku tak peduli dengan suaranya.Â
"Iya bang, kami akan beres-beres" Kataku tak mampu meredam air mata. Bagaimana mungkin aku bisa menahan air mata. Sedangkan aku amat terlampau jatuh cinta pada Kemah Sastra. Bagaimana malam di Kemah itu telah membawaku hanyut ke samudra syair yang indah. Tiba-tiba di pagi harinya. Aku di usir secara tidak hormat. Itu pun karena ulah seorang laki-laki yang aku mengira dia dewasa. Tapi malam itu, aku menyaksikan sendiri. Bagaimana sifat aslinya.Â