Mohon tunggu...
Rahmi Yanti
Rahmi Yanti Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Pengalaman adalah cerita-cerita di masa depan.

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

Peristiwa di Kemah Sastra Tuan

5 November 2024   23:00 Diperbarui: 5 November 2024   23:39 57
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Melihat air mataku yang jatuh. Si Aziz mencari kesempatan, dari tadi aku lihat dia sudah emosi denga para panitia. Tapi air mataku dijadikannya alasan. Sangat memalukan tuan! Ia bilang kalau aku menangis karena dibentak oleh panitia itu. Padahal aku menangis karena dia sendiri. 

Dia mendorong Mas sehingga anggotanya yang rata-rata anak gunung Muria dan akhirnya Aziz ia di gebukin. Aku tak tahan melihatnya, bukan karena aku membelanya. Tapi, aku manusia tuan. Mana mungkin aku biarkan orang lain mati di hadapanku. Sekalipun ia penjahat. Apalagi Aziz itu datang bersamaku. Aku tak bisa menahan teriakanku. Aku menjerit agar orang-orang memisahkan yang meng keroyok si Aziz itu. 

Akhirnya, mereka dipisahkan tuan. Dengan air mata yang tumpah di pipi jantungku berdegup kencang. Penasaran, bagaimana keadaan Aziz. Biar bagaimana pun. Dia adalah temanku. Lalu beberapa panitia datang ke kami berempat dan panitia itu menjelaskan apa kesalahan si Aziz. Ternyata tuan. Begitu menjijikan! Aku malu dan semalu-malunya. Apalagi aku tahu, aku dijadikannya alasan untuk kemarahannya sehingga dia menyerang Mas dan jadi dia yang dikeroyok teman-temannya Mas. 

Tuan aku ingin cerita. Kejadian itu sungguh seperti sinetron di Indosiar. Jika mengingatnya aku ingin sekali memukul si Aziz itu. Kalau saja waktu kembali. Maka aku lebih suka kalau dia mati saja. Karena apa tuan? Dengan setiap drama yang dibuatnya di Kemah Sastra. Dia tidak merasa bersalah. 

Malam setelah semua sampai di rumah masing-masing. Tepat pukul 11 malam, ibuku sudah tidur. Aku di telpon Mas, ternyata si Aziz biadab itu melapor ke polisi. Sungguh aku muak dengan dramanya pagi itu. Malamnya ia masih membuat drama. Tanpa berpikir panjang, aku keluar pelan-pelan dari rumah. Menyusuri gelap gulita nya malam. Sesekali berlari dan berjalan menuju kantor polisi. Aku menemui dia tuan, dia bilang tulang rusuknya patah. Aku bilang, kalau patah kenapa kamu tidak ke rumah sakit. Dia terdiam. Masih banyak ocehannya yang buat aku muak. Tapi tuan, sebagaimana aku tegas kepada dosen tua narsistik di kampus. Aku juga tegas kepadanya malam itu. Dengan tatapan tajam. Aku berkata kalau aku tak akan membela dia sedikit pun. Aku tahu yang sebenarnya. Aku akan berkata jujur tanpa neka-neko. Setelah itu tuan dia pun berusaha mencabut laporannya. Yang bahkan bum di tulis polisi laporan itu. Ia pulang, dan ingin mengantarkan ku pulang. 

Mana mungkin aku mau, setelah ia melakukan banyak drama dan menyeret-nyeret namaku tuan? Pun dia terus memanipulasiku dengan sikap baik. Padahal di belakangku dia berlaku bejat, sarkas, bahkan aku tahu kalau dia tak segan berkata pantang pada orang lain. Untungnya, aku sudah tahu tuan. 

Aku keluar dari komunitasnya, aku juga blokir nomornya, aku unfollow instagramnya. Tak ada tempat orang manipulatif di hidupku tuan. 

Tuan, mengapa ini harus terjadi padaku. Aku harus berjumpa dan kenal dengan orang-orang manipulatif seperti mereka. Sementara aku tak bisa sedikit pun bersama denganmu tuan. Mungkin sekarang kau sudah wisuda, mungkin kau dengan si Amel sedang berfoto ria gembira. Atau jangan-jangan kalian berdua sudah menikah tuan? 

Sementara aku tuan, terus Allah kasih kejutan hidup. Aku belum lulus dan akhirnya aku menjadi mahasiswa abadi. Kuharap kau dan Amelmu tak menertawakanku tuan. Karena kamu tahu betul kalau aku bukan mahasiswa pemalas! Aku hanya tersesat dengan banyak drama yang orang-orang buat. Hingga menjeratku  kemana-mana. 

Tuan, mungkin kau tengah duduk di cafe sekarang bersantai ria gembira dengan Amel mungkin. Sementara aku tuan, aku tengah terbaring di rumah sakit. Beberapa minggu setelah Kemah Sastra aku sakit perut parah. Aku dilarikan ke rumah sakit. Mungkin waktuku sudah tidak lama tuan.

Tuan, kalau pun nanti aku masih hidup 60 tahun lagi. Do'akan aku menemukan orang yang Allah siapkan untukku. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun