"Berarti seharusnya tidak ada peluamg buat dia membacanya. Jika dia membacanya, itu memang atas kehendak Allah. Sebab, kamu memang penulis. Tanpa, dia pun kamu sudah menulis kan? Kalau pun dia merasa itu sinyal untuknya. Maka, itu adalah kehendak Allah."Â
Aku mengagukkan kepala. *
Suara desir hujan yang amat deras mejadi melodi dalam kesendirianku di ruang yang penuh dengan tumpukan buku ini. Tiba-tiba Alisya mengirim pesan padaku.
"Aku sudah kenal dengan Amel, Dia cantik, penampilannya apik seperti muslimah pada umumnya. Jilbab menutupi dada, dan pakai kaos kaki. Hanya saja, matanya agak songong"ucapnya.
"Wkwkkw...jangan soudzon" kataku, mengirim emoj tertawa.Â
"Alhamdulillah kalau begitu. Aku senang mendengarnya " sambungku.Â
"Dia masih sering labrak kamu?" Tanya Alisya.Â
"Tidak lagi. Sepertinya Amel itu orang baik. Aku saja yang berprasangka terhadap chatingannya yang berkesan melabrak" kataku berpikir positif. Â
"Kata temanku, dia di luar kayak cewek biasa. Ya, berjilbab pun dililit. Gak pke kaos kaki juga. Â Cuman, waktu aku jumpa sama si Amel, dia lagi mau ke rumah Naza" kata Alisya.Â
Wajahku seketika mengerut. Roda dalam otakku, tengah berputar-putar. Mencoba memahami situasi.Â
"Dia ngapain ke rumah Naza?"