Kaum empirisme mengklaim bahwa diluar metode mereka  bukanlah wilayah ilmu pengetahuan. Para tokoh-tokoh kaum empiris paling utama dan berpengaruh yakni, Francis Bacon (m. 1626), John Locke (m. 1704), David Hume (m. 1776) dan George Barkeley (m. 1753), Pemikiran mereka lah yang kemudian menjadi fondasi awal  kaum empirisme.
Hingga positivisme Augus Comte (m. 1857) sampai abad 20 lahir positivisme logis yang mengklaim kebenaran ilmu pengetahuan berdasarkan induksi. Reaksi pemikiran kaum empirisme mendapatkan respons yang cukup kuat, apa lagi dengan gugatan mereka terhadap pemikiran metafisika.
Karena hegemoni kaum empirisme semakin meluas terutama dalam bidang ilmu pengetahuan, tampilnya Karl Popper (1902-1994) dan Edmund Husserl (m. 1938) dan Martin Heidegger (1889-1976) untuk menepis hegemoni tersebut. Sebenarnya posisi kaum empiris dalam menolak rasional-deduksi secara implisit bukan lah yang menjadi bukti argumentasi mereka. Seperti yang kita lihat Newton dan para filsuf matematikawan yang telah kita jelaskan sebelumnya, menggunakan rasional-deduksi matematika dalam penemuannya terhadap matematika  dan sains.
Sehingga perkembangan sains dan matematika sangat erat kaitannya. Metode induktif dan deduktif merupakan metode matematika dan filsafat. Perlu diketahui bahwa metode induktif, tidak lepas dari pemikiran rasional. Sebab analisis pada induksi dari pemikiran khusus ke umum adalah suatu proses kerja akal (rasional) dalam menarik kesimpulan atas fakta-fakta empiris, ia bukan lah murni empiris seperti klaim mereka.
Dua model induksi dan deduksi adalah bagian dari matematika, sehingga jika mereka kaum empiris menolak rasional-deduksi maka secara tidak langsung, mereka menolak matematika. Dan itu tidak mungkin, sebab kaum empiris banyak dilatarbelakangi oleh ahli matematika.
"Matematika mempunyai peranan penting dalam berpikir deduktif sedangkan statistika mempunyai peranan penting dalam berpikir induktif. Oleh karena itu, tidak bisa dipungkiri bahwa matematika merupakan ilmu pengetahuan (science) yang terbagi menjadi ilmu formal dan ilmu faktawi (factual science)", tutur Haryono. [16]
Dengan demikian pemikiran logis matematika dan filosofis filsafat dalam metode kedua ilmu ini adalah sama, baik itu deduktif mau pun induktif. Lieng Gie menuturkan bahwa filsafat dan matematika merupakan dua bidang pengetahuan rasional yang memiliki hubungan yang sangat erat dan tidak diragukan lagi (saling berkaitan). Karena menurutnya filsafat dan geometri lahir dari pemikir yang sama. [17]
Baqir Shadr dalam merespon klaim induksi kaum empirisme, bahwa mereka menjelaskan induksi keluar dari asasnya yakni, empiris. Sebab mereka (kaum empiris) dalam menjelaskan induksi penuh dengan muatan rasional dan psikologis. Seperti induksi J.S. Mil dengan prinsip kepastian, Russel dengan probabilitas yang klaim kebutuhan induksi pada dalil rasional dan psikologi dari Hume. [18]
Baqir Shadr dalam merespon induksi Barat menggunakan motode induksi matematika dalam mengetahui hukum kausalitas ilmiah. Pembuktian pada induksi itu kaitan erat dengan data, fakta yang kemudian dirumuskan melalui logika matematika, disjungsi, konjungsi dan implikasi. [19] Â Baqir ingin menjelaskan bahwa hubungan filsafat dan sains bukan lah suatu yang bertentangan. Terlebih lagi, ia menggunakan logika matematika dalam kaitannya dengan filsafat.
Sebenarnya dalam pemikiran manusia, ketika berargumentasi dan menarik suatu kesimpulan tidak lah lepas dari muatan rasional dan filosofis. Karena pada bagian argumentasi memiliki kekhasan  tersendiri, Baqir Shadr memetakan sebuah argumentasi dalam tiga kategori, yakni Argumentasi filosofis, matematika dan ilmiah, [20] yang memang memiliki ciri yang berbeda tapi dalam penerapannya ia membutuhkan dalil rasional.
Dengan demikian, matematika dan filsafat bukan lah dua ilmu yang saling bertentangan. Metode induktif dan deduktif merupakan prosedur cara ilmu tersebut dijalankan. Oleh karena itu, filsafat dan sains saling berhubungan satu dengan yang lainnya. Anggapan bahwa filsafat dan sains suatu hal yang terpisah bukan lah suatu sikap yang objektif terhadap perkembangan ilmu pengetahuan.Â