Mohon tunggu...
Rahmatullah Aziz
Rahmatullah Aziz Mohon Tunggu... -

Hanya seorang yang tertarik pada bidang kesehatan, narkoba, HIV/AIDS, pendidikan tinggi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

''Ibda Binafsik'', Mulailah dari Diri Sendiri

9 Januari 2018   15:15 Diperbarui: 9 Januari 2018   23:03 15383
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mulailah dari diri sendiri. Mengapa? Mahatma Gandhi berujar "If you want to change  the world, start with yourself". Jauh sebelum Mahatma Gandhi, Al Quran telah menyebutnya, bahkan Nabi Muhammad SAW pun menyebutnya, "Ibda' binafsik tsumma man ta'ulu",  mulai lah dari diri sendiri, kemudian orang di sekitarmu. Untuk  melakukan perubahan, fokuslah pada diri sendiri, baru kemudian  diperluas.
Beberapa point yang dapat kita gali dari hadits di atas adalah:

1. Innamal a'malu bin niyaat

Sesungguhnya semua amal perbuatan itu tergantung dari niatnya.
Niat siapa?
Tentu niat kita sendiri.

Niat seperti apa?
Untuk beberapa jenis ibadah, niat ada yang berpendapat sunnah untuk dilafadzkan, tetapi niat dalam hati itu wajib.

Niat untuk apa?
Nah ini yang sering masih kita lakukan secara keliru, ibadah yang  sempurna sekalipun, bila niatnya adalah untuk terlihat alim, sholih, dan  islami, tentu ibadahnya akan menjadi riya. Oleh karenanya, niat untuk  ibadah itu harus diluruskan. Untuk level saya, mungkin ibadah masih  diniatkan untuk memperoleh pahala...

Mudah-mudahan saya bisa berniat ibadah sampai levelnya Sayyidah Rabi'ah Al- Adawiyyah, yang ber syair :

~ Tuhanku,  tenggelamkan aku dalam lautan cinta-Mu...Hingga tak ada sesuatu pun yang  menggangguku dalam jumpa-Mu ~ ~ Ya Allah, jika aku menyembah-Mu, karena  takut neraka, bakarlah aku di dalamnya...Dan jika aku menyembah-Mu, karena  mengharap surga, campakkanlah aku darinya...Tetapi, jika aku menyembah-Mu  demi Engkau semata, janganlah Engkau enggan memperlihatkan wajah-Mu  yang abadi padaku.

Dan pada suatu saat beliau membawa air di  tangan kiri dan obor di tangan kanan, ketika orang bertanya "Ke mana  engkau akan pergi Rabi'ah?", beliau menjawab "Aku mau ke langit, untuk  membakar surga dan memadamkan api neraka, agar keduanya tak menjadi  sebab manusia menyembah-Nya. Sekiranya Allah tak menciptakan pahala dan  siksa, masih adakah diantara mereka yang menyembah-Nya?"

2. Akhlaq yang baik

Apa yang dimaksud  dengan akhlaq yang baik? Yaitu akhlaq -- atau budi pekerti menurut KBBI --  yang disuritauladani oleh Rasulullah Muhammad SAW. Seperti yang  termaktub pada Al-Qur'an surat Al-Ahzab, 33: 21:

Sesungguhnya telah  ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu)  bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat  dan dia banyak menyebut Allah.

dan Rasulullah sendiri bersabda:

Dari Abu Hurairah, Rasul saw. bersabda: Sesungguhnya aku diutus guna menyempurnakan kebaikan akhlak. (H.R. Ahmad, 8595).

Akhlaq seperti apa yang dicontohkan Rasulullah SAW? Nilai-nilai ini  disebut secara jelas dalam al-Qur'an dan Sunnah Rasulullah SAW, di  antaranya adalah zuhud, tawakkal, ikhlash, tawadhdhu', ketulusan, rahmat  dan kasih sayang, amanat, kejujuran, kesungguhan, lapang dada dan  toleransi, sabar, rasa malu, harga diri/kemuliaan, menghargai waktu, dan  banyak lagi akhlaq terpuji dan baik yang dicontohkan oleh Rasulullah  SAW, terutama dalam hal mu'amalah dan hubungan sosial, baik itu sesama  muslim ataupun dengan non muslim.

Hal ini berkaitan juga  dengan dakwah bil hal, yang bukan berarti mengesampingkan dakwah bil  lisan yang tentu bisa memotivasi orang dengan kata-kata, tapi juga  dakwah bil hal ini dicontohkan oleh Rasulullah SAW sendiri, jika  Rasulullah SAW menganjurkan ibadah malam, maka Rasulullah adalah orang  yang paling rajin beribadah malam, begitupun shodaqoh yang sangat  dianjurkan oleh Rasulullah SAW, beliau merupakan orang yang paling rajin  shodaqoh. Sehingga bila kita mendengar ada ulama yang menganjurkan  untuk berbuat santun, misalnya, tentu dakwah bil lisan seperti itu akan  jauh lebih baik bila disertai dengan contoh nyata perilaku dari ulama  tersebut.

3. Perubahan harus dimulai dari diri sendiri

Bagi manusia ada  malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di  belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah  tidak merubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang  ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan  terhadap sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya; dan  sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia. (Ar-Ra'd: 11).

Dari firman tersebut, jelas disebutkan bahwa semuanya kembali kepada  diri-sendiri bila ingin melakukan perubahan yang besar. Ubahlah diri  sendiri sebelum berusaha mengubah yang lain. Ingin isteri atau anak  rajin sholat, misalnya, tentu ajakan kita akan diabaikan bila kita  sendiri tidak rajin sholat. Mengajarkan adab pada orang lain, tentunya  kita harus menerapkan apa yang akan kita sampaikan terlebih dahulu.

 

4. Jihad melawan hawa nafsu

   Kalian semua pulang  dari sebuah pertempuran kecil menuju pertempuran besar. Lalu ditanyakan  kepada Rasulullah saw. Apakah pertempuran besar wahai Rasulullah? Rasul  menjawab "jihad (memerangi) hawa nafsu.

Hawa nafsu adalah suatu  kekuatan dari dalam diri yang menyimpan potensi merusak dan membuat  jiwa resah, gelisah, dan tidak pernah tenang. Para ulama sering  membandingkan hawa nafsu dengan binatang liar. Siapa pun yang  menjinakkan hawa nafsunya, dia akan tenang dan mampu menggunakan  nafsunya untuk melakukan aktivitas dan/atau mencapai tujuan-tujuan  luhur. Sebaliknya, siapa pun yang dikuasai hawa nafsunya, dia akan  gelisah dan ditunggangi oleh hawa nafsunya, dan membahayakan dirinya dan  orang lain.

Betapa beratnya, kita  harus melawan diri kita sendiri. Hal ini membuat para sahabat yang  mendengarnya terdiam. Ya, melawan hawa nafsu berarti melawan keinginan  untuk hidup enak, melawan keinginan untuk bermewah-mewah duniawi,  melawan keinginan untuk menjadi egois, tidak ikhlas, sombong, riya, dan  hal lain yang bisa menghambat laju kita mendekatkan diri pada Allah SWT.

 

Jadi, untuk melaksanakan Islam secara  kaffah, semuanya harus dimulai dari diri sendiri. Niat ibadah, jangan  sampai menjadi niat riya, niat memanjangkan jenggot adalah karena ingin  mengikuti sunnah, jangan sampai karena ingin terlihat orang lain ingin  mengikuti sunnah. Niat untuk bershodaqoh jangan sampai menjadi niat  untuk takabbur. Selanjutnya, sebelum mengkritik orang lain atas  akhlaqnya, kritik dahulu diri sendiri, apakah akhlaq kita sudah baik?  Sebelum dakwah ke orang lain secara bil lisan, dakwahlah dahulu secara bil hal,  tunjukkan bahwa kita sudah berakhlaq baik, apakah itu terhadap  keluarga, sesama muslim lain, sesama manusia, dan sesama makhluq Allah  SWT. Lakukan perubahan pada diri sendiri dahulu, baru berusaha untuk  melakukan perubahan pada orang lain. Bagaimana caranya? Perangilah hawa  nafsu, sehingga bukan kita yang dikendalikan hawa nafsu, tapi hawa nafsu  yang kita kendalikan.

Mudah-mudahan kita diberikan kemudahan oleh Allah SWT untuk dapat menerapkan hal di atas dalam kehidupan kita. Aamiin.

Ini pertama kalinya saya mencoba menulis di Kompasiana.

Tulisan ini dimuat di blog pribadi saya:

https://rahmattz.wordpress.com

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun