"Mungkin burungnya tak bangun, padahal Ia sudah terlanjur membayar mahal lontenya!" Maul mengumpat pelan membalas caci maki Tuan Saleh, seraya berlalu ke dapur.
Tuan Saleh selalu datang bersama dua pengawal yang tinggi besar, berpakaian hitam dan berkacamata hitam, biasa mengambil tempat duduk di pojok kedai, terpisah dengan tempat duduk Tuan Saleh yang selalu memilih duduk sendiri.
***
Suatu sore, Khan melihat perubahan Tuan Saleh. Tuan Saleh terlihat sangat akrab dengan Maul, ia tak pernah lagi membentak, bahkan sangat rajin menghadiahi ketiganya dengan sebungkus rokok kretek yang dititipkan ke Maul.
"Kenapa Tuan Saleh tiba-tiba berubah menjadi sangat baik, terutama ketika mengajakmu bicara, Ul?" Khan bertanya sesaat setelah Tuan Saleh beranjak pergi, tak kuasa menahan rasa penasarannya dengan perubahan sikap Tuan Saleh.
Maul tak menjawab. Ia meneruskan pekerjaannya mencuci cangkir bekas kopi yang menumpuk.
"Maul!!!" Suara Khan meninggi.
"Aku tak tahu, tugasku hanyalah menyeduh kopi dan menyajikannya sesuai permintaan pengunjung, dengan harapan mereka semua senang. Tak lebih!" Maul menjawab datar.
Khan tentu saja tak puas dengan jawaban Maul. Suatu sore, ketika Tuan Saleh berkunjung dan sedang berbicara serius dengan Maul, Ia mengajak Iyan untuk menguping pembicaraan Tuan Saleh dan Maul. Dan, tentu saja bukan pekerjaan yang sulit bagi mereka untuk tahu, karena Tuan Saleh memang selalu mengajak Maul bicara di sudut kedai, sehingga mereka bisa mempersiapkan kemungkinan terbaik untuk menguping pembicaraan penting itu.
Dan berhasil.
Akhirnya mereka paham, alasan mengapa Tuan Saleh mendadak baik, terutama kepada Maul. Penyebabnya adalah handphone miliknya yang waktu itu tertinggal. Ternyata, diam-diam Maul membukanya, membaca pesan, melihat galeri dan menemukan video pribadi Tuan Saleh bersama teman perempuan selingkuhannya, termasuk rekaman pembicaraan-pembicaraan Tuan Saleh soal proyek dan uang-uang setoran.