Candik Ayu di Pucuk Bumi
Sore itu di hari pertama kemping, Wanto berteriak-teriak. "Kebakaran, kebakaran!"
Tentu saja hal itu membuat tiga temannya bergegas menghampirinya yang berada di bibir dataran. Pemandangan ke depan langsung berhadapan dengan cakrawala, sementara pemandangan ke bawah merupakan tanah curam penuh semak belukar dan menampilkan celah-celah gelap, lembah yang tertutup rimbunan pepohonan.
"Lihat! Ufuk barat kebakaran. Apinya sampai ke langit, banyak awan yang hitam terbakar."Â
Kembali dia berteriak sambil memukul-mukul bahu Riko yang kesal dengan tingkah konyol temannya. Riko tahu maksud Wanto. Sunset yang ingin dia saksikan bersama.
"Woy! Ayo kumpul di sana, gua dapet angle bagus, nih!" teriak Wanto.
Kembali dia berkata dengan suara keras. Padahal tiga orang sudah berada dekat dirinya. Kali ini dia sibuk menancapkan tripod pada tanah yang tidak datar benar.Â
"Itu temanmu, Ko?" tanya Sigit.
"Kagak, tau. Boleh nemu di Curug, tadi," seloroh Riko.
"Ayo! ... Satu!" teriak Wanto sambil berlari mengapit Sigit dan Woro, teman wanitanya.