Akan aneh jika kita kemudian mengatakan bahwa mereka kampungan, wong ndeso, tidak mengikuti kebanyakan orang modern. Bisa jadi karena kita sudah mengeluarkan biaya untuk ke sana hingga kita berani berkata demikian.
Perkampungan, suasana pedesaan, keadaan lingkungan yang minim tembok semen, bebas dari polusi-polusi menjadi tujuan untuk kembali. Bernostalgia pada alam, bukan pada buatan manusia.
Kita kerap ingin menjadi turis, meski di kampung halaman sendiri. Namun kita juga tidak jarang berlagak  menjadi tuan rumah di kampung orang, hanya karena kantong kita.Â
Bukan rahasia lagi bahwa orang kampung juga memiliki keinginan-keinginan yang disaksikannya melalui media terutama media elektronik. Mata menjadi sumber utama perubahan persepsi.Â
Sudah semestinya wajah-wajah kampung tidak ditampilkan dengan kesan kampungan. Terlebih wajah lokal kerap terpinggirkan oleh wajah-wajah blasteran dengan dalih cameraface, good looking, padahal tepatnya wajah yang menjual, muka komersial, yang merusak wajah pedesaan.Â
Banyak perkampungan tidak lagi bernuansa pedesaan, muka kampung berlagak perkotaan. Masih berstatus pemerintahan desa tapi kerapatan penduduk dan tata ruang seperti pemukiman kumuh di kota metropolitan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H