Mohon tunggu...
Rahmat Sahid
Rahmat Sahid Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis

Wong Kebumen, ceker nang Jakarta, kandang nang Bekasi, Penulis Buku Sisi Lain pak Taufiq & Bu Mega, Penulis Buku Ensiklopedia Keislaman Bung Karno

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Masjid di Indonesia dengan Sentuhan Arsitektur Bung Karno

26 Januari 2021   22:39 Diperbarui: 26 Januari 2021   22:53 872
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kecintaan Bung Karno kepada Islam salah satunya diperlihatkan melalui kedekatan dengan masjid. Di Indonesia, ada beberapa masjid yang punya jejak arsitektur Bung Karno. Baik itu dalam kaitan sejarah pra kemerdekaan, hingga setelah Indonesia merdeka.

Sebagai seorang artsitek dan seniman, Bung Karno juga mengetahui dan paham bagaimana seharusnya rumah ibadah itu berdiri dan dibangun. Dalam masa pemerintahannya, Bung Karno tidak hanya berkontribusi dalam menyetujui pembangunan masjid, namun juga memperhatikan arsitektur, seni dan kekohohan bangunan rumah ibadah itu.

Berikut ini beberapa masjid di Indonesia yang terdapat sentuhan arsitektur Bung Karno, yang dirangkum dari https://bungkarno.id/ :

Masjid Istiqlal

Masjid Istiqlal punya makna kemerdekaan. Karenanya, masjid tersebut tidak hanya dibangun megah, namun Bung Karno juga ingin bangunannya kuat dan bisa bertahan beberapa abad lamanya. Bung Karno tidak hanya membangun fisiknya, namun juga terlibat dalam meletakkan nilai-nilai filosofis serta dalam menentukan lokasi masjid.

Awalnya, masjid ini diusulkan untuk didirikan di daerah Thamrin Jakarta Pusat, dengan pertimbangan bahwa  Thamrin termasuk kawasan permukiman yang dinilai cocok untuk menjadi tempat berdirinya suatu masjid yang besar. Namun Bung Karno memilih lokasi yang saat itu masih berdiri taman Wilhelmina. Maka, kemudian diputuskan lah pembangunan Masjid Istiqlal di lokasi bekas benteng Belanda Frederick Hendrik yang dibangun Gubernur Jenderal Van Den Bosch pada tahun 1834. Lokasi ini berdampingan dengan Gereja Katedral, rumah ibadah Umat Katolik, sehingga Istiqlal dan Katedral bisa menjadi salah satu simbol toleransi.

Kesepakatan membangun Masjid Istiqlal terjadi pada 7 Desember 1954. Anwar Tjokroaminoto dari Partai Syarikat Islam ditunjuk sebagai ketua Yayasan Masjid Istiqlal. Presiden Soekarno sendiri yang kemudian ditunjuk sebagai ketua dewan juri untuk menentukan rancangan Istiqlal. Bahkan, Bung Karno memimpin pembangunan Masjid Istiqlal pada 1966 berdasarkan Surat Keputusan Nomor 78/1966. Adapun Sri Sultan Hamengkubuwono IX, Adam Malik dan Jenderal AH Nasution tercatat sebagai wakilnya.

Sementara itu dari sisi arsitek, dipililah Frederich Silaban, seorang arsitek beragama Kristen Protestan. Frederich dipilih melalui sebuah sayembara yang tim jurinya dipimpin sendiri oleh Bung karno yang juga seorang arsitek. Frederich mampu meyakinkan para juri sehingga karyanya yang dipilih sekaligus ia mendapapatkan medali emas seberat 75 gram dan uang tunai Rp 25.000.

Masjid Baiturrahim Istana Merdeka

Masjid Baiturrahin berada yang berada di lingkungan Istana Merdeka Jakarta prosesnya berlangsung sejak 1959 hingga tahun 1961 atas prakarsa Presiden Soekarno. Bentuknya mungil yaitu sekitar 605 meter persegi. Walaupun begitu, masjid Baiturrahim sudah cukup untuk menunjang berbagai aktivitas ibadah orang-orang yang beraktivitas di Istana, termasuk Persiden. Lokasi yang dipakai untuk mendirikan masjid ini dulunya adalah lapangan tenis. 

Bung Karno menginginkan masjid ini sejajar dengan Istana Merdeka. Namun sebelum itu ia terlebih dahulu berkonsultasi dengan ayah dari Habib Abdurrahkam Al Habsyi Kwitang dan KH Sidiq Fauzi dari Kuningan. Kedua ulama itu kemudian membolehkan masjid tetap sejajar dengan bangunan istana yang sudah ada terlebih dahulu, namun arahnya harus sesuai dengan kiblat.

Bung Karno menunjuk R.M Soedarsono sebagai arsitek masjid tersebut. R.M Soedarsono sendiri merupakan arsitek yang pernah membangun monumen-monumen penting di Jakarta seperti Monumen Nasional (Monas) dan Museum Sejarah. Pembangunan masjid ini juga langsung di bawah pengawasan Bung Karno. Bahkan Sang Presiden juga ikut mengambil bagian dengan menyusun nuansa struktur bangunan yang lekat dengan nuansa Jawa-Bali. Masjid Baiturrahim memiliki satu kubah dan satu menara. Pintu masjid dibuat transparan, dan terukir ayat-ayat Al-Quran. Seluruh bangunan dicat warna putih. Dinding masjid ini hanya ditutupi oleh kaca tebal yang dibalut ukiran-ukiran dan ayat Al-Quran.

 Masjid Syuhada Yogyakarta

Masjid Syuhada yang terletak di Kelurahan Kotabaru, Kecamatan Gondokusuman, merupakan salah satu tempat ibadah umat Islam yang terkenal di Yogyakarta. Popularitas masjid ini setara dengan masjid keraton yang tak terletak di jauh dari Keraton Yogyakarta, tempat Sultan Yogyakarta tinggal.

Sesuai dengan namanya, masjid ini didirikan untuk mengenang para pejuang atau para syuhada dalam Bahasa Arab. Pembangunannya pun memiliki sejarahnya sendiri. Kala itu, Jepang menyerah pada Sekutu dan Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya, pada 17 Agustus 1945. Jepang tetap tak mau mau segera menyerahkan kekuasaan di republik ini, sehingga kemudian ada aksi pengambilalihan perusahaan-perusahaan, pabrik-pabrik, dan jawatan-jawatan yang semula masih di tangan asing. Puncaknya pada 7 Oktober 1945 pemuda-pemuda dan masyarakat Yogyakarta menyerbu Jepang di Kotabaru. Penyerbuan itu membuat para pejuang gugur. Maka untuk memperingatinya dibangunkan masjid Syuhada.

Bung Karno ingin memperingati gugurnya pada 'Syuhada' itu dengan adanya pembangunan masjid. Maka kemudian panitia dibentuk dan diketuai Mr. Sa'ad. Sementara lokasinya disetujui oleh Sri Sultan Hamengku Buwono IX. Kemudian dihimpunlah sumbangan dana untuk pembangunan.

Hal yang sangat menggembirakan panitia adalah, selain ada sumbangan moril dari Bung Karno, juga ada sumbangan materiil. Sumbangan materiil yang dimaksud adalah uang sejumlah Rp 100 ribu untuk kemudian dibuat kubah persada. Acara peletakan batu pertama dilakukan pada 23 September 1950 bertepatan dengan Hari Raya Idul Adha dan diresmikan pada 20 September 1952. Bung karno bersama para menteri hadir dalam peresmian masjid itu. Hadir juga Duta Besar Mesir, ketua usaha antara lain Pakistan, kuasa usaha Saudi Arabia, presiden direktur Javanesche Bank Syafruddin Prawiranegara, dan lain-lain.

 Masjid PERSIS Bandung

Masjid Persis (Pesantren Persatuan Islam) yang terletak Jl. Perintis Kemerdekaan merupakan masjid yang dirancang sendiri oleh Bung Karno. Hal ini terlihat dari sebuah piagam "The President Sukarno Heritage List" yang dikeluarkan lembaga yang menyebutkan Masjid Persis adalah salah satu warisan Bung Karno.

Masjid yang didirikan pada 1935 ini termasuk masjid tertua di Bandung. Soekarno mendirikan masjid ini karena terispirasi dari Pemimpin Sarekat Islam, Hadji Oemar Said (HOS) Tjokroaminoto, yang tak lain adalah guru Bung karno. Ia ingin masjid ini bisa menuruskan perjuangan sang guru yang melahirkan banyak tokoh pendiri bangsa tersebut.

Masjid ini pernah mengalami renovasi besar-besaran pada 1955, namun juga tidak mengubah menara masjid. Menara itulah warisan Bung Karno untuk masjid ini. Masjid Persis juga pernah direnovasi pada 1977, karena sudah tidak menampung banyaknya jemaah yang datang beribadah. Renovasi itu pun tidak mengubah menara masjid yang memang sudah menjadi cirinya dan warisan Bung Karno tersebut.

Masjid Jamik Bengkulu

Masjid Jamik Bengkulu terletak di Jalan Soeprapto, Masjid ini pada awalnya dibangun di kelurahan Kampung Bajak, dekat dengan lokasi pemakaman Sentot Ali Basya, teman seperjuangan Pangeran Diponegoro yang dibuang Belanda ke Bengkulu. Masjid ini sebenarnya sudah berdiri sebelum Bung Karno diasingkan ke Bengkulu pada 1934. Bahkan masjid sudah berdiri di abad ke-18. Lokasi pada awal abad ke-19 kemudian dipindahkan Jalan Soeprapto, Kota Bengkulu.

Pada masa pembuangan di Bengkulu itu, Bung Karno ikut merenovasinya dengan membuat rancangan bangunnya sendiri. Dapat dikatakan, bangunan Masjid Jami' Bengkulu yang ada sekarang adalah hasil guratan tangan proklamator ini.

Bung Karno memanfaatkan betul waktu pengasingannya itu untuk berkontribusi untuk Bengkulu. Ia misalnya mengajar di Sekolah Muhammadiyah Bengkulu. Sementara sebagai seorang insinyur sipil, ia berinisiatif untuk merenovasi masjid tua yang sudah bocor dan sering becek pada musim hujan kala itu.

Biaya untuk renovasi dihimpun sendiri oleh masyarakat. Mereka juga bergotong royong mengambil material bangunan seperti pasir, batu dan lainnya dari desa Air Dingin, Rejang Lebong, Bengkulu Utara.

Bung Karno membuang semua bentuk lama masjid. Ada bagian yang dipertahankan yaitu dinding yang ditinggikan sekitar dua meter dan lantainya 30 cm . Bagian yang dirancang Bung Karno adalah bagian atap dan tiang masjid. Atap masjid berbentuk tiga lapis yang melambangkan Iman, Islam dan Ikhsan. Masjid ini juga dihiasi dengan ukiran ayat al-Qur'an dan pahatan berbentuk sulur dengan cat warna kuning emas gading.

Masjid dibagi menjadi tiga bagian yaitu ruang utama untuk sholat, serambi masjid dan tempat berwudhu. Di Bengkulu, Bung Karno tidak hanya membuat rancangan Masjid Jami, namun juga merancang empat rumah tinggal, tapi hanya dua diantaranya yang dibangun.

Masjid Raya Bandung

Masjid Raya Bandung kini menjadi salah satu tujuan wisata di Paris Van Java tersebut. Sejumlah renovasi pernah dilakukan untuk masjid yang didikan pertama kali di tahun 1810 tersebut. Salah satu renovasi dilakukan pada 1955, atau menjelang digelarnya Konferensi Asia Afrika (KAA), sebuah peretemuan antara negara Non Blok yang sangat bersejarah di dunia. Saat itu ada perubahan bentuk kubah yang limas menjadi kubah persegi empat menyerupai bawang.

Sebagaimana dilansir dari situs Kemenag.go.id, perubahan tersebut merupakan hasil rancangan Presiden RI pertama, Soekarno. Saat itu menara di kiri dan kanan masjid serta pawestren berikut teras depan dibongkar sehingga ruangan masjid hanyalah sebuah ruangan besar dengan halaman masjid yang sangat sempit. Keberadaan Masjid Agung Bandung yang baru waktu itu digunakan untuk shalat para tamu peserta Konferensi Asia Afrika.

Namun sayang, kubah berbentuk bawang rancangan Sukarno hanya bertahan sekitar 15 tahun. Saat tahun 1967 terjadi musibah angin kencang yang menimbulkan kerusakan, sehingga kemudian kubah bawang diganti dengan bentuk bukan bawang lagi pada tahun 1970.

Perubahan besar-besaran lagi terjadi pada 1973, saat itu berdasarkan SK GubernurJawa Barat tahun 1973, masjid ini diperluas dan dibuat bertingkat. Terdapat ruang basement sebagai tempat wudlu, lantai dasar tempat shalat utama dan kantor DKM serta lantai atas difungsikan untuk mezanin yang berhubungan langsung dengan serambi luar. Di depan masjid dibangun menara baru dengan ornamen logam berbentuk bulat seperti bawang dan atap kubah masjid berbentuk Joglo.

Saat ini setelah adanya renovasi tersebut, Masjid Raya Bandung memiliki dua menara kembar di sisi kanan dan kiri masjid setinggi 81 meter yang selalu dibuka untuk umum setiap sabtu dan minggu. Kini luas tanah keseluruhan masjid adalah 23.448 m dengan luas bangunan 8.575 m dan dapat menampung sekitar 13.000 jamaah.

Masjid Raya Sengkang

Masjid Raya Sengkang, di Wajo, Sulawesi Selatan dikenal sebagai salah satu ikon kota yang banyak dikungjungi wisatawan. Masjid ini mempunyai sejarah dengan Bung Karno, dimana peletakan batu pertama pembangunan dilakukan oleh Bung Karno langsung pada 12 Desember 1955. Bung Karno sendiri sengaja memilih angka unik dalam menentukan waktu peletakan batu, yakni jam 12.00 tanggal 12 bulan 12. Menariknya lagi, Bung Karno disebut menunjukkan Friedrich Silaban yang juga arsitek Masjid Istiqlal untuk merancang masjid tersebut.

Tidak heran, jika sekarang Masjid Raya Sengkang juga menjadi cagar budaya yang dilestarikan. Masjid yang selesai dibangun pada 1969 ini tetap memperlihatkan bentuk aslinya walaupun sejumlah renovasi telah dilakukan.  Masjid ini mempunyai kubah besar berwarna kuning. Ada dua menara tinggi yang juga menghiasinya. Banyak yang berpendapat jika dilihat kubahnya mirip dengan yang ada di Masjidil Aqso Palestina.

Saat ini masjid tersebut selalu menjadi lokasi ibadah utama di setiap hari besar Umat Islam. Pada saat Hari Raya Idul Fitri, jumlah jemaahnya sampai membludak hingga halaman yang ada di depannya. Sampai ini, masjid Raya Sengkang tetap menjadi banggaan warga sekitar. 

Masjid Raudhatus Sa'adah Musi Rawas

Masjid Raudhatus Sa'adah yang terletak di kecamatan Muara Lakitan Kabupaten Musi Rawas, Sumatera Selatan, adalah salah satu masjid yang punya keterkaitan sejarah dengan Bung Karno.

Informasi tersebut menyebutkan bahwa masjid ini dahulunya dibangun pada tahun 1938 dan selesai dua tahun kemudian 1940.

Disebutkan bahwa gambar desain masjid itu dibuat Bung karno saat masa pembuangan di Bengkulu. Bung Karno saat itu menghadiahkan gambar masjid kepada Pangeran Roes.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun