Sejak beredarnya kabar terkait Aksi Cepat Tanggap (ACT) yang di angkat Majalah Tempo pada tanggal 03 Juli 2022, banyak komentar-komentar negatif yang di tujukan kepada lembaga filantropi ini.
Persoalan tersebut terkait penyelewengan dana operasional hingga konflik internal pada lembaga tersebut.
Sebagaimana yang diungkapkan Majalah Tempo, sebagai berikut:
Gaji Fantastis Hingga Kendaraan Mewah
Majalah Tempo menyatakan jika Presiden ACT Ahyudin menerima gaji dari dana operasional hingga Rp 250 juta per bulan, sedangkan beberapa petinggi lainnya mendapatkan gaji Rp 50 – 200 Juta perbulan. Mereka pun juga mendapatkan fasilitas kendaraan dinas mewah seperti Toyota Alphard, Honda CR-V, dan Mitsubish Pajero Sport.
Namun, angka fantastis itu tidaklah tetap diterima dengan jumlah yang sama setiap bulannya, melainkan tergantung seberapa besar donasi yang diterima setiap bulannya. Mereka menetapkan potongan sebesar 13.7 persen untuk dana operasional.
Kondisi Keuangan
Menyoroti kondisi keuangan, Majalah Tempo menyebutkan keuangan lembaga filantropi ini bermasalah, hal ini disebabkan karena adanya pemotongan gaji karyawan hingga tertundanya beberapa program.
Namun hal ini pun dibantah oleh pihak ACT. Kondisi keuangan yang dianggap bermasalah oleh Majalah Tempo disebabkan efek dari pandemi. Menurut pihak ACT, laporan keuangan lembaga filantropi ini sudah berkali-kali mendapatkan predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) berdasarkan audit dan juga telah dipublikasikan di laman resmi website mereka.
Konflik Internal
Presiden ACT Ahyudin menyatakan kepada Majalah Tempo jika dirinya telah dikudeta oleh para koleganya. Dia juga mengatakan jika ia difitnah oleh sejumlah orang atas penyelewengan dana lembaga tersebut. Dia membantahnya namun mengakui jika ia terlilit sejumlah cicilan dan meminjam uang dari lembaga tersebut.
Namun menurut pengurus ACT, Ahyudin mundur secara baik-baik dan memang sudah seharusnya ada pergantian kepemimpinan, mengingat Ahyudin telah memimpin ACT selama 17 tahun.
Ahyudin juga dinilai memiliki sikap kepemimpinan one man show, cenderung otoriter sehingga dari kepengurusan sepakat untuk menasihati dan beliau pun memilih untuk memundurkan diri.
Bantah Pendanaan Teroris
PPATK Ivan Yustiavandana menyatakan jika pihaknya mencurgai adanya aliran dana ACT untuk kelompok teroris.
Dia menyatakan PPATK telah menyerahkan hasil analisa transaksi keuangan lembaga filantropi itu ke Badan Nasional Penanggulangan Teroris (BNPT) dan Datasemen Khusus (Densus) 88 Anti Teror.
Namun, pihak ACT membantahnya dan mempertanyakan dana yang mana untuk pendanaan teroris.
Polarisasi Kasus Aksi Cepat Tanggap (ACT)
Kasus ACT ini pun begitu banyak mendapat respon yang liar di masyarakat dan menjadi trending topik di sosial media Twitter, Quora dsb.
Banyak dari masyarakat mulai mencurgai aktivitas yang dilakukan oleh lembaga filantropi lainnya.
Cukup disayangkan memang, sebuah lembaga filantropi jika menyalahgunakan kepercayaan publik, hal ini tentu dapat merugikan lembaga filantropi lainnya, termasuk dalam hal ini Lembaga Zakat.
Namun, pihak ACT menyatakan jika mereka bukan Lembaga Zakat melainkan sebagai lembaga kemanusiaan pada umumnya.
Lebih lanjut, polarisasi atas kasus ACT ini pemerintah melalui Kementerian Sosial (Kemensos) ikut campur tangan dengan mencabut izin Pengumpulan Uang dan Barang (PUB) Aksi Cepat Tanggap.
Hal ini diduga akibat pelanggaran yang dilakukan oleh Yayasan Aksi Cepat Tanggap, yakni pengambilan donasi sebesar 13,7 persen. Hal ini bertentangan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1980 tentang Pelaksanaan Pengumpulan Sumbangan.
Dalam pasal 6 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1980 dikatakan:
“Pembiayaan usaha pengumpulan sumbangan sebanyak-sebanyak 10% persen dari hasil pengumpulan sumbangan yang bersangkutan”
Memang hal ini diakui oleh pihak ACT, mereka menggunakan rata-rata 13,7% dari dana hasil pengumpulan uang atau barang dari masyarakat sebagai dana operasional.
Namun kebijakan yang diambil dengan mencabut ijinnya terlalu berlebihan. Dengan demikian, logika yang muncul dibenak kita adalah:
“ Jika ada oknum yang merusak organisasi maka organisasinya dicabut izinnya atau dibubarkan”
Bagaimana jika logika yang sama kita pakai atas kasus korupsi di Kementerian Sosial, akankah bisa dibubarkan juga?
Akankah ACT Dibubarkan?
Atas dugaan penyelewangan inipun ACT banyak dapat respon negatif hingga berujung pada usulan pembubaran dari berbagai pihak.
Ketua Komisi VIII DPR RI, Yandri Susanto meminta ACT segera diproses hukum, bahkan kalau bisa dibubarkan.
Jika kita melihat kesalahan yang dilakukan oleh beberapa pengurus Aksi Cepat Tanggap (ACT), tentu ini tidak seberapa dengan kebaikan-kebaikan yang selama 17 tahun ini telah banyak membantu masyarakat, terutama pada kasus bencana alam, jika ada kekurangan ya diperbaiki bukan malah dibubarkan, lagian negara juga tidak dirugikan atas kasus yang dialami ACT ini.
Sumber: https://ekispedia.com/polarisasi-kasus-act-akankah-dibubarkan/
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H