Contohlah saja dalam bukunya Akar Kekerasan yang menyebut ketika pertumbuhan psikologis manusia dibatasi dan tidak menjadi suatu pertumbuhan yang baik, maka akan terjadi berbagai kekerasan. Interaksi manusia dan ikatannya juga menghalangi tindak kekerasan.
Sedangkan jika kita melihat dari bukunya Gagasan Marx Tentang Manusia, Fromm menjelaskan bahwa dengan bekerja kita dapat merealisasikan esensi dalam diri kita.Â
Dan terkadang kebutuhan-kebutuhan sintesis mengalienasi bagaimana seharusnya kita bekerja. Ketika alienasi itu terjadi maka manusia akan memiliki fetisme pada barang dan asing akan dunia luar serta sesamanya.
Indiviudalisme dan Religiusme Carl Gustav Jung
Jung mendirikan berbagai konsepnya atas kehadiran ketidaksadaran yang berisi berbagai emosi dan sebuah ranah gelap yang tidak disadari manusia.Â
Konsepnya tentang Arketipe, persona, bayangan, dan juga anima serta animus adalah berbagai usahanya untuk mendiskripsikan ketidaktahuan kita akan ketidaksadaran manusia.
Pada era dimana Jung hidup hingga sekarang banyak orang menggantungkan hidupnya dalam rasionalisme akal dan kekuatan pikir ego. Dan yang tidak mereka ketahui bahwa walau bagaimanapun juga ada ketidaksadaran yang kadang menjadi motif dari sebuah perilaku walaupun perilaku tersebut sudah ditahan dalam berbagai argumen masuk akal di dalam pikirannya.
Religiusme yang tidak rasional saat ini sudah ditinggalkan padahal agama hadir sebagai suatu kebutuhan untuk meredakan ketidaksadaran yang bersiteru dalam diri manusia.Â
Agama juga menfasilitasi adanya ekspresi ketidaksadaran sebagai keunikan individu. Rasionalisme membuat manusia harus seragam atas dasar logika dan perwujudan dari rasionalisme itu ialah keberadaan negara yang mengatur dengan otoriter.
Mengakui ketidaksadaran yang berisi keunikan individu dan kadang juga beberapa hal di dalamnya yang dinilai buruk di mata masyarakat merupakan suatu tujuan untuk mengenal diri kita seutuhnya, begitulah yang saya baca dalam buku Diri yang Tak Ditemukan karya Jung ini.
Sebuah Jalan Tengah