Perkembangan manusia merupakan suatu hal yang menarik untuk diamati. Dari manusia yang terlahir, belajar berjalan, hingga memasuki masa pubertas.Â
Di kalangan masyarakat kita tentu tak asing dengan kata pubertas, namun juga ada istilah lain yang melabeli individu yang sudah berumur karena perubahan perilakunya, banyak orang memberi sebutan "Pubertas Kedua".
Ya memang kita kerap kali mendengar istilah itu merujuk pada beberapa individu berumur yang mengalami perubahan perilaku seperti kembali ABG lagi, padahal anaknya juga sudah Abg. Maraknya hal itu terjadi pada masyarakat kita membuat sebuah pemakluman pada fenomena ini.
Pubertas kedua dicirikan dengan individu berumur yang kembali lagi atraktif seperti muda dan lebih mudah jatuh cinta kepada lawan jenis, memang kebanyakan terjadi pada laki-laki. Hal ini terkadang membuat banyak konflik pada pernikahan sebelumnya dan juga memunculkan fenomena para "sugar daddy" di masyarakat.
Lalu bagaimana sebenarnya fakta dan penjelasan dari pubertas kedua ini?. Berikut beberapa penjelasannya yang saya dapat saat perkuliahan psikologi perkembangan yang saya dapat dari Bu Haniek Farida, S.Psi, M.Si.
Pengertian dari Pubertas itu sendiri
Pubertas sendiri jika diartikan perkata berasal dari bahasa latin yaitu "Pubes" yang berarti bulu atau rambut. Hal ini merujuk pada pertumbuhan sekunder seksual yang ditandai dengan tumbuhnya rambut dibagian tubuh tertentu pada remaja yang sedang dalam masa pubertas.
Sedangkan dalam penjelasan secara umum pubertas merupakan masa transisi yang membawa seseorang dari anak yang belum dewasa secara seksual menjadi seseorang yang matang secara seksual, dimana pada laki-laki ditandai dengan mimpi basah dan perempuan ditandai dengan menstruasi pertama kali.
Mimpi basah dan menstruasi inilah yang merupakan pertumbuhan primer seksual yang terjadi disaat pubertas. Lalu setelah itu diikuti dengan pertumbuhan sekunder seperti membesarnya massa otot dan tumbuhnya jakun pada laki-laki dan membesarnya payudara dan pinggul pada perempuan.Â
Selain itu juga ketertarikan antar lawan jenis makin terasa pada masa ini, pasti kita mempunyai crush pertama kali di masa ini bukan?.
Dari penjelasan diatas, secara konkrit pubertas diartikan sebagai masa matangnya organ seksual pada remaja.Â
Lalu bagaimana dengan pubertas kedua yang jadi topik utama pembahasan kita?, tentu saja itu tidak benar jika di telusuri dari definisi pubertas itu sendiri karena kita tahu bahwa orang yang berumur ini sudah matang secara seksual.
Lalu bagaimana sebenarnya "pubertas kedua" ini dimaknai secara psikologis?
Muncul dari Permasalahan di Usia Paruh Baya atau Middle Age
Istilah "Pubertas Kedua" yang merujuk kepada perubahan suatu perilaku suatu individu yang kembali berperilaku seperti anak muda yang gampang jatuh cinta sebenarnya agak kurang tepat.Â
Seperti dari penjelasan sebelumnya, pubertas hanya bisa dimaknai pada proses pematangan organ seksual pada anak remaja.
"Pubertas Kedua" hanyalah sebuah fenomena perubahan perilaku karena faktor psikologis.
Sebelum kita menjelaskan lebih dalam tentang fenomena pubertas kedua ini, sebaiknya kita harus tahu terlebih dahulu teori perkembangan psikososial yang digagas oleh Erik Erikson, seorang psikolog asal Jerman.Â
Erikson awalnya adalah seorang penganut Freudian, namun dia lebih menekankan perkembangan manusia pada interaksi sosial, oleh karena itu teorinya disebut sebagai psikososial.
Erikson membagi perkembangan manusia menjadi 8 tahap yaitu fase infant (0-1 tahun), early childhood atau Toddler (1-3 tahun), Pre-schooler (3-6 tahun), grade schooler (6-12 tahun), adolescent (12-20 tahun), early adulthood (20-30 tahun), Middle age adulthood (30-65 tahun), dan late adulthood atau lansia (>65 tahun).
Pada setiap fase atau tahapan memiliki setiap krisis yang membuat individu itu maju atau jika tidak dapat menjalaninya akan menjadi sebuah kemunduran bagi kualitasnya. Dalam kasus "pubertas kedua" ini, yang membuat krisis dan sebuah perhatiannya yaitu Generativity vs Stagnation.
Dalam penjelasannya, Generativity vs Stagnation memberikan arti bahwa dalam usia paruh baya ada krisis yang membuat seorang jika berhasil dapat membimbing anak-anaknya (generativity), namun jika dia tidak dapat maka akan ada proses stagnasi atau kemandekan. Mengapa hal itu bisa terjadi?.
Dalam tahap tersebut karir seseorang sudah dalam puncaknya dan juga kebanyakan sudah mengalami kebercukupan secara finansial dan jika tidak mampu mengalokasikan lagi energinya kepada misalnya mengurus anak atau kepedulian terhadap sesama, maka akan terjadi sebuah perilaku yang tertuju pada insting primitif semata seperti hasrat seksual kepada lawan jenis yang bukan pasangannya yang lama.
Hal ini juga sama dengan konsep superioritas dari Alfred Adler yang pernah saya tulis di artikel sebelumnya berjudul "Harta, Tahta, Wanita; Suatu Penyakit dari Superioritas".
Dari stagnansi tersebut maka terkadang individu paruh baya sering kali memiliki sebuah kebosanan karena sudah mencapai suatu puncak karir dan juga sudah melewati masa-masa keemasan dalam pernikahan.Â
Jika tidak dapat menjaga diri dengan baik maka banyak orang-orang paruh baya yang kadang melanggar janji suci pernikahan dan main perempuan di luar sana.
Istilah "pubertas kedua" seolah menganggap semua perbuatan orang-orang ini yang cari perhatian pada perempuan lain yang bukan istrinya sebagai suatu pembenaran karena memang umurnya dan waktunya.Â
Padahal setiap orang dapat juga berhasil mengarahkan hidupnya kepada perilaku positif dan dapat menahan segala godaannya.
Kesimpulan
Setiap tahap perkembangan memiliki krisis yang dapat mengarahkan individu tersebut menuju kepada perkembangan yang lebih baik kedepannya.Â
Setiap tahapan dalam umur manusia memiliki tantangannya masing-masing dan jelas pada masa paruh baya atau middle age yang sering dikaitkan pada masa "pubertas kedua" ini juga perhatian khususnya sendiri.
Sebaiknya kita tidak membenarkan orang paruh baya yang main perempuan karena masa pubertas keduanya.Â
Kita harus mengerti orang tersebut menyeleweng dalam prinsip perkembangannya yang seharusnya dapat meningkatkan kepedulian dan juga perannya di masyarakat namun malah mencari gadis simpanan.
Perilaku tersebut dapat merujuk pada penyesalan pada tahap lansia yang dimana semua karir dan fisiknya akan menurun drastis dan tidak se-prima dahulu.Â
Setelah itu dia pasti akan menyesal pada kelakuaannya dahulu karena anak dan istrinya pasti sudah menjauhinya dan ia akan dalam kecemasan sampai akhir hayatnya.
SumberÂ
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H