Mohon tunggu...
Rahmad Alam
Rahmad Alam Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa psikologi UST, suka menulis dan rebahan.

Seorang mahasiswa fakultas psikologi universitas sarjanawiyata tamansiswa yogyakarta yang punya prinsip bahwa pemikiran harus disebarkan kepada orang lain dan tidak boleh disimpan sendiri walaupun pemikiran itu goblok dan naif sekalipun.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pubertas Kedua, Suatu Fakta atau Sebuah Pembenaran?

15 Maret 2022   19:16 Diperbarui: 15 Maret 2022   19:23 317
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi, sumber: pixabay.com 

Pada setiap fase atau tahapan memiliki setiap krisis yang membuat individu itu maju atau jika tidak dapat menjalaninya akan menjadi sebuah kemunduran bagi kualitasnya. Dalam kasus "pubertas kedua" ini, yang membuat krisis dan sebuah perhatiannya yaitu Generativity vs Stagnation.

Dalam penjelasannya, Generativity vs Stagnation memberikan arti bahwa dalam usia paruh baya ada krisis yang membuat seorang jika berhasil dapat membimbing anak-anaknya (generativity), namun jika dia tidak dapat maka akan ada proses stagnasi atau kemandekan. Mengapa hal itu bisa terjadi?.

Dalam tahap tersebut karir seseorang sudah dalam puncaknya dan juga kebanyakan sudah mengalami kebercukupan secara finansial dan jika tidak mampu mengalokasikan lagi energinya kepada misalnya mengurus anak atau kepedulian terhadap sesama, maka akan terjadi sebuah perilaku yang tertuju pada insting primitif semata seperti hasrat seksual kepada lawan jenis yang bukan pasangannya yang lama.
Hal ini juga sama dengan konsep superioritas dari Alfred Adler yang pernah saya tulis di artikel sebelumnya berjudul "Harta, Tahta, Wanita; Suatu Penyakit dari Superioritas".

Dari stagnansi tersebut maka terkadang individu paruh baya sering kali memiliki sebuah kebosanan karena sudah mencapai suatu puncak karir dan juga sudah melewati masa-masa keemasan dalam pernikahan. 

Jika tidak dapat menjaga diri dengan baik maka banyak orang-orang paruh baya yang kadang melanggar janji suci pernikahan dan main perempuan di luar sana.

Istilah "pubertas kedua" seolah menganggap semua perbuatan orang-orang ini yang cari perhatian pada perempuan lain yang bukan istrinya sebagai suatu pembenaran karena memang umurnya dan waktunya. 

Padahal setiap orang dapat juga berhasil mengarahkan hidupnya kepada perilaku positif dan dapat menahan segala godaannya.

Kesimpulan

Setiap tahap perkembangan memiliki krisis yang dapat mengarahkan individu tersebut menuju kepada perkembangan yang lebih baik kedepannya. 

Setiap tahapan dalam umur manusia memiliki tantangannya masing-masing dan jelas pada masa paruh baya atau middle age yang sering dikaitkan pada masa "pubertas kedua" ini juga perhatian khususnya sendiri.

Sebaiknya kita tidak membenarkan orang paruh baya yang main perempuan karena masa pubertas keduanya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun