Kakaknya yang bernama Bima itu memang suka pulang tidak tepat waktu saat berkumpul dengan teman-temannya. Dia merupakan seorang pemuda yang sering "kelayapan" tiap hari dan tidak tentu kerjanya walau sudah lulus kuliah.Â
Kalau ia pulang pasti tempat pertama yang ditujunya adalah kulkas untuk mencari air segar atau makanan ringan. Pagi itu, samar-samar Sarah mendengar kulkas dibuka dan sebuah kaleng minuman dilempar ke tempat sampah.
"Kak Bima udah pulang?", sahut Sarah dari dalam kamar mandi yang tempatnya berdekatan dengan dapur dan kulkas tempat Bima mengambil minuman.
Namun tidak ada yang menjawab dan hanya ada suara kaki menaiki tangga dan pintu kamar Kak Bima yang ditutup. Mendengar itu, Sarah mungkin berpikir kakaknya itu lelah atau tidak dengar apa yang dia sahutkan dalam kamar mandi sehingga tidak mendapat jawaban yang diharapkannya.
Suara air kembali mendominasi dalam pikiran Sarah dan dia terhanyut dalam ketenangan yang sunyi. Pikiran Sarah lalu menerka keadaan isi rumah yang mendadak hening.Â
Harusnya tidak begini pikirnya, dan lalu terdengar suara mobil ayahnya yang dinyalakan dan baru keluar dari garasi. Kesepian itu hilang dan berganti pikirannya kepada ayahnya yang baru berangkat bekerja.
Ayahnya seorang pekerja keras dan orang yang sibuk dipekerjaannya. Dia jarang menghabiskan waktunya dengan Sarah dan keluarganya. Walaupun begitu, Sarah paham betul yang dilakukan ayahnya demi kehidupan dia dan keluarganya.Â
Namun dalam hati kecil Sarah, dia ingin selalu dekat dengan ayahnya seperti anak perempuan pada umumnya dengan ayah mereka.
Keheningan dari luar kembali menyeruak ke dalam suara air yang menderu di dalam kamar mandi. Sarah melanjutkan mandinya itu dengan penuh keheningan diiringi sebuah rasa kehampaan yang menerpa dirinya. Suara dari keceriaan keluarganya mesti ada dirumah ini dan tidak boleh berganti sepi pikirnya.
"Mengapa rumah kian sepi ", pikirnya.
"Sarah mandinya jangan lama-lama", teriak ibunya yang memecah keheningan suara gemericik air.