Jejak Rindu dalam Bayang Luka
Malam itu terasa begitu sunyi ketika aku memutuskan untuk kembali menemui Kinan. Sudah beberapa hari aku tenggelam dalam rutinitas yang mencekik dan membelenggu, tetapi sesibuk apapun aku, pikiranku tak bisa lepas darinya. Kinan sosok yang misterius dan penuh cerita, yang selalu mengundang rasa ingin tahu.
Meski ada begitu banyak hal yang tak kuketahui tentang hidupnya, tentang masa lalunya, aku merasakan kedekatan yang aneh dan tak terjelaskan.
Sebelum melangkahkan kaki menuju tempatnya bekerja, aku membuka WhatsApp dan mengirimkan pesan singkat. Aku ingin memastikan bahwa malam ini dia sedang tidak sibuk melayani tamu, berharap bisa menikmati waktu dengannya tanpa gangguan. Ada banyak hal yang ingin kubicarakan, banyak cerita yang ingin kudengar.
Balasannya datang beberapa menit kemudian dia bilang tempatnya sedang sepi dan ingin segera bertemu denganku juga. Ada nada antusiasme yang kurasakan dari pesannya, dan tanpa sadar, aku tersenyum sambil memasukkan ponsel ke saku.
Lorong-lorong sunyi dan cahaya temaram mengiringi langkahku saat aku mendekati tempatnya. Di tengah sepinya malam, suasana itu justru membawa perasaan hangat seolah setiap langkahku adalah langkah mendekat ke sesuatu yang kuinginkan tapi juga sekaligus kutakutkan. Tidak butuh waktu lama untuk sampai di depan pintu tempatnya bekerja.
Ketika aku tiba, Kinan memintaku duduk di sofa yang telah disiapkannya dengan beberapa botol bir dan anggur di atas meja. Aku duduk, menanti kehadirannya. Sambil menunggu, aku menatap botol-botol itu entah kenapa, ada perasaan yang tak biasa muncul di hatiku. Rindu, kehangatan, dan sejumput rasa khawatir.
Setelah beberapa menit berlalu dan Kinan belum juga muncul, aku mulai bertanya-tanya, mengapa dia lama sekali?
Aku memutuskan untuk mencarinya. Langkahku membawaku ke lorong belakang, di mana aku melihat sosoknya berdiri bersama seorang pria. Pria itu terlihat mencolok dengan tubuh bertato dan telinga yang ditindik besar, penampilannya sedikit membuatku waspada. Mereka tampak terlibat dalam percakapan yang serius, sesekali suara mereka terdengar samar, dan Kinan terlihat sedikit menunduk, seolah dalam tekanan.
Aku berhenti sejenak, membiarkan diriku memperhatikan dari kejauhan. Siapa pria ini? Mengapa ia terlihat begitu akrab dengan Kinan? Jantungku berdetak lebih cepat saat pikiran buruk mulai menguasai kepalaku.