Kedua, level advanced beginner (pemula tingkat lanjut). Di level ini, seorang praktisi mulai memahami konteks kapan sebuah teknik efektif dilakukan dan kapan teknik tidak efektif dilakukan. Ia secara sadar sudah mampu menganalisis teknik yang dapat digunakan.Â
Ketiga, level competent (mampu). Di level ini, seorang praktisi mulai memahami prinsip-prinsip atau kaidah di balik teknik yang mereka gunakan sehingga mereka lebih fleksibel dalam menggunakan teknik-teknik yang ia kuasai. Pada level ini, kita sudah sangat mengetahui seluk-beluk teknik yang akan kita gunakan sehingga kita sudah bisa memprediksi kondisi yang akan terjadi ketika melakukan teknik tersebut.Â
Keempat, level proficient (cakap). Di level ini, intuisi seorang praktisi mulai terbentuk. Ia mulai memahami pola-pola yang terkait dengan keterampilannya. Pada tahap ini kita telah memiliki kemampuan di atas rata-rata bukan saja tentang teori yang paten, tetapi juga tentang penerapannya. yang tepat untuk permasalahan yang dialaminya. Jika sudah melakukan hal tersebut, maka level kita saat ini berada di level cakap.Â
Kelima, level expertise (ahli). Inilah level tertinggi, dimana intuisi seorang praktisi sudah sangat tajam sehingga mampu mengeksekusi skillnya tanpa harus berpikir. Ia sudah masuk dalam tahap unconscious competence. Tahap ini terjadi saat kita sering melakukan penelitian dalam setiap masalah yang dihadapinya di kelas. Pengalaman yang banyak membuat intuisi akan segera menemukan solusi dari apa yang pernah ia alami sebelumnya. Seorang guru yang expert tidak perlu lagi membuka teori terlebih dahulu untuk menemukan solusi, tetapi bukan berarti mereka tidak belajar. Sejatinya, ilmu mereka ada dalam pikirannya.Â
C. Merancang Kreatifitas Siswa
Sebagai guru tentu saja kita dituntut untuk merancang program keratifitas bukan hanya di dalam kelas tetapi juga program yang berdampak pada seluruh stakeholder sekolah. Cobalah melakukan langkah demi langkah hingga kita semakin mahir membuat program kreatifitas di sekolah. Carolyn Edwards dan Kay Springate dalam artikelnya yang berjudul The Lion Comes Out of The Stone: Helping Young Children Achieve Their Creative Potential memberikan beberapa cara yang dapat diterapkan untuk membuat program kreatifitas siswa diantaranya:
 Pertama, berikan kesempatan dan waktu yang luang kepada siswa untuk mengeksplorasi dan melakukan pekerjaan terbaiknya serta jangan mengintervensi pada saat mereka sedang termotivasi dalam menyelesaikan tugas-tugasnya secara produktif. Cara ini menunjukkan bahwa guru harus lebih menonjolkan peran sebagai fasilitator dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk menyelesaikan permasalahan sendiri. Contohnya guru memberikan sebuah studi kasus tentang pemberitaan pembunuhan yang dilakukan oleh seorang polisi berpangkat tinggi. Siswa diarahkan untuk mencari solusi permasalahan dari studi kasus tersebut mulai dari aspek Al-Qur'an, aspek Hadits, dan aspek hukum negara.Â
Kedua, ciptakan lingkungan sekolah yang menarik dan mengasyikkan. Mendesain lingkungan sekolah yang menyenangkan bisa menambah kreatifitas siswa. Contohnya dengan adanya mading (majalah dinding) sekolah, siswa bisa mengasah dan mengembangkan kreatifitasnya untuk membuat sebuah karya baik berbentuk tulisan atau gambar yang nantinya hasil dari karya siswa akan diletakkan pada mading tersebut.Â
Ketiga, sediakan berbagai bahan dan sumber belajar yang menarik dan bermanfaat bagi siswa. Contohnya guru membuat pojok membaca di kelas. Hal ini memungkinkan siswa untuk selalu mengupgrade pengetahuan dan informasi guna menambah khazanah pemikiran mereka. Siswa yang memiliki intensitas waktu membaca yang banyak akan memiliki pengetahuan yang luas dibandingkan siswa yang hanya menghabiskan waktunya untuk hal-hal yang tidak bermanfaat. Dan siswa yang rutin membaca buku pemikirannya jauh lebih kritis saat bertanya kepada guru.Â
Keempat, ciptakan iklim kelas yang kritis. Kelas seperti ini akan mendorong siswa untuk mampu menyampaikan pendapatnya. Contohnya guru membuka sesi tanya-jawab dan diskusi pada saat pembelajaran berlangsung. Doronglah siswa agar berargumen berdasarkan fakta yang ada bukan berdasarkan perasaan dan asumsi terhadap suatu permasalahan.
Nah, Poin penting yang perlu dipahami dalam menjadi guru kekinian Era Gen Z; kenali siswa berdasarkan keunikan dan gaya belajar, menjadi guru yang expert dengan mengaplikasikan berbagai macam metode dan pendekatan serta kemajuan teknologi, serta merancang pembelajaran agar tercipta kreativitas siswa.