Perkembangan ilmu Akhlak Tasawuf dalam peradaban dunia juga melewati berbagai fase dan kondisi. Pada setiap fase pastinya memiliki berbagai aspek, kemudian meskipun tasawuf memiliki berbagai aspek, terdapat asas yang sama sekali tidak diperselisihkan yaitu iman, islam, dan ikhsan. Seperti yang kita ketahui bahwa menuju keimanan yang tertinggi yaitu ikhsan, kita harus melewati fase penyucian diri, atau yang kita pelajari dengan nama Takziyat al-Nafs atau penyucian diri. Takziyat al-Nafs ini merupakan bagian dari pembelajaran akhlak tasawuf, yaitu bab yang menjelaskan tentang penyucian jiwa. Apasih definisi tazkiyatun nafs sesungguhnya? Berikut sepenggal materi yang dapat di ambil dari taziyat al nafs.
A. pengertian Takziyat al-Nafs
Tazkiyah ditinjau dan segi bahasa berasal darikata zakkah yang artinya tumbuh dan bertambah baik. Biasa dikatakan juga untuk menyatakan tumbuh dalam kebaikan. Dalam kaitannya dengan hati manusia, hati membutuhkan pemeliharaan sehingga tumbuh, bertambah sehat, dan sempurna kebaikannya. Sedangkan yang dimaksud di sini ialah memperbaiki jiwa dan mensucikannya melalui jalan ilmu yang bermanfaat dan amal shalih, mengerjakan segala yang diperintah dan meninggalkan segala yang dilarang.
Takziyah dimaksudkan kepada pembersihan diri seseorang untuk menghadap kepada Allah swt, dan proses perbaikan diri seseorang dari tingkat yang rendah menuju kepada tingkat yang lebih tinggi dalam hal sikap, sifat, kepriadian dan karakter. Semakin seseorang sering melakukan takziyah, maka semakin Allah membawanya ketingkat yang lebih tinggi.
Sedangkan nafs merupakan inti dari kajian akhlak dan moral karena menjadi dasar dari penentu akhlak. Nafs berarti jiwa, sebagai sesuatu yang dapat menggerakan jasmani dan dapat dikendalikan.
Dalam kitab Bidayat Al-hidayah (sebagaimana dikutip oleh Jaelani), Al-Ghazali mengatakan bahwa tazkiyah al-nafs merupakan usaha menyucikan diri dari sifat memuji diri sendiri. dasar dari pemikiran tazkiyah al-nafs berasal dari keyakinan para sufi bahwa jiwa manusia pada fitrahnya adalah suci. Â
Menurut Al Ghazali, sebagaimana dalam at Taftazani, mengungkapkan bahwasannya hati bagaikan sebuah kaca, dan yang menjadikan hati menjadi buram adalah syahwat badan, oleh karena itu, melakukan ketaaatan kepada Allah dan memalingkan diri dari tuntutan syahwat adalah sesuatu yang bisa mengkilapkan hati dan membersihkannya (Tazkiyah al-nafs).
Tazkiyat al-nafs yakni membersihkan diri dari dosa besar maupun dosa kecil, serta membersihkan diri dari berbagai penyakit hati dan sifat-sifat tercela. Singkatnya mengamalkan tasawuf berarti memberikan perhatian dan melakukan langkah-langkah sistematis dan berencana guna menyucikan jiwa dari berbagai penyakit hati.
B. Pembagian Nafs Menurut Al-Qur'an
Setiap nafs tercipta dalam keadaan sempurna, tergantungn bagaimana seseorang mengaturnya, apakah akan berjalan pada ketaqwaan atau justru sebaliknya yaitu kebathilan. Berdasarkan akibat yang ditimbulkan nya, nafs terbagi menjadi tiga, yaitu
- Â Nafsu ammaarah
Yaitu nafsu yang mengajak kepada keburukan. Nafsu amarah ialah jiwa yang belum mampu membedakan mana yang baik dan mana yang buruk, mana yang manfaat dan mana yang mudharat, namun nafsu inisering kali terbawa kepada hal yang tidak pantas. Allah berfirman dalam surah yusuf ayat 53:
Yang artinya: Aku tidak (menyatakan) diriku bebas (dari kesalahan) karena sesungguhnya nafsu itu selalu mendorong kepada kejahatan, kecuali (nafsu) yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyayang."
Dalam ayat ini dijelaskan bahwa Yusuf sebagai manusia mengakui bahwa setiap nafsu cenderung dan mudah disuruh untuk berbuat jahat kecuali jika diberi rahmat dan mendapat perlindungan dari Allah.
- Nafsu lawwamah
Yaitu nafsu yang sudah menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangannya, namun masih banyak terpeleset dalam perbuatan maksiat, sehingga membuatnya selalu menyesali diri. Sebagaimana firman Allah dalam surah Al-Qiyamah ayat 1-2:
 Â
Arti: 1. Aku bersumpah demi hari kiamat
     2.Aku bersumpah demi jiwa yang selalu menyesalinya(diri sendiri)
- Â Nafsu mutma'inah (jiwa yang tenang)
muara keimanan dan hunian cahaya, maksudnya yaitu jika nafsu amarah adalah nafsu yang buruk, maka nafsu mutma'inah ini adalah nafsu yang baik. Nafsu ini mendekatkan kita kepada allah swt. Sebagaimana firman allah pada surah al-fajr ayat 28.
 C. Pembagian Tazkiyah (penyucian) dalam Al-Qur'an                                                                             Terdapat dua pembagian macam tazkiyah yang dibicarakan oleh Al- qur'an dan sunnah, yaitu:
- At-tazkiyathul mamduhah (penyucian diri yang terpuji)
 At-tazkiyathul mamduhah adalah tugas para rasul. Bentuknya terbingkai dalam penycian jiwa yang dari noda-noda syirik, kufur, dosa maksiat; penumbuhan kebaikan dalam jiwa manusia dan peningkatan rasa takwa dalam diro hamba hamba allah. Takziyah atau oemberishan ini dikagumi oleh Al-Qur'an. Orang yang melakukannya juga dipuji dan diberi kabar gembira dengan kemenangan dan keselamatan. Allah erfirman dalam surah Asy-Syams ayat 9. "sesungguhnya beruntunglah orang yang menyucikan jiwa itu".
Ayat tersebut bermakna bahwa pembersihan jiwa dan Pendidikan jiwa itu juga sering digunakan tuhan yang maha bijaksana yang meletakkan syarita untuk manusia.
- At-tazkiyathul madzmumah  Yaitu tazkiyah yang dilarang dan dicela oleh Allah. Contoh pada tazkiyah ini yaitu Ketika seseorang memuji dan menyanjung diri sedniri atas apa yang tidak ada pada dirinya. Sebagaimana orang Yahudi melakukan penyucian diri seperti itu, mereka menyucikan diri mereka dengan menganggap bahwa mereka dan nenek moyang nya tidak memiliki dosa sama sekali dan mengklaim diri mereka sebagai penghuni surga karena anggapan meresa yang merasa bahwa dirinya adakah suci. Allah berfirman, "Maka, janganlah kamu mengatakan dirimu suci. Dialah Yang paling me ngetahui tentang orang yang bertakwa." (an-Najm: 32)                                                                                       Â
Makna ayat ini, jangan engkau memuji diri kalian dengan rasa ujub, dan jangan bersaksi bahwa jiwa kalian sempurna dan bertakwa. Karena jiwa itu sangat sensitif, jika dipuji akan lupa diri dan merasa besar.
Abu Hayyan berkata, "Jangan kalian nisbatkan jiwa itu pada. kesucian dan tidak mengakuinya berbuat maksiat. Kalian jangan me- mujinya karena Allah Maha Mengetahui dengan orang yang ikhlas amalnya, bertakwa pada Rabb-Nya dalam keadaan sembunyi maupun terang-terangan."
Banyak hadits dari Nabi saw. yang memperingatkan orang yang memuji manusia langsung di hadapannya. Nabi juga menyuruh se- orang muslim untuk melemparkan debu ke muka orang-orang yang memujinya untuk menghukum mereka atas tindakan mereka yang me- lakukan penyucian yang dilarang itu.
Maka kesimpulan dari pembahasan ini yaitu, kita selaku manusia membutuhkan suatu penyucian guna meluruskan jalan yang kita pilih, sebagaimana yang tadi sudah dijelaskan bahwasanya orang yang melakukan penyucian diri maka akan beruntung dan orang yang merasa bahwa dirinya suci adalah orang yang merugi.Â
Program Studi: Manajemen Dakwah
Mata Kuliah: Akhlak Tasawuf
Dosen Pengampu: Dr. Hamidullah Mahmud. M.A
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H