Mohon tunggu...
Rahman Wahid
Rahman Wahid Mohon Tunggu... Guru - Mahasiswa

Menggapai cita dan melampauinya

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Babad Ikhwan Mistis: Dede Bukan Boneka

4 Agustus 2020   19:58 Diperbarui: 4 Agustus 2020   19:59 124
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kepergian seorang akhwat bagi ikhwan mistis merupakan satu hal yang amat begitu memedihkan. Kebermaknaan dan keniscayaannya bak sebongkah berlian yang tak ternilai harganya. Dipercaya dan dikasihi oleh akhwat tentu saja adalah impian setiap ikhwan mistis. Satu kali saja mereka berada pada momen baik itu, niscaya segenap tenaga, pikiran, dan perasaan akan tertumpah ruah hanya untuk menjaga dan membahagiakannya.

Sungguh keberartian itulah yang kini tengah dirasakan oleh beberapa ikhwan mistis. Izal, Dede, dan Babe saat ini menjadi trisula yang berada dalam posisi dekat sekaligus rapat bersama para akhwat. Dari ketiganya, Dede merupakan yang paling aktif, reaktif, dan juga atraktif dalam usaha penemuan dan pendekatan akhwat tersebut. Segala daya upaya ia kerahkan agar sang pujaan hati meliriknya. Tentu lirikan yang diharapkan oleh Dede tidak sekedar atas dasar belas kasihan, namun murni atas kesamaan perasaan.

Dede selalu meyakini bahwa dalam hidup usaha tidak akan mengkhianati hasil. Meskipun ia paham bahwa dalam berusaha seringkali terkhianati dan tersakiti pada setiap prosesnya. Saat ini, seperti yang diketahui oleh rekan-rekan lainnya, Dede sedang berusaha mendekati seorang akhwat yang sudah cukup lama disukainya. 

Rasa yang tumbuh dalam diri Dede kini semakin mekar dan berbinar. Ia memang belum tahu banyak soal pujaan hatinya, dan oleh karena itulah Wahyu dan Ical ia mintai bantuan untuk mencari info, fakta, dan data soal akhwat itu.

Entah apa yang membuat Dede suka terhadapnya, tetapi perasaan Dede mengatakan bahwa ia suka kepadanya. Dikala Dede sedang sendiri secara tak sadar pikirannya selalu terbayang akan perasaannya.

"Hmmm entah mengapa, tetapi kenapa aku sangat mengaguminya" Gumam Dede dalam hati.

Dede membayangkan parasnya yang anggun dengan senyum berseri yang terpancar dari wajahnya. Sering Dede melihat akhwat pujaannya melenggang menuju kelas dari kantin belakang kampus. Saking seringnya memantau, Dede sudah cukup tahu bahwa ia lebih sering menggunakan pakaian berwarna biru dongker dibanding warna lainnya. Ia juga jarang terlihat berjalan dan berkumpul sendirian. Selalu saja ada satu atau dua teman yang membersamainya.

Akhwat itu bagi Dede sangat menarik, badannya tidak terlalu tinggi, kulitnya putih bersih, dan tentu saja selalu bisa berpenampilan anggun dan pantas. Pernah beberapa kali Dede mendengar suaranya kala tak sengaja berpapasan di kampus. Terdengar nada suaranya yang mengalun lembut layaknya melodi indah dari biola. 

Tutur katanya pun sopan dan bersahaja, ia mampu menggunakan diksi yang tepat pada setiap kalimat yang keluar dari mulutnya. Ia mampu mencerminkan sosok akhwat yang cukup ideal bagi Dede, indah di pandang dan baik dalam bersikap.

Pada suatu waktu, Dede lantas bertanya kepada Ical dan Wahyu tentang bagaimana seharusnya ia jika ingin mendekati akhwat yang namanya bahkan segan untuk diucapkan oleh Dede. Dalam hal ini Dede lebih sering menggunakan kata ganti "Si teteh" karena tak kuasa menahan segan untuk menyebut namanya.

"Jadi gimana nih cara gua pertama-tama deketin si teteh?" Tanya Dede.

Wahyu tak segera menjawab, nampaknya ia belum memiliki jawaban pasti untuk ini. Wahyu menggelengkan kepala dan kemudian beranjak dari kursinya untuk memesan kopi.

"Jadi gimana Cal?" Kini Dede menagih jawaban Ical.

"Menurut gua sih lu mesti tampil beda De, ya lu harus mencirikan sebagai ikhwan yang matang, berwibawa, dan tentu memberikan kesan baik" Ujar Ical.

"Lha emangnya gua nggak kaya gitu sekarang?" Balas Dede sambil terkekeh.

"Ya bukan gitu maksudnya De. Ya kan pada prinsipnya seseorang menilai kita pada awalnya dari apa yang terlihat. Nah disini lu mesti ngasih pesan dan kesan bahwa lu ikhwan yang bukan kaleng-kaleng, pekerja keras, dan rajin. Kalau soal muka ya mau gimana lagi kan"

Dede memukul bahu Ical "Ah lu kalo urusan muka jangan diomongin!"

"Tapi nggak mau fokus dulu sama isu-isu nih De?" Tanya Wahyu sembari membawa kopi yang dipesannya.

"Lha urusan isu ya isu, romansa ya perlu tetep jalan aja"

"Intinya sih De tunjukin aja bahwa lu ikhwan yang patut diperhitungkan"

"Nah bener, lu mesti menjadi apa yang orang suka" Tambah Wahyu.

"Bener sih kesan gua harus bagus dulu"

"Emang harus gitu, sudah ilmunya begitu, kalau nggak ya gimana mau dapet"

"Kalau dalam ilmu ekonomi sih lu mesti harus market oriented, ya sesuai kesukaan pasar modal gimana" Ujar Ical.

Kala perbincangan makin hangat, keasyikan mereka lantas terjeda.

"Uhuk Uhuk Uhuk!"

Ical, Dede, dan Wahyu menengok ke asal suara. Saat pandangan mereka sampai pada asal suara, ketiganya nampak cukup kaget.

"Lho ko Yai ada disini? Perasaan tadi nggak ada!" Seru Dede.

"Dari tadi, ah kalian saja terlalu asyik mengobrol"

"Wah masa sih, tadi nggak ada lho Yai disitu" Wahyu menggerutu.

"Mungkin tadi tidak ada, tapi ini sekarang ada" Jawab Yai Izan santai.

Ical, Dede, dan Wahyu masih tampak heran dan tak mengerti mengapa Yai Izan bisa ada di kantin belakang kampus. Padahal jelas-jelas hanya mereka bertiga saja yang sedari tadi berdiam di sana.

"Lantas Si teteh mana yang tadi kamu bicarakan De?"

Dede kelihatan malu, darahnya terkesiap dan wajahnya mulai memerah. Ia tertergun ketika Yai Izan menanyakan "Si teteh".

"Ya mungkin Yai sudah mendengar kan dari tadi" Gumam Dede malu.

Wajah Yai Izan mengguratkan senyum, ia menengguk segelas air kemudian mengepalkan tangannya.

"Menarik perhatian akhwat memang menjadi salah satu kunci awal dalam menjalin sebuah hubungan De. Itu memang perlu dilakukan. Akan tetapi dari yang saya cermati dari obrolan kalian bertiga. Tetapi menarik perhatian bukan juga berarti mengubah jatidiri pribadi menjadi manusia yang tidak otentik".

Dede memperhatikan setiap kata dan kalimat yang diucapkan Yai Izan secara seksama. Sementara itu Wahyu dan Ical memasang wajah datar dengan mulut terbuka yang menjadi ciri mereka tidak benar-benar paham dengan apa yang diucapkan oleh Yai Izan.

"Oke biar saya jelaskan apa makna manusia otentik itu. Artinya dalam usaha mendapatkan akhwat jangan sampai membuat diri kita menjadi bukan seperti biasanya. Kita merubah sikap karena ada maunya saja. Kita bersikap baik karena hanya ingin dipuji orang. Kita merubah penampilan hanya karena ingin dihargai. 

Padahal inti perubahan sikap yang hakiki adalah karena kemawasan dan kesadaran untuk mengevaluasi dan memperbaiki diri. Intinya dalam hal ini De, Yu, Cal, tetaplah jadi diri sendiri dan pikirkan lagi tentang berubah hanya karena ingin dihargai, bukankah itu sama saja membohongi diri?" Ujar Yai Izan.

"Ingatlah, dalam ilmu sosial dikenal teori perubahan, ada yang dinamakan perubahan yang dikehendaki dan perubahan yang direncanakan, kedua itu saja yang kita gunakan dalam prinsip hidup. Akan tetapi ada pula memang perubahan yang dipengaruhi, nah dalam konteks ini kita harus berhati-hati dan mesti bisa memilahnya, mana pengaruh yang baik untuk diikuti dan mana yang tidak. Ingat kita harus secara kritis dalam memutuskan ini dan itu, jangan mau gampang terpengaruh, mau dirubah begini begitu, didoktrin ini dan itu. Kuncinya pilah dan pilih, kita manusia punya karunia akal, kita bukan boneka De" Tambah Yai Izan.

Wahyu, Ical, dan Dede mulai paham dengan apa yang disampaikan oleh Yai Izan. Inti yang mereka pahami bahwa sebagai manusia mereka tidak boleh mudah merubah sikap dengan mudah tanpa maksud dan tujuan yang jelas, apalagi sampai menggadaikan jatidiri mereka.

"Jadi Yai, soal akhwat ini bagaimana?" Dede bertanya sambil terkekeh.

"Ya jadilah diri sendiri, dan berubah sikap jangan hanya karena ingin dipuji, ya niatkan untuk memperbaiki diri, agar tahan lama dan tidak hanya baik untuk sesaat tapi untuk seterusnya, biarkan tuhan yang memantaskan jika kamu dan si teteh memang ditakdirkan bersama. Kuncinya hidup jangan melulu setingan, kamu bukan boneka De, tulus dan jujurlah dalam melakukan sesuatu, niscaya hasilnya baik".

To be continued!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun