Beberapa meter berjalan, Dede melihat hal yang mengejutkan di gerbang 2 kampusnya, Wahyu masih sibuk memainkan gawainya. Langkah demi langkah, pandangan Dede semakin jelas, ia tidak ragu dengan apa yang ia lihat. Dede berpikir untuk beberapa saat, ia tidak mudah sama sekali memutuskan, tetapi kebenaran harus dijunjung tinggi.
"Yu, liat itu!" Seru Dede
"Apaan?"
"Itu liat dulu di gerbang"
Wahyu kemudian memalingkan wajahnyanya menuju gerbang 2 kampusnya, raut wajah yang asalnya berbinar, perlahan lahan meredup, menguncup layu, langkahnya terhenti beberapa saat, dengan tatapan nanar Wahyu berkata "Nggak apa-apa De, gua sama dia kan memang belum ada apa-apa, hayu jalan terus"
Dede merasa bersalah memberi tahu ini, tetapi ini hanya soal waktu, lebih cepat tau lebih baik, karena akhwat yang dekat dengan Wahyu ini rupanya dekat juga dan seolah sudah menjadi milik orang lain yang rupanya seorang mahasiswa dari sekolah tinggi ikatan dinas.
Wahyu dan Dede tetap berjalan sementara di sisi lain melihat akhwat itu pergi dengan ikhwan lain menggunakan motor.
"Gak apa-apa De, inilah realitas hidup, apalagi di era ketidakpastian ini, intinya setalah usaha kita tidak boleh meninggalkan tawakal dan sabar juga sebagai prinsip hidup" Kata Wahyu.
"Iya Yu" Balas Dede pelan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H