"Rekonsiliasi Yu!" Ujar Dede, dan kelihatan Wahyu dan Ical tak mendegarnya.
"Yu!" Tambahnya.
"Oy"
"Rekonsiliasi"
"Apaan De?" Ical kemudian menegakan posisi duduknya.
"Iya, kayanya perlu rekonsiliasi sama kaum bro, terutama setelah insiden kemaren".
"Lagipula paradigma kesenjangan hubungan antara kaum pro dan bro juga perlu kita akhiri, ini gua rasa nggak bener!" Dede meyakinkan.
Ical dan Wahyu saling menatap, entah apa yang ada dipikiran keduanya, tapi tak lama Ical lantas memang bahu Dede dan berkata "Tapi De, dalam teorinya, pada dasarnya memang ada perbedaan kelas antara kaum bro dan pro, itu sudah dari sononya, dan lu inget kan, memorandum yang dulu aja mereka setujui di khianati, inget itu kan watak borjuis!"
"Oke Cal, mungkin itu ada benarnya, gua juga tau mereka mungkin salah, Cal jelas kalo gini terus stabilitas kampus pasti selalu panas, dan inget kata Yai Izan, ini ruginya ke yang lain juga, kita perlu melebur sama mereka" Balas Dede.
"De, kita sama mereka itu ibarat minyak dan air, hakikatnya nggak bisa melebur, mereka akan tetap borjuis dan nggak akan mau menjadi proletar, kalo pun iya rekonsiliasi, hasil akhirnya udah gua tebak bakal nol besar!" Jawab Ical bersungut-sungut.
Wahyu masih memperhatikan perang argumen mereka, ia belum sama sekali menimpali dan menengahinya. Aneh, malah sesekali ia tertawa kecil, bahkan Wahyu sibuk saja memainkan gadgetnya. Kelakuan Wahyu tersebut akhirnya memancing kemarahan Ical "Heh Yu, lu malah ketawa-ketiwi sendiri". "Iya, ku malah santai aja" Dede menimpali.