Setelah dihadapkan pada keadaan yang membuat para ikhwan mistis mulai berpikir ulang tentang pergulatan yang telah dilalui selama ini, mereka lantas merefleksi diri masing-masing. Banyak waktu mereka lakukan untuk sekedar merenungi perselisihan yang menyita waktu dan pikiran itu. Nalar mereka terus menelaah setiap kejadian yang sudah terjadi, mencoba menggali kebodohan dan kealfaan mereka.
Ical duduk termenung di sudut belakang kampus. Ical hanya memandang langit dibawah rindangnya pohon, sementara Dede selonjoran saja di samping Ical. Desiran angin secara perlahan menghampiri dan menemani kegundahan hati yang tengah mereka alami. "Cal, kenapa yah ko bisa-bisanya kita sampe kelahi sama kaum bro?" Gumam Dede. Ical menepuk bahu Dede "Mungkin karena ambisi kita juga sih De".
Lama setelah itu mereka tak lagi berbicara, hanya suara jangkrik yang sesekali memberi kegaduhan diantara kesunyian yang melingkupi keduanya. Kini pikiran Ical mengarah pada penyesalan lain, ia berpikir betapa sia-sia energi yang dikeluarkannya selama ini. Mengganggu kejernihan pikiran, serta mengotori hubungan antar sesama.
Dede pun berpikiran demikian. Ia saat ini mulai berpikir tentang kesia-siaan atas apa yang telah dilakukannya. Lama mereka kaku dalam perenungan, Wahyu datang sambil menenteng kresek "Heh, Cal, De kenapa lu pada ngelamun!". Nampak Ical dan Dede tak memperdulikan pertanyaan Wahyu, mereka masih disibukan dengan perenungannya.
Wahyu mulai tak sabar dengan keduanya.
"Takkk!" Wahyu menjitak kepala Dede dan Ical.
"Woy sakit Yu!" Gerutu Dede.
"Abisnya lu gua tanya nggak nyaut-nyaut" Jawab Wahyu ketus. "Pada kenapa sih lu?" Tambahnya.
"Nggak, ini gua cuma kepikiran aja kenapa ya kita sampe bisa perang sama kaum bro" Jawab Ical.
Wahyu menarik napas panjang, ia tak menyangka bahwa Ical dan Dede sampai memikirkan perseteruan itu. Wahyu kemudian duduk di samping kedua temannya itu "Yang udah mah udah Cal, jangan terlalu dipikirin, yang penting ke depannya itu harus bisa jadi pelajaran". Dede berpaling menatap Wahyu, terlihat wajah lusuhnya semakin lusuh dengan beban pikiran yang diampunya "Iya sih yu, mungkin ini karena kita terlalu berambisi, perjuangan proletar memang nggak seharusnya lewat konflik sih".
Beberapa saat situasi menjadi hening, ada jeda pembicaraan di antara ketiganya. Nampak Wahyu kini mengubah posisi menjadi tiduran di bawah pohon ia melihat langit dan sesekali bersiulan. Dede setelah perbincangan singkatnya dengan Wahyu, kini memulai pembicaraan.