Guru yang perannya bagai penguasa yang serba tahu dan otoriter. Guru bagai opsir yang bertugas mendisiplinkan peserta didik ketika hanya berbeda pandangan atau pendapat. Ancaman dengan nilai adalah kuasa guru.
Kini pendidikan hanya dijadikan alat bagi para penguasa untuk melanggengkan kekuasaannya. Pembelajaran di sekolah hanya diproyeksikan untuk menghasilkan manusia tanpa nalar, tanpa kemauan, dan tanpa kreatifitas. Mereka belajar disekolah yang ujungnya hanya untuk dijadikan pesuruh penguasa dan buruh dengan upah murah.
Peserta didik harusnya mendapatkan pembelajaran yang mampu mengembangkan kesadaran kritis mereka. Tidak boleh lagi peserta didik hanya terperangkap dalam kesadaran magis.
Dalam pembelajaran guru dan peserta didik seharusnya dipandang sebagai subjek belajar. Maka guru tidak boleh memandang peserta didik hanya sebatas kertas putih yang kosong (tabula rasa) dan guru bebas menuliskan apa saja didalamnya. Peserta didik harus dipandang sebagai kertas putih dan didalamnya tertulis kata - kata yang masih samar. Disanalah peran guru sebagai fasilitator untuk membantu peserta didik menebalkannya.
Baik guru dan peserta didik mereka adalah manusia, oleh karenanya masing - masing pasti memiliki kekurangan dan kelebihannya. Peserta didik belajar kepada guru dan begitupun sebaliknya. Sedangkan objek belajar adalah realitas sosial. Ya, realitas sosial dimana peserta didik kelak akan juga terjun didalamnya. pembelajaran di sekolah tentu menjadi bekal yang berharga agar peserta didik tidak tenggelam dalam realitas sosial yang carut marut dan lantas mampu survive.
Pembelajaran di sekolah bukan untuk mematikan dan memasung ide kreatif peserta didik, pembelajaran di sekolah baik itu dalam pendidikan rendah maupun tinggi merupakan tempat berkumpulnya manusia - manusia yang merdeka. Pembelajaran di sekolah juga merupakan arena pertempuran ide, kritik dan gagasan. Suasana yang riuh akan kultur dialogis merupakan ciri sekolah yang berisikan manusia merdeka.
Pembelajaran seperti itulah yang seharusnya dilakukan dalam sistem pendidikan nasional kita. Pembelajaran yang mengedepankan rasa kemanusiaan yang merdeka, demokratis serta dialogis adalah suatu syarat mutlak untuk menghasilkan manusia yang memiliki kesadaran kritis, yaitu manusia yang berfikiran luas serta mampu menganalisis sutau permasalahan untuk menciptakan hal baru yang lebih baik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H