Analisis Novel Rembulan Tenggelam di Wajahmu
Novel "Rembulan Tenggelam di Wajahmu" merupakan novel karangan Tere Liye yang tergolong novel popular. Dalam novel ini, pembaca akan merasakan kalau seolah-olah dialah yang menjadi tokoh utama. Si tokoh utama ini mempunyai lima pertanyaan besar sepanjang hidupnya yang mungkin semua orang pernah pertanyakan.Â
Salah satunya adalah apakah hidup itu adil? Walaupun sudah punya segalanya, mengapa hidupnya terasa kosong? Dalam hidupnya si tokoh utama di ceritakan mempunyai masalalu yang kelam dan. Dirinya yang tidak pernah mengetahui siapa orangtuanya sehingga ia harus tinggal di lingkungan panti asuhan yang sangat keras dan membuatnya memutuskan untuk pergi dan hidup di jalanan. Kehidupan jalanan yang keras membuatnya menjadi sosok berandalan yang kuat dan kekar.Â
Semasa remajanya ia habiskan untuk mencuri, berjudi, dan semua kejahatan yang lazim terjadi di jalanan. Sampai akhirnya ia mendapatkan luka parah setelah dikeroyok sekerumunan preman dengan pisau belati. Setelah kejadian itu, ia pindah ke sebuah rumah singgah yang menurutnya di sanalah ia bisa mendapatkan kehangatan keluarga yang selama ini ia idam-idamkan dengan pengasuh yang bijaksana, tidak lagi seperti penjaga panti yang ia sebut sok suci itu.Â
Semua anggota rumah singgah sangat berarti bagi Rehan sampai-sampai ia bersumpah untuk selalu menjaga mereka apapun yang terjadi. Sehingga perkelahian demi perkelahian terjadi setelah ia mengetahui kalau Ilham (salah satu anggota rumah singgah) di hajar preman sampai mengakibatkan lukisan yang selama dua bulan ini Ilham buat agar dia bisa memamerkannya kepada investor lukisan yang sangat terkenal saat itu menjadi rusak. Kemudian Rehan memutuskan untuk kabur dari panti setelah kejadian perkelahian terahirnya dengan lima orang preman yang menghajar Natan (sahabat Rehan di rumah singgah). Y
ang mengakibatkan Natan harus di rawat di rumahsakit padahal saat itu juga ia seharusnya berada di panggung seleksi menyanyi dan menggapai impiannya. Setelah beranjak dewasa ia menjadi seorang yang sukses dan kisah cintannya yang berakhir tragis karena istrinya meninggal di umur pernikahannya yang baru beberapa tahun. Dan di akhir hayatnya seseorang yang berwajah menyenangkan datang dan membawa Rehan kembali ke masalalunya dan ialah yang menjawab semua pertanyaan besar di hidup Rehan.
Tema dalam novel tersebut adalah rahasia kehidupan. Penulis menceritakan manis pahitnya kehidupan dan ketidak adilan yang Ray rasakan. Banyak pertanyaan-pertanyaan besar yang selalu mengganjal di hati Ray dan ternyata jawabanya selalu tidak terduga. "Berpuluh-puluh tahun dia mencari tahu siapa yang melakukan perbuatan bejat itu.
Berpuluh-puluh tahun dia hanya bisa menduga-duga siapa eksekutor perbuatan ter kutuk itu. Berpuluh-puluh tahun rasa penasaran menggumpal di kepalanya. Dan ternyata pelakunya? Pasien itu mengepalkan tinju. Giginya begemeletukan. Dia bahkan pernah berdekat-dekat, berbaik-hati menjadi teman bagi orang tersebut. Orang itu ternyata amat dekat dalam jalan hidupnya. Plee?
Ray mendesah dalam" (Halaman 201). Disamping itu diceritakan pula kisah cinta Ray yang sangat tidak terduga karena istrinya harus pergi meninggalkannya untuk selamanya. Padahal baru saja ia mendapatkan kebahagiaan yang menurutnya adalah jawaban atas ketidak adilan yang selalu ia dapatkan selama ini. "Ya Tuhan, dia sungguh ridha dengan apa yang dilaku kan istrinya selama ini. Sungguh ikhlas atas semua perlakuan istrinya__ Anggukan itu 'mahal' sekali harganya. Anggukan itu mengantar semuanya. Mata indah istrinya pelan menutup. Pergi--- Selamanya---".
Tokoh dan penokohan dalam novel ini terlihat dari setiap tingkah laku tokoh. Mulai dari tokoh utama yakni Rehan (Rey) yang mempunyai watak keras kepala tapi cerdas."Â Berbeda dengan anak-anak pada lainnya yang tumbuh tertekan, Rehan tumbuh melawan. Kepintarannya menjelma menjadi sebuah perlawanan paling logis.
Dia sering membantah perintah penjaga panti. Bertanya banyak hal. Menyudutkan." (halaman 32). Â Tetapi dibalik itu sebenarnya Rehan merupakan anak yang sangat peduli dan bertanggung jawab. "Maka watak Ray yang 'solider' muncul tak tertahankan. Sama seperti di panti dulu, ketika Ray tanpa disadarinya selalu melindungi Diar dan anak- anak lainnya dari perlakuan penjaga panti, maka di Rumah Singgah itu, Ray memutuskan akan membela mereka dari siapa saja yang berbuat tidak menyenangkan" (Halaman 101).Â
Tokoh selanjutnya adalah penjaga panti. Jika biasannya penjaga panti merupakan seorang yang penyabar dan penyayang, di novel tersebul sang penjaga panti yang sering Ray sebut sebagai digambarkan sebagai seorang yang pemarah, keras kepala dan kejam dapat terlihat jelas pada kalimat "bilah rotan itu tanpa ampun meluncur ke pantat satu kali. Sakit sekali. Apalagi celananya lusuh dan tipis pula. Mana bisa menahan pecutan pedas di kulit. Muka Rehan memerah menahan rasa nyeri.Â
Dia tidak akan berteriak. Berteriak berarti kesenangan bagi penjaga panti. Symbol kemenangan penjaga panti." (Halaman 12). Tokoh selanjutnya adalah Diar. Diar merupakan seorang anak laki-laki yang penyabar dan lembut dia selalu peduli kepada Rehan." Rehan tidak bisa berbuka bersama dengan anak-anak panti lainnya sore itu, hari ke-30 puasa. Diar, yang sekamar dengannya berbaik hati menyelinap ke halaman panti, berusaha menyerahkan sebungkus roti tawar dan segelas cendol melalui balik pintu" (Halaman 14). Selanjutnya adalah Bang Ape, Bang Ape digambarkan sebagai seorang yang bijak dan perhatian.Â
"Bang Ape mentraktir mereka, seminggu sekali. Sambil bertanya apa yang telah mereka lakukan sepanjang minggu. Bertanya sekolah. Pekerjaan. Kemudian selalu menutup makan malam itu dengan kalimat: "Kalian mungkin memiliki masa lalu yang buruk, tapi kalian memiliki kepal tangan untuk mengubahnya... Kepal tangan yang akan menentukan sendiri nasib kalian hari ini, kepal tangan yang akan melukis sendiri masa depan kalian...". Selanjutnya adalah tokoh si Plee. Plee merupakan sahabat baik Rehan dia merupakan seorang yang setia dan cerdik.
"Jangan tanya Plee tentang kesetiaan. Malam terakhir sebelum eksekusi, di tengah-tengah hujan deras, di atas tower air, Plee menggenggam bahu Ray kencang-kencang, "Besok malam kita akan kaya, Ray! Kaya bersama-sama. Tidak ada yang meninggalkan yang lain!" Berteriak mengulang kalimat-kalimat sebelumnya."(Halaman 183). Selanjutnya adalah Fitri.Â
Fitri adalah istri Rehan yang sangat patuh dan sabar, meskipun awalnya ia merupakan seorang pelacur yang memiliki masalalu yang sama kelamnya dengan Ray, tetapi setelah menikah dengan Ray kehidupannya menjadi berubah. "Aku baik-baik saja, ceroboh. Aku senang mendengarnya.... Amat senang.... Tetapi aku tidak membutuhkan itu, yang. Rumah besar, mobil, berlian, pakaian yang indah.... Bagiku kau ihklas dengan semua yang kulakukan untukmu.... Ridha atas perlakuanku padamu.... Itu sudah cukup!"(Halaman 294). Yang terakhir adalah Jo, ia merupakan anak buah Ray yang sangat setia dan bisa diandalkan "Jo amat dekat dengan Ray. Tahu semua urusan Ray, termasuk tentang istrinya. Jo mengerti dalam banyak hal dia tidak sepantasnya mencampuri urusan Ray, si pemilik gedung. Dia tidak layak. Beda kelas. Tetapi Jo teman yang baik." (Halaman 352)
Di dalam novel tersebut di gambarkan berbagai kejadian dengan latar waktu yang berbeda. Mulai dari pagi hari "Pagi ini, setelah melakukan apa yang direncanakan semalam, dia akan pergi selamanya." (Halaman 30). Selanjutnya adalah siang hari "Tersenyum hangat, sehangat cahaya matahari siang terminal antar-kota.".(Halaman 39).Â
Di ceritakan juga kejadian yang berlatarkan sore hari, salah satunya saat Ray berbincang dan menggoda istrinya setelah memberikan setangkai bunga mawar "Eh, kau cantik sekali sore ini--- "Ray menyeringai menatapnya. Urusan setangkai mawar merah itu terpotong sejenak." (Halaman 294). Banyak juga peristiwa penting yang terjadi saat malam hari, salah satunya adalah saat Plee dan Ray melakukan pencurian permata seribu karat di gedung "Pukul 23.00, langit Ibukota mendadak gelap. Awan tebal berarak-arak menutupi bintang-gemintang. Bukan main, bahkan langit merestui rencana ini!"(Halaman 187).
Beberapa tempat penting juga menjadi saksi bisu perjalanan Ray dalam menitih lika-liku kehidupannya. Saat ia kecil, ia tinggal di sebuah panti asuhan yang benar-benar kejam dengan penjaga panti sok suci. "Esoknya, hari raya di panti asuhan. Saat anak-anak bergembira memakai baju koko menuju lapangan dekat Panti, Rehan masih duduk bergelung.
Bajunya lembab. Sisa tempias hujan semalaman. Matanya merah karena tidurnya semalam berkali-kali terbangun oleh suara guntur. Mata yang sekarang menatap penuh kebencian, sisa benci tadi malam."(Halaman 30). Setelah akhirnya memutuskan untuk kabur dari panti asuhan terkutuk tersebut kini hari-hari Ray lebih banyak ia habiskan di terminal yang membuatnya menjadi tumbuh dewasa dan keras layaknya preman-preman jalanan. "Rehan kembali duduk di pojokan terminal.
Tempat yang akan direncanakan menjadi rumah baru baginya. Itu sebatas atap toko paling pojok di terminal. Menyatu ke tembok pembatas rumah-rumah warga di luar."(Halaman 42). Bertahun-tahun Rehan hidup di jalanan hingga akhirnya ia mendapatkan beberapa luka tusukan yang mengakibatkan ia harus di rawat di rumah sakit yang meninggalkan kesedihan baginya karena pada saat yang bersamaan ia harus melihat Diar yang tidak bersalah harus pergi untuk selama-lamanya karena ulahnya setelah mengambil dompet sopir bus yang sedang mandi di toilet terminal "Dia tidak tahu kalau Diar menghembuskan nafas persis di sebelahnya.
Diar meninggal di usia yang amat muda. Diar meninggal karena dia.... Karena dia mencuri celana di toilet terminal...."(Halaman 78). Â Selepas dari rumah sakit, Ray memutuskan untuk ikut tinggal di sebuah rumah singgah di mana ia mendapatkan kebahagiaan dan arti sosok keluarga di sana."Di Rumah Singgah ini tidak ada yang memaksa.
Kalau malas sekolah dan memutuskan memilih bekerja, silakan. Bang Ape, kakak-kakak penanggung-jawab Rumah Singgah tidak pernah melarang, tidak juga menyuruh. Entah itu bekerja hanya jadi pengamen, asongan, tukang semir, karyawan ruko, tukang foto-kopian, apa saja! Yang pendng pekerjaan baik-baik"(Halaman 93)
Beberapa latar suasana yang tergambar dari novel tersebut diantaranya adalah sepi. Ray sangat suka menatap rembulan pada saat malam hari dan di suasana yang sepi ia bisa sedikit menghibur dirinya ditemani dengan rembulan yang setia mendengar semua keluh kesahnya "Menatap rembulan yang sekarang tertutup awan putih tipis bak kapas.
Bintang-gemintang. Malam ini langit terlihat elok---"(Halaman 133). Selain itu banyak juga kejadian-kejadian menengangkan yang di alami Rehan saat ia beranjak dewasa salah satunya adalah ketika ia di keroyok lima orang preman di depan sebuah warung yang ada di dekat gang "Kepalan tangannya terangkat.
Matanya buas mengancam. Maka dalam hitungan detik terjadilah perkelahian massal! Lima lawan satu. Ray sedikit pun tidak membutuhkan jawaban dari mereka. Tangannya langsung menghantam muka orang yang dicekiknya, bahkan sebelum yang bersangkutan membuka mulut. Kemarahan itu terlepaskan menjadi amuk."(Halaman 110).
Dalam novel ini, penulis menggunakan alur campuran. Di awal cerita penulis bercerita menggunakan alur mundur, yaitu ketika sesorang berwajah menyenangkan membawa Ray ke masalalunya yang begitu kelam "Tidak ada, Ray--- Kita hanya sedang melakukan perjalanan mengenang masa lalu. Inilah pemberhentian pertamanya. Seharusnya aku memulainya dari panti. Tapi kau selalu benci kembali ke sana, bukan? Maka inilah pilihan terbaiknya. Tempat di mana pertama kali kau merasa hidup terasa sungguh menyenangkan".(Halaman 38)
Dan beberapa babak menggunakan alur maju salah satunya adalah ketika Ray beranjak dewasa dan menjalani hari-harinya sebagai pengamen. "Enam tahun berlalu begitu saja. Tidak ada yang ber ubah dari kehidupannya. Umurnya sekarang dua puluh enam tahun. Dia masih Ray si pengamen. Masih berpindah-pindah dari satu gerbong ke gerbong lain. Dari satu kere la ke kereta lain. Ray si pengamen yang selalu mengesankan kalau menyanyikan lagu-lagu sendu." (Halaman 227)
Sudut pandang dalam novel tersebut adalah orang ketiga serba tahu. Di sini penulis menceritakan tokoh dengan kata ganti nama. Penulis memposisikan dirinya seakan akan dia tahu semua detail kejadian bahkan perasaan si tokoh pada saat itu. Salah satu contohnya adalah ketika malam hari kemenangan dan Ray mengetahui siapa pelaku yang membakar rumahnya dulu. "Malam itu juga karnaval hari raya.... Sama persis saat kejadian kebakaran disengaja__Dan itu semakin membuatnya sesak...." (Halaman 203).
Selain unsur intrinsik, ada juga unsur ekstrinsik yang mempengaruhi pembuatan novel Rembulan Tenggelam Di Wajahmuini. Melalui novel tersebut Tere Liye (penulis novel tersebut) ingin menyampaikan sebuah pembelajaran kehidupan yang sederhana yang di kemas dengan Bahasa yang tidak berbelit-belit dan dengan contoh-contoh kejadian yang sangat lazim kita jumpai di kehidupan sehari-hari membuat pembaca akan merasakan kalau dirinya masuk ke dalam cerita tersebut. Tere Liye sangatlah pandai dalam memainkan sebuah imajinasi melaui ide dan perasaannya yang membuat novel tersebut semakin bermakna dengan Bahasa yang dalam tetapi tidak menggurui.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H