Kalau malas sekolah dan memutuskan memilih bekerja, silakan. Bang Ape, kakak-kakak penanggung-jawab Rumah Singgah tidak pernah melarang, tidak juga menyuruh. Entah itu bekerja hanya jadi pengamen, asongan, tukang semir, karyawan ruko, tukang foto-kopian, apa saja! Yang pendng pekerjaan baik-baik"(Halaman 93)
Beberapa latar suasana yang tergambar dari novel tersebut diantaranya adalah sepi. Ray sangat suka menatap rembulan pada saat malam hari dan di suasana yang sepi ia bisa sedikit menghibur dirinya ditemani dengan rembulan yang setia mendengar semua keluh kesahnya "Menatap rembulan yang sekarang tertutup awan putih tipis bak kapas.
Bintang-gemintang. Malam ini langit terlihat elok---"(Halaman 133). Selain itu banyak juga kejadian-kejadian menengangkan yang di alami Rehan saat ia beranjak dewasa salah satunya adalah ketika ia di keroyok lima orang preman di depan sebuah warung yang ada di dekat gang "Kepalan tangannya terangkat.
Matanya buas mengancam. Maka dalam hitungan detik terjadilah perkelahian massal! Lima lawan satu. Ray sedikit pun tidak membutuhkan jawaban dari mereka. Tangannya langsung menghantam muka orang yang dicekiknya, bahkan sebelum yang bersangkutan membuka mulut. Kemarahan itu terlepaskan menjadi amuk."(Halaman 110).
Dalam novel ini, penulis menggunakan alur campuran. Di awal cerita penulis bercerita menggunakan alur mundur, yaitu ketika sesorang berwajah menyenangkan membawa Ray ke masalalunya yang begitu kelam "Tidak ada, Ray--- Kita hanya sedang melakukan perjalanan mengenang masa lalu. Inilah pemberhentian pertamanya. Seharusnya aku memulainya dari panti. Tapi kau selalu benci kembali ke sana, bukan? Maka inilah pilihan terbaiknya. Tempat di mana pertama kali kau merasa hidup terasa sungguh menyenangkan".(Halaman 38)
Dan beberapa babak menggunakan alur maju salah satunya adalah ketika Ray beranjak dewasa dan menjalani hari-harinya sebagai pengamen. "Enam tahun berlalu begitu saja. Tidak ada yang ber ubah dari kehidupannya. Umurnya sekarang dua puluh enam tahun. Dia masih Ray si pengamen. Masih berpindah-pindah dari satu gerbong ke gerbong lain. Dari satu kere la ke kereta lain. Ray si pengamen yang selalu mengesankan kalau menyanyikan lagu-lagu sendu." (Halaman 227)
Sudut pandang dalam novel tersebut adalah orang ketiga serba tahu. Di sini penulis menceritakan tokoh dengan kata ganti nama. Penulis memposisikan dirinya seakan akan dia tahu semua detail kejadian bahkan perasaan si tokoh pada saat itu. Salah satu contohnya adalah ketika malam hari kemenangan dan Ray mengetahui siapa pelaku yang membakar rumahnya dulu. "Malam itu juga karnaval hari raya.... Sama persis saat kejadian kebakaran disengaja__Dan itu semakin membuatnya sesak...." (Halaman 203).
Selain unsur intrinsik, ada juga unsur ekstrinsik yang mempengaruhi pembuatan novel Rembulan Tenggelam Di Wajahmuini. Melalui novel tersebut Tere Liye (penulis novel tersebut) ingin menyampaikan sebuah pembelajaran kehidupan yang sederhana yang di kemas dengan Bahasa yang tidak berbelit-belit dan dengan contoh-contoh kejadian yang sangat lazim kita jumpai di kehidupan sehari-hari membuat pembaca akan merasakan kalau dirinya masuk ke dalam cerita tersebut. Tere Liye sangatlah pandai dalam memainkan sebuah imajinasi melaui ide dan perasaannya yang membuat novel tersebut semakin bermakna dengan Bahasa yang dalam tetapi tidak menggurui.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H