Mohon tunggu...
Rahma Lia Kusnul Khotimah
Rahma Lia Kusnul Khotimah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pencatatan Perkawinan: Sejarah, Makna, dan Pentingnya Pencatatan Perkawinan

22 Februari 2023   22:41 Diperbarui: 22 Februari 2023   22:43 655
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pendahuluan

Pernikahan adalah sesuatu yang suci dan diagungkan dalam agama, baik islam maupun agama lainnya. Oleh karena itu, tidak setiap orang dapat melakukannya sendirian, melainkan harus ada orang lain yang menikahkan dan harus sada bukti otentik pernikahan tersebut. Lebih dari itu, dalam pernikahan juga terdapat kesepakatan dan perjanjian atau komitmen untuk melaksanakan kewajiban dan tanggungjawab masing-masing (suami-istri). Dari hal tersebut terdapat pertanyaan yang muncul antara lain sejarah pencatatan perkawinan di Indonesia, apakah perkawinan harus dicatatkan, dan bagaimana makna perkawinan dari sisi filosofis, sosiologis, religious, maupun yuridis.

Metode penelitian

Artikel ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan menggunakan literature review, termasuk mengkaji sumber bacaan, topik atau pertanyaan yang relevan dan berhubungan dengan penelitian yang bersangkutan, dan menggunakan literature review dari penelitian terdahulu yang berkaitan dengan pokok bahasan artikel ini. . Pengumpulan data dilakukan dengan meninjau jurnal akademik yang dipublikasikan di Google Scholar dan artikel.

1. Berikan analisis sejarah pencatatan perkawinan di Indonesia?

            2 Januari 1974, Undang-undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974 Undang-undang ini merupakan undang-undang perkawinan yang diusulkan pemerintah pada tanggal 22 Desember 1973, yang kemudian diajukan ke Rapat Paripurna DPRK-RI.Sebagai pengusaha, ia menerbitkan Keputusan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Penerapan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Juga dengan Instruksi Presiden No. 1 tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam.Latar belakang lahirnya Undang-undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974 adalah gagasan penyatuan hukum dan pembaharuan hukum. Gagasan unifikasi hukum merupakan upaya untuk menegakkan peraturan perundang-undangan yang bersifat nasional dan berlaku bagi seluruh warga negara. Sedangkan gagasan pembaharuan hukum pada hakekatnya bertujuan untuk menyesuaikan upaya emansipatoris dengan kebutuhan masa kini dan untuk menyelaraskan kedudukan laki-laki dan perempuan dalam perkawinan, baik dari segi hak maupun kewajiban.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan termasuk dalam pasal. 1 detik. 2, yaitu: "Setiap perkawinan harus dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. 9 Tahun 1975, yaitu:

(1) Pencatatan perkawinan orang yang menikah menurut agama Islam harus dikecualikan dari ketentuan yang diatur dalam Pasal Undang-Undang Nomor 32 Tahun 1954 tentang Pencatatan Perkawinan, Perceraian dan Rekonsiliasi. (2) Perkawinan orang-orang yang menikah menurut agama dan kepercayaan selain Islam harus dikukuhkan oleh panitera di kantor catatan sipil sesuai dengan Pasal [11.36, 22.02. 2023].: 1 Tahun 201783, Disebutkan dalam berbagai Undang-undang Pencatatan Nikah 10 Peraturan Pemerintah ini, kedua mempelai menandatangani akta nikah yang dikeluarkan oleh seorang pegawai pencatat sesuai dengan ketentuan yang berlaku Pasal .

(2) Akta nikah yang ditandatangani oleh kedua mempelai adalah kemudian juga dikukuhkan oleh dua orang saksi dan ditandatangani oleh panitera yang hadir pada akad nikah dan, dalam hal orang menikah menurut agama Islam, juga oleh wali pasangan atau wakilnya.

(3) Dengan menandatangani akta perkawinan, maka perkawinan itu dicatatkan secara resmi.Tujuan pencatatan perkawinan, juga untuk menjamin tertibnya perkawinan, sebagaimana diatur dalam Pasal 5 ayat (1), yaitu: "Pasal 6, yaitu: (1) Untuk memenuhi ketentuan Pasal 5, semua perkawinan (2 ) Perkawinan yang dilakukan di luar pengawasan pencatat tidak mempunyai kekuatan hukum.Adanya akta nikah merupakan bukti perkawinan, dan apabila tidak dapat dibuktikan dengan akta nikah, maka perkawinan kelelawar dituntut oleh pengadilan agama sesuai dengan pasal 7 pasal 1 dan 2 yaitu. H.: (1) Perkawinan hanya dapat dicatat dengan surat nikah yang dikeluarkan oleh kantor catatan sipil. (2) Dalam hal perkawinan tidak dapat dicatatkan dengan akta nikah, akta nikah dapat diajukan ke pengadilan agama.

2. Mengapa Pencatatan Perkawinan Diperlukan?

Pencatatan pernikahan menurut PMA Nomor 20 Tahun 2019 Tentang Pencatatan Pernikahan diterbitkan kementrian agama untuk melaksanakan tertib administrasi, transparansi dan kepastian hukum dalam pelaksanaan pernikahan secara agama islam.. Pencatatan pernikahan adalah kegiatan pengadministrasian pernikahan oleh pejabat pembantu pencatat nikah yang bertempat di desa atau keluraham atau penjabat pencatat nikah di KUA kecamatan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun