Mohon tunggu...
rahma kusuma
rahma kusuma Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Unversitas Sanata Dharma

Penyendiri yang gemar menghilang.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Penulis Itu Mati Bunuh Diri

25 Maret 2024   22:25 Diperbarui: 25 Maret 2024   22:26 199
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Apa yang akan kau lakukan jika dunia mengkhianatimu?

Tidak ada hati yang bisa kau percaya selain dirimu sendiri. Semua manusia mustahil tidak pernah berbohong, mengecewakan, dan berkhianat. Mula-mulanya keakraban muncul dari keramahan lalu kebaikan dan selanjutnya lapis demi lapis topeng akan terbuka. Satu lapisan topeng sama dengan satu kebohongan semakin banyak topeng semakin banyak kebohongan yang manusia tebarkan. Satu hal yang perlu kau tahu pengkhianat terhebat datang dari orang terdekat. 

"Apa kau yakin itu tulisan hasil karyamu sendiri?" tanya seorang perempuan yang biasa ku panggil Mama dengan berkacak pinggang.

"Ya." Jawabku tanpa sebuah penjelas.

"Jangan bohong! Mana mungkin anak sebodoh kau bisa menulis cerita sehebat itu. Kau tidak pantas memiliki yang ingin kau miliki!" Mata perempuan itu membesar raut mukanya begitu bengis. 

Seseorang membuka pintu. Masuk tanpa permisi. Di belakangnya seorang perempuan seusia ku menampakkan dirinya. Ah... mereka manusia-manusia tak tahu diri.

"Sebaiknya kita selesaikan saja masalah ini." Mama dari perempuan itu duduk dihadapanku. Dengan tangan terlipat di dada. Aku membuang muka menatap jendela. Disana ada sore yang asik bermain dengan senja. Ah... senja. Gara-gara masalah ini aku harus kehilangan senjaku sendiri. 

"Ambil ini dan kami tidak akan menuntut kamu." Sebuah amplop coklat panjang tebal dilempar ke atas meja. 

"Jika anakmu tidak mau terima. Kamu bisa mengambilnya. Tapi dengan syarat itu anak harus tutup mulut." 

"Ahaha... mbak tenang saja. Dia akan nurut pada saya. Perempuan bodoh seperti dia bisa apa." Mama mengambil amplop itu melihat isinya dan tersenyum-senyum sendiri. 

"Baguslah perempuan bodoh seperti dia tak akan ada yang berpihak" tante itu tersenyum sinis. 

"Mama, tante Ella mau bicara sama dia." Dia menatapku tapi aku tak menatapnya. Manusia hina tidak pantas ditatap.

Mereka keluar. Ada sekitar lima menit kami saling diam. Bercakap pada pikiran masing-masing. Aku masih setia menatap jendela. Dan dia memandangku sejak tadi. 

"Dari pada menatap jendela lebih baik kamu bercermin. Apa kau tidak berkaca? Kau tidak pantas mendapatkanya. Tidak akan  ada orang percaya kalau yang kau tulis itu hasil karyamu. Hahaha... kasihan betul aku lihat kau semua orang mempertanyakan apakah itu  benar-benar karyamu".  Dia tertawa seperti setan. 

Kalian bilang aku tidak tahu diri? Bukankah yang tidak tahu diri itu kalian! Siapa yang lebih senang bersolek? Dasar manusia hanya bisa memoles wajah tapi tidak bisa memoles sikap. 

"Terima saja uang itu gunakan untuk mengubah wajahmu yang jelek itu." Perempuan itu pergi. Dan dia merasa seakan-akan sudah menang. 

***

Di dunia ini manusia memiliki impian. Ada yang berjuang mewujudkannya. Ada yang menyerah di tengah jalan. Ada yang kenyataan dan impiannya sedang berjalan. Impian tidak akan terwujud tanpa tekad dan kerja keras. Kini aku sedang memperjuangkan impian. Tapi aku rasa aku tidak mampu. Apa yang pantas didapat dari seseorang yang mencuri karyamu? Membayar dengan uang? Menutupi kebohongan? Dikhianati keluarga dan teman dekat? Begitu hinanya manusia semua masalah selesai dengan uang. Sungguh pengecut dan pecundangnya manusia itu. 

***

"Sudah ku bilang itu semua karyaku! Mengapa kalian tidak mengerti!" dengan keberanian aku mengatakannya di depan semua orang. Di depan dia, kamu, mereka, dan kalian para penghianat.

"Dasar perempuan tidak tahu diri!" perempuan uang itu berkata.

"Aku punya buktinya! Aku selalu menuliskan semua ideku di buku tulis dan aku selalu meminta saran dari temanku." Aku membela dir.

"Eh... teman kamu itu tidak mengakuinya!" mama meneriakiku.

"Mengapa kalian tidak membantuku?" tanyaku pada kedua temanku.

Mereka diam dan hanya bisa tersenyum. Senyum palsu. Dasar manusia topeng.

"Bawa saja dia ke penjara. Dia tidak menguntungkan untuk jadi manusia".

Tante itu tersenyum sinis. 

***

Begitu murah harga manusia bisa dihitung dengan nominal. Apa artinya hidup selama ini. Di balik jeruji ini aku menatap malam dari celah ventilasi. Begitu kosong. Tanpa bintang dan bulan. Persis seperti diriku. Sendiri. Sepi. Tak ada yang menemani. Didunia ini ada hal-hal yang telah kau perjuangkan tapi usahamu sia-sia. Tidak diakui orang-orang atau  mungkin ada yang memanfaatkannya. Aku sudah benar-benar lelah. Dan ini mungkin satu-satunya cara menunjukkan betapa tulusnya aku. Dan untuk kalian yang bermain-main denganku ini belum akhir.

***

KORAN PAGI

LARA BOENA (22) PENULIS MUDA DITEMUKAN TEWAS DI PENJARA


KABAR BERITA 

PENULIS MUDA BERINISIAL (L) (22)  BUNUH DIRI DI PENJARA 


SUARA BERITA 

MENJIPLAK KARYA ELLA TAMARA, LARA BOENA MATI BUNUH DIRI 

"Apa kau sudah baca berita pagi ini El?"

"Sudah, Ma. Baguslah. Sekarang dia pasti di neraka. Hahaha."

"Hahaha... dasar anak bodoh!"

"Sekarang tugasmu membuat novel selanjutnya. Novelmu yang kemarin itu laku keras. Kau juga harus bekerja keras jangan hanya mengandalkan anak bodoh itu."

"Baik, Ma." 

***

Di kamar Ella sedang menatap layar laptop yang masih putih bersih. Sambil menggigit jari kuku dia merasa bingung dan takut. Keringat kecil muncul dari pelipisnya. Padahal malam itu tidak panas. Tapi entah mengapa dia merasa gerah dan terganggu. Dia tidak berani menoleh ke arah mana pun. Dia merasa bulu kuduknya berdiri. Dia tidak tahu apa yang harus dilakukan. Sampai mesin keyboard mengetik sendiri "KAU TARGET PERTAMA BERSIAP-SIAPLAH". Dia memundurkan badannya dari meja dan...

Keesokan harinya

BERITA TERKINI 

ELLA TAMARA (22) DITEMUKAN TEWAS DI KAMARNYA 


KABAR BARU 

PENULIS ELLA TAMARA MATI MENGENASKAN PASCA KEMATIAN LARA BOENA 


SUARA BERITA 

KEMATIAN ELLA TAMARA DIDUGA BERHUBUNGAN KEMATIAN LARA BOENA 

Sudah ku bilang jangan bermain-main denganku. Malam itu aku memasuki dirinya.  Aku mencungkil matanya, memotong jarinya, dan memukul kepalanya sebelas kali. Dia menangis. Dia kesakitan. Tapi tidak sebanding denganku. Ah... dia bisa saja berobat ke rumah sakit. Tapi bagaimana jika dia mati? Apa dia bisa membeli nyawa dengan uang? Misi pertama selesai,  setelah ini aku mencari korban lain. Apa kau pernah berkhianat? 

***

"Pak, saya menemukan ini saat melakukan penyelidikan di rumah Ella Tamara." Seorang polis berjaket kulit menyerahkan secarik kertas kepada atasannya.

"Kepercayaan itu mahal harganya. Kau tak bisa membelinya dengan uang. Jika kau ingin dipercaya tugasmu adalah tidak mengecewakan.  -L-"

Tulisan itu  ditulis dengan darah yang diduga darah Ella Tamara. Di atas sepotong secarik kertas. Kedua polisi itu hanya saling pandang. Dan bertanya pada pikiran masing-masing. Takut-takut apa yang dipikirkan mereka tidak masuk akal. Mereka hanya bisa saling tatap. Di balik jendela seorang perempuan tersenyum dan mencari pengkhianat selanjutnya. 

SELESAI

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun