Mohon tunggu...
Rahmah Athaillah
Rahmah Athaillah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Pecinta Literasi

Al Faqiir ilaa 'Afwi Rabbi Dari seseorang yang tengah belajar

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Dalam Heningnya Asa

17 April 2023   11:50 Diperbarui: 17 April 2023   11:50 114
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Ayah mendekat, membelai lembut anak yang kini makin beranjak dewasa.

"Fizah, bahkan di umurmu yang semakin dewasa ini, kamu belum bisa memaknai hidupmu secara utuh, nak. Itu yang ayah takutkan, mengapa ayah selalu memintamu untuk pulang," ujar Ayah. "Kamu merasa bahwa kamu telah mendapatkan apa yang kamu inginkan, kamu merasa bahwa kamu telah melakukan segalanya. Namun, hatimu akan terus hampa hingga saat ini, karena kamu belum bergerak bersama jiwamu Fizah. Kamu melakukan segalanya dengan nafsu, kamu belajar dengan nafsu, kamu bekerja dengan nafsu, kehidupanmu selalu dipenuhi dengan nafsumu yang tidak akan pernah puas. Meski, dirimu mengatakan kamu akan enjoy dengan segala yang kamu kerjakan, ini hanyalah nafsu belaka nak.. jiwa belum bergerak. Kamu tidak melakukannya karena Allah."

Air mata Fizah meleleh perlahan, nasihat yang dilontarkan oleh ayahnya benar. Sejak kecil, ayah memang tidak pernah meminta hal yang muluk-muluk kepada anak-anaknya. Ayah hanya meminta, agar anak-anaknya melakukan segala perbuatannya dengan hati yang ikhlas dan jiwa yang damai.

"Ayah, maafkan Fizah. Fizah terlalu menyibukkan diri. Hingga lupa, jika batin Fizah tak pernah terurusi."

Ayah mendekap Fizah dengan hangat, "Bukankah sebelum Fizah merantau, ayah pernah berpesan bahwa manusia selama hidupnya seolah-olah dalam keadaan mati. Sedangkan, disaat ia meinggal ia baru terbangun. Maka, Fizah tidak boleh terlena dengan kehidupan yang Fizah miliki. Kehidupan dunia ini hanyalah fatamorgana, Fizah."

Fizah mengangguk, ia semakin terisak. Dirinya menyesal karena tidak pernah mengindahkan nasihat yang diberikan oleh ayahnya. Fizah memang seorang muslimah, wajahnya terbalut dalam balutan jilbab, ia juga melaksanakan sholat sebagaimana umat muslim pada umumnya. Namun, hatinya belum sepenuhnya islam, karena nafsu dalam dirinya lebih mendominasi daripada jiwa fitrahnya.

Perlahan, Fizah mulai menata hidupnya kembali. Ia mendengarkan dan selalu menerapkan akan nasihat baik yang diberikan oleh orang tuanya juga orang terdekatnya.

Beberapa hari kemudian, entah mengapa ia merindukan tempat mulia bagi umat islam. Kerinduannya semakin membuncah, sehingga ia segera terbang menuju Mekkah untuk menunaikan ibadah umrah.

Namun, ada hal yang berbeda kali ini. Ia telah hijrah untuk menjadi muslimah yang lebih baik. Tetap sama dalam balutan jilbab, ataupun dalam naungan islam. Namun, kali ini dengan hati dan jiwa yang lebih berdamai, yang menyatu kembali dengan fitrah hakikinya.

Selesai.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun