Aku terhentak, "Baik, Bu.." jawabku tanpa ragu lagi.
      Keeseokan harinya, di hari libur bagi pelajar, aku mengunjungi rumah Bu Ima setelah izin dengan orang tuaku. Aku meminta Ifah dan Rani untuk menemaniku.
      "Kamu yakin, akan pergi kerumahnya?" Tanya Ifah sedikit ragu, "Satu setengah jam lho, kalau dengan bis umum."
      "Nggak, Kita harus tetap kerumahnya. Beliau itu baik kok, nggak seperti yang kalian bayangkan," jawabku gusar.
      Ifah dan Rani hanya mengangkat bahu, sembari mengikutiku pergi. Butuh sekitar satu jam lebih untuk tiba di rumah Bu Ima menggunakan angkutan umum. Belum cukup, setelah menaiki angkutan umum, kami harus menempuh menggunakan angkot, dan berjalan kaki sejauh setengah kilo untuk menyusuri gang-gang kecil yang tampak kumuh.
      "Kamu yakinkan Luthfi, kalau ini jalan kerumahnya?" Tanya Ifah sedikit ragu.
      Aku mengangguk, meskipun terbesit ragu melewati perkampungan yang sempat tidak bersahabat melihat busana yang kami kenakan. Setelah bertanya dengan beberapa warga, kami menemukan rumah Bu Ima.
      "Assalamu'alaikum Bu," salamku sambil mengetuk pintu.
      Tak beberapa lama, pintu terbuka. Beberapa anak kecil memandang kami bingung. Aku, Ifah dan Rani saling bertatapan bingung. "Uhmm.. Bu Ima nya ada dek?" tanyaku setelah keheningan terjadi diantara kami.
      "Ada, Bu Imanya didalam, masuk saja mbak," jawab salah satu dari anak kecil.
      Aku mengikutinya masuk.Bu ima menyambut kami dengan senang, "Saya kira kalian nyasar," ujarnya menyambut kedatangan kami.