Mohon tunggu...
Rahmah Afifah
Rahmah Afifah Mohon Tunggu... Lainnya - Pegiat Literasi - Berbagi Referensi

Catatan Disela Perkuliahan ini sesungguhnya merupakan bagian dari project pribadi. Lahir dari keluh kesah sebagai mahasiswa yang merasa sia-sia, Jika hasil begadangnya hanya tergeletak begitu saja. (2021-2025)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Memalukan! 7500 Warga Papua Kelaparan, Kita Tak Jua Belajar dari Pengalaman

13 September 2023   20:19 Diperbarui: 13 September 2023   20:30 80
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Rahmah Afifah - 7500 warga terdampak kelaparan akibat gagal panen yang kembali terjadi bahkan berdasarkan berita terbaru disebutkan bahwa terdapat enam orang warga yang menjadi korban jiwa di Puncak, Papua Tengah itu.

Artinya telah dinyatakan meninggal dunia enam warga terkait di tengah bencana kelaparan yang melanda tersebut.

Menanggapi pemberitaan ini, pemerintah segara saja menyebut keenam orang itu meninggal karena diare yang didukung dengan keadaan cuaca dan bukan karena kelaparan, hal ini disampaikan oleh Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo.

Meski demikian tak menjadikan mirisnya keadaan warga yang sedang dihadapkan dengan bencana kelaparan di pulau Cendrawasih menjadi dianaktirikan. Pasalnya bencana ini melanda dua distrik di Puncak, Papua Tengah dan terbukti berhasil menghantui siapa pun di sana.

Bagaimana tidak? Akibat insiden kelaparan ini mengakibatkan para warga setempat baik itu perempuan atau lelaki, anak-anak hingga tua semakin kehilangan harapan dan ketenangannya dalam bermasyarakat.

Peran dan fungsi pribadi maupun kelompok tak mampu lagi dilakukan secara totalitas sebab kebutuhan akan makanan dan minuman (kebutuhan pangan) tak terpenuhi dengan semestinya.

Bahkan jika diteliti lebih jauh sesungguhnya bukan hanya fisik atau keadaan tubuh mereka saja yang terdampak peristiwa kelaparan massal ini melainkan kondisi mental pun tengah dipertaruhkan sebab akan terus merosot dari hari ke hari.

Faktanya apabila melansir dari Kompas.com pada Senin (14/08/2023) bahwa Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Papua, Maikel Primus Peuki telah menilai bahwa peristiwa kelaparan yang terjadi di Papua Tengah ini merupakan “kasus luar biasa” karena sudah terjadi berulang kali.

Menurut catatan Walhi Papua, kejadian bencana kelaparan pertama terjadi pada 2020, kemudian di 2022 dan terjadi lagi tahun ini.

Hal tersebut menegaskan bahwa peristiwa wabah kelaparan telah berulang kali terjadi di Papua terlebih sejak kemunculan embun beku pertama pada 2015.

Lantas apa yang dilakukan pemerintah saat ini?

Seperti beberapa insiden serupa, pemerintah akhirnya mengirimkan bantuan kemanusiaan dan melakukan penanganan secepatnya terhadap masalah kelaparan yang terjadi dalam beberapa waktu terakhir di wilayah Papua Tengah.

Bahkan hal ini langsung diinstruksikan oleh orang nomor satu di negara kita, Indonesia yakni Presiden Joko Widodo. Pada akhir bulan lalu Juli 2023, Panglima TNI mengirimkan bantuan kemanusiaan ke Kabupaten Puncak, Papua Tengah untuk membantu menanggulangi bencana kelaparan/kekeringan di 2 distrik di Kabupaten Puncak. 

Kemudian menyusul pula Kementerian Pertanian yang hendak memberikan bantuan untuk cadangan makanan warga yang terdampak selama tiga bulan. Melakukan mobilisasi berupa menyerahkan bantuan dalam bentuk 10.000 tanaman di dalam polybag yang kudepanya akan dibagikan ke rumah-rumah warga.

Harapannya dengan bantuan tanaman itu nantinya dapat didayagunakan hingga bisa dipanen untuk dikonsumsi masyarakat.

Namun ternyata dalam pemberian bantuan pun terjadi kendala sehingga tidak bisa dimanfaatkan dengan sesegera mungkin oleh ribuan warga Papua Tengah yang terdampak kelaparan.

Menko Polhankam Mahfud MD mengungkapkan sebagaimana dilansir dari liputan6.com, adanya masalah transportasi dan cuaca menjadi tantangan sekaligus kendala dalam penyebaran bantuan ke warga yang terdampak kelaparan di Distrik Agandugume, Papua Tengah.

Lebih jauh, ia menyebut hanya pesawat kecil yang bisa masuk ke distrik terkait sebab bantuan logistik ini perlu diantar ke kampung-kampung dengan kondisi geografis yang terjal.

Kondisi bantuan yang tak jua sampai di lokasi tentu sangat miris, terlebih jika kembali mengingat fakta bahwa insiden kelaparan seperti ini sudah terjadi secara berulang kali di wilayah Papua. Melalui hal ini dapat disimpulkan jika pemerintahan negara Indonesia tak juga belajar dari pengalaman yang telah lalu.

Sebagai pihak yang memiliki wewenang tertinggi sudah sepatutnya negara tak hanya melakukan penyelesaian masalah dengan ranah jangka pendek atau menengah saja.

Melainkan berupaya untuk melakukan solusi dalam jangka panjang demi memenuhi tanggung jawab utamanya dalam mencapai kesejahteraan. (*)

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun