Pada suatu hari, ketika saya sedang scroll feed akun Instagram, saya menemukan postingan dari Sony Bill Williams, seorang mantan pemain rugby asal New Zealand, sedang mempromosikan film dokumenter yang berjudul 'Before 1770'.
Pembukaannya sangat menarik: Banyak anak muda Australia diajarkan di sekolah bahwa James Cook adalah orang pertama yang menemukan benua Australia dan melakukan kontak pertama dengan suku Aborigin. Muslim dari Indonesia telah melakukan perdagangan dengan orang Aborigin selama lebih dari 800 tahun.
Hubungan ini tidak berhenti hanya pada hubungan dagang, tapi juga pertukaran ide. Tidak seperti pertemuan dengan penjajah dari Eropa, yang didasari pencurian dan kekerasan, hubungan orang Aborigin dan orang Makassar dilandasi oleh rasa hormat, cinta, dan integritas.
Saya pun beralih pada akun Instagram @before1770. Bio pada akun film tersebut adalah The film that tells the untold story between the Makassans and the Aboriginal people.
Dalam postingan akun itu, terlihat ada cuplikan dari film dokumenter 'Before 1770' yang menggambarkan hubungan antara pelaut Makassar dan orang Aborigin. Tidak ketinggalan, ada juga cuplikan gambar perahu pinisi yang merupakan alat dari para pelaut Makassar itu untuk mencapai benua Australia.
Dari teasernya terlihat, jika dalam film ini ada pembuatan replika perahu pinisi seukuran aslinya yang berlayar melintasi Laut Timor ke Arnhem Land. Desain kapal ini didasarkan pada lukisan gua penduduk asli Aborigin yang merinci ukuran dan dimensi kapal kuno tersebut.
Kru film mengambil gambar di Arnhem land, Australia dan juga di Sulawesi Selatan, Indonesia. Saya pun jadi teringat kunjungan saya bersama suami saya ke tempat pembuatan perahu pinisi di Tanah Beru, Bulukumba, Sulawesi Selatan, beberapa tahun yang lalu.
Sebelum kami menikah, suami saya yang tumbuh besar di Bulukumba sering membanggakan Bulukumba. Dia bilang, Bulukumba punya pantai pasir putih yang sangat indah.
Dia juga bercerita dengan penuh semangat tentang orang Bulukumba yang andal membuat perahu pinisi karena perahu yang mereka buat bisa berlayar sampai ke Australia. Saya jadi penasaran dan punya keinginan agar suatu hari bisa pergi ke Bulukumba.
Akhirnya, setelah kami menikah dan mudik ke Makassar, suami saya membawa saya ke Bulukumba. Dia mengajak saya ke Pantai Bira yang mempunyai pasir putih selembut tepung dan warna air lautnya gradasi empat warna: bening, hijau, tosca, dan biru.
Setelah itu, dia juga membawa saya ke Tanah Beru, yang dari dulu sampai sekarang terkenal sebagai tempat pembuatan perahu pinisi. Di Tanah Beru, kami bisa melihat langsung para pekerja yang sedang sibuk membangun perahu pinisi. Ketika kami ke sana, ada beberapa perahu yang sedang dalam proses pengerjaan.