Dalam film ini juga menampilkan bagaimana perempuan bisa diakui lebih hebat atau setara dengan laki-laki bila memiliki 'kelebihan', atau dalam film ini 'kekuatan super'.
Dapat terlihat bagaimana Danvers diakui dan terlihat kehebatannya ketika Ia memiliki kekuatan supernya, bukan melalui dirinya sendiri.
Danvers sebagai Captain Marvel (2019) diceritakan memiliki kekuatan super dan pandai bertarung, namun juga ditampilkan sisi kewanitaannya dengan kostum Captain Marvelnya. Begitu juga dengan pasukannya yang perempuan.
Terlihat bahwa MCU merepresentasikan sosok perempuan yang berperilaku seperti yang aktivitasnya umum ditonjolkan oleh laki-laki, namun juga tetap menampilkan aura 'perempuan' dengan tatanan baju, hairstyle dan tingkah laku yang umumnya dilakukan perempuan.
Dari scene perkelahian yang dilakukan Captain Marvel dalam mengalahkan musuh-musuhnya bahkan hanya dengan seorang diri, juga merepresentasikan posisi superior yang dimiliki perempuan di atas laki-laki.
Musuh dalam film ini pun juga mayoritas laki-laki yang pandai bertarung, namun dikalahkan oleh Captain Marvel ketika bertarung.
Film yang berlatar Amerika Serikat ini juga mendobrak sejarah kepemimpinan di AS yang pemimpinnya selalu laki-laki (Renaldy, dkk., 2020, hal. 18-19). Danvers digambarkan sebagai superhero yang mampu memimpin dan menjadi pelindung bagi kaumnya.
Produser dan sutradara film hendak mengubah stigma atau konsep di Amerika, bahwa perempuan juga pantas dan mampu memimpin seperti yang umumnya dilakukan laki-laki.
Bisa kita simpulkan bahwa film Captain Marvel (2019) ini menjadi representasi dari gerakan feminisme yang tercermin dari Carol Danvers sebagai Captain Marvel yang berperilaku dan dididik seperti yang umumnya dilakukan laki-laki.