Status Facebook yang memang agak maksa. Namun, yah itulah sebuah bentuk euforia berkat permohonan KPR yang kami pikir tidak bakal disetujui bank syariah ternyata dengan sangat mudahnya disetujui. Sama sekali tidak ada kesulitan dan tidak terbukti kalau harus mengucapkan kalimat syahadat. Menarik sekali, ternyata kenyamanan yang dipersembahkan bank syariah tidak kalah dengan bank konvensional lainnya. Inilah gol cantik pertama yang dilakukan bank syariah di hati saya yang mengubah keterpaksaan menjadi sebentuk cinta.
Memang benar kata orang, “Tak kenal maka tak sayang, tanpa sayang tidak akan timbul cinta.” Ehemmmmm. Saya memang tidak jatuh cinta pada pandangan pertama pada bank syariah namun proses pengenalan yang lebih dalam membuat saya merasa cinta karena ada kenyamanan dan kecocokan yang dirasakan.
Bila diibaratkan seorang pria, saya tertarik bukan hanya pada penampilannya namun jauh lebih ke dalam karakternya. Apalagi cicilan KPR Bank Syariah tidak mengenakan bunga sehingga kami bisa tidur nyenyak tanpa harus takut terhadap krisis moneter yang siap menerjang kapan saja.
Bank Syariah Tidak Memberlakukan Bunga (Riba)
Kok bisa bank syariah tanpa bunga? Masa’ sih?? Keuntungan bank dari mana donk? Di mana-mana yang namanya bisnis pasti hidup dari profit.
Ia, beneran bank syariah tidak mengenakan bunga kepada para debitur (peminjam uang) karena bank syariah ini didirikan berdasarkan kaidah Islam yang mengharamkan memungut dan meminjamkan uang dengan meminta bunga atau riba. Riba adalah penambahan pendapatan secara tidak sah dalam syariah Islam sehingga bank syariah menghindari riba.
Perolehan keuntungan dari KPR saya dengan memberlakukan akad jual beli atau murabahah. Berbeda dengan bunga atau riba, akad jual beli (murabahah) tidak diharamkan dalam hukum Islam. Hal ini didasari ayat Alqur’an yang tertulis dalam QS.2:275, “Allah menghalalkan jual beli (perdagangan) dan mengharamkan riba”. Dari akad jual beli antara bank dan debitur inilah bank syariah memperoleh keuntungan berupa margin bukan riba atau bunga.
Bagaimana mekanisme pelaksanaan prinsip jual beli (murabahah) dan pengambilan margin dari KPR kami? Awalnya, bank membeli rumah yang ingin kami beli dari developer kemudian bank menjualnya kepada kami. Harga jual rumah yang ditawarkan bank kepada debitur (saya dan suami) adalah sejumlah harga beli rumah dari developer ditambah margin atau keuntungan yang diambil oleh bank sehingga total pinjaman kami adalah senilai harga rumah ditambah margin yang diambil oleh bank. Total nilai rumah dan margin yang diambil bank inilah nanti yang akan kami cicil dengan angsuran yang tidak pernah berubah sampai masa kredit berakhir. Berapa margin yang diambil oleh bank syariah jumlahnya pun diberitahukan di awal atau sebelum akad kredit.
Misalkan harga beli rumah kami dari developer adalah sebesar 500 juta. Bank Syariah membeli rumah tersebut dari developer kemudian mengambil keuntungan berdasarkan jangka waktu peminjaman yang saya ajukan. Misalkan saya dan suami mengajukan dengan jangka waktu pinjaman 10 tahun dan anggaplah bank mengambil margin sebesar 100 juta untuk jangka waktu tersebut. Maka angsuran yang dibayar oleh kami sebagai debitur adalah sebagai berikut:
Nilai rumah = 500 juta, margin bank = 100 juta, dan jangka waktu pinjaman 120 bulan (10 tahun). Cicilan per bulan = (500 juta + 100 juta) : 120 bulan = 5 juta. Akhirnya kami mencicil rumah sebesar 5 juta setiap bulan dari awal akad murabahah sampai 10 tahun saat pinjaman berakhir. Jelaslah, bank syariah tidak menggunakan unsur riba di dalam KPR ini dan akad yang terjadi adalah akad jual beli atau murabahah yang adalah halal karena tidak ada unsur riba di dalamnya.
Cicilan yang tetap sampai akhir masa kredit ini membuat bank syariah terhindar dari sikap maisir yaitu transaksi yang tidak pasti, bersifat untung-untungan, atau perjudian. Adalah haram hukumnya dalam kaidah Islam bila memberikan cicilan yang tidak tetap karena sifatnya tidak pasti sehingga berpotensi membuat debitur tidak nyaman.