Mohon tunggu...
Tri Rahayu ( Mbak Lily)
Tri Rahayu ( Mbak Lily) Mohon Tunggu... Freelancer - Frelance writer

Penulis lepas, konten creator

Selanjutnya

Tutup

Cerbung Pilihan

Setitik Rasa dan Sejuta Maaf ( bagian 5 tamat)

24 Januari 2025   04:52 Diperbarui: 24 Januari 2025   04:52 24
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Janji Dendy di Masa Lalu

Ganendra mendengar suara menukik dari Bu Andini. Ia sigap memegangi tubuh Bu Andini. Ganendra takut Bu Andini jatuh pingsan atau mungkin terjadi hal  fatal lebih dari itu.

"Ibu nggak salah ucap?" Bu Andini sengaja menaikkan nada bicaranya.

"Tenang Ma, duduk dulu." Ganendra membantu Bu Andini untuk duduk kembali.

"Jeng Andini, saya minta maaf untuk ketidaksengajaan saya atas kecelakaan suami Jeng. Sungguh malam itu saya  tidak sengaja menyalip." Ucap Bu Sartika. Wanita itu menitikkan air mata.

ART bu Sartika mengulurkan sapu tangan untuk majikannya. Bu Sartika menghapus air matanya.

"Saya juga minta maaf kalau sudah menganggap Ghea sebelah mata." Lagi-lagi Bu Sartika mengakui kesalahannya.

Bu Andini tertawa getir mendengar penuturan Bu Sartika pagi itu. "Suami saya nggak akan bisa kembali, Bu." Kata Bu Andini dengan tatapan nanar. Wajahnya merah padam. Ternyata wanita yang sudah meremehkan kakaknya betul-betul sosok yang arogan.

"Tolong maafkan saya, Bu Andini. Saya akan menerima Ghea sebagai menantu saya. Saya akan memperlakukan Ghea dengan baik. Bahkan sangat baik nantinya."

Bu Andini tertawa pilu. Ternyata apa yang di ucapkan Bu Sartika hanya isapan jempol belaka. "Simpan saja dan tarik ulang permintaan maaaf Anda, Bu Sartika. Maaf dari saya, Ibu barter dengan status Ghea. Begitu?"Bu Andini berdiri, lantas ia menarik handle pintu. Ia justru tercengang saat ada beberapa polisi yang muncul di hadapannya.

Tanpa ba, bi, bu, mereka masuk ke dalam rumah Bu Andini.

"An-dini........Ka-mu?" Tuding Bu Sartika.

Bu Andini mengendikkan bahunya. 

"Bapak-bapak ini dari satuan mana. Anda sekalian datang kemari? A-pa, a-da ma-salah apa?" Ucap Bu Sartika gagap. Ia kalang kabut. Kakinya tremor, ia mendadak panik.

"Kami datang kemari atas laporan dari Pak Hidayat."

Bak di sambar petir, Bu Sartika mendengarnya. Pak Hidayat  selalu ia berikan tender dari perusahaannya. Tapi mengapa justru pria itu melaporkannya ke polisi.

Tak lama kemudian, Pak Hidayat masuk ke dalam bersama dengan seorang pria yang di dorong dengan kursi roda oleh kedua tangan Pak Hidayat sendiri.

"Ka-mu? Kembalikan semua tenderku sekarang!" Tuding Bu Sartika pada Pak Hidayat dengan berapi-api.

Wajah pria yang awalnya tertunduk justru menengadah setelah mendengar teriakan Bu Sartika.

Bu Sartika tak bisa berkutik. Ia jelas melihat wajah Pak Bintang yang malam itu di dorong oleh Pak Salman keluar dari mobil. Mobil yang di kemudikan Pak Salman menabrak jembatan setelahnya.

"Sartika, harusnya malam itu kamu nggak kabur! Kamu sadar apa akibat kecerobohanmu malam itu?"

Ghea yang mendengar ribut-ribut pun keluar dari dalam. Ia kaget melihat keberadaan Pak Bintang juga Pak Hidayat. Pasalnya di malam  naas itu, Pak Hidayatlah yang menelfon Ghea mengabari kalau papanya berpulang.

"Ma....." Ghea memeluk mamanya. Bu Andini pun tak menyangka akan kedatangan Pak Hidayat dan Pak Bintang.

Setelah drama itu, polisi membawa Bu Sartika. Orang kepercayaan Bu Sartika--Pak Santoso tetap menemani sang bos. Begitu juga ART Bu Sartika---Dewi. Mereka adalah pasutri yang mengabdikan diri mereka pada keluarga Pak Tejo Wardoyo.

Bu Sartika tak berkutik. Polisi tak memborgol wanita berumur itu, hanya menggiring wanita itu hingga masuk ke mobil yang akan membawanya ke kantor polisi.

Ghea termangu, ia tak percaya dengan peristiwa yang barusan mereka alami. Bu Sartika wanita yang sudah menorehkan luka yang begitu dalam untuk keluarganya juga merenggut hidup papanya di bawa ke kantor polisi.

"Ghea....., " Ucap Pak Bintang.

Pria itu berusaha berdiri untuk memeluk Ghea. Ghea yang paham akan situasi pun mendekat pada Pak Bintang.

"Papamu yang membantuku malam itu, papamu mendorong tubuhku keluar mobil. Papamu yang menyelamatkanku." Kata Pak Bintang dengan suara bergetar.

Bu Andini menggelengkan kepalanya. Ia tak menyangka di detik-detik terakhir hidup suaminya masih punya niat baik untuk menyelamatkan hidup orang lain.

"Saya mengumpulkan bukti selama sekian tahun, Ghea." Ucap Pak Bintang. "Kaki saya memang lumpuh sebagian, tapi tidak dengan kepala juga tubuh saya yang lain. Kalian harus berterima kasih pada Dendy. Ia yang sudah membantu kami."

Bu Andini ternganga dengan ucapan Pak Bintang. Dendy sendiri yang melaporkan mamanya?

Pak Hidayat pun lantas berpamitan pada Bu Andini setelah menyampaikan klarifikasi penangkapan Bu Sartika. 

***

Dua minggu berlalu. Kasus Bu Sartika pun di usut.

Pagi itu, Bu Andini, Ghea dan Ganendra mengunjungi makam Pak Salman. Tak ada yang menyangka kalau makam Pak Salman berada satu komplek dengan makam Pak Tejo Wardoyo. Ghea menyipitkan matanya, ia melihat Dendy dari kejauhan.

Dendy berada di depan makam papanya. Ia menoleh karena aroma parfum yang menguar karena tiupan angin yang berhembus kencang. Parfum khas aroma Rose, ia hafal aromanya karena itu parfum kesayangan Ghea.

Ia meninggalkan makam papanya lalu mengikuti jejak langkah Bu Andini dan Ghea. Ganendra yang mengetahui Dendy berjalan di sampingnya tak mengeluarkan sepatah kata pun.

"Ghe....." Sapa Dendy.

Bu Andini duduk di sebelah makam Pak Salman. Makam Pak Salman begitu bersih dan terawat. Bu Andini sempat heran mengapa makam suaminya begitu terawat, tak seperti makam di sekitarnya. Padahal, ia merasa tak memberikan uang ekstra untuk petugas kebersihan makam.

Ghea membiarkan Dendy untuk jongkok di sebelahnya.

"Aku ingin bicara empat mata denganmu, please." Mohon Dendy.

"Tunggu sebentar." Ghea menaburkan bunga di atas pusara makam Pak Salman lalu ia memanjatkan doa sejanak. Setelahnya ia berpamitan pada Bu Andini.

"Gea tinggal dulu, Ma."

Bu Andini pun mengangguk. Ia membiarkan Dendy pergi bersama dengan Ghea.

Rupanya mereka tak pergi jauh dari area sekitar makam. Ghea duduk di bawah Pohon Beringin besar, Dendy pun duduk di sebelahnya.

"Aku tahu nggak mudah berada di posisimu." Ucap Ghea mendahului Dendy.

"Satu hal yang belum ku ceritakan padamu. Bu Sartika itu bukan mama kandungku. Mamaku kandungku ternyata sudah tiada. Kamu lihat makam besar tanpa nama yang ada di sebelah makam papaku. Ternyata itu makam mama kandungku." Ucap Dendy.

"Ghe, kalau bukan karena kegigihan Pak Bintang. Mungkin kasus ini nggak akan terkuak. Kamu tahu, Bu Sartika itu benar-benar Ular berbisa. Ia memang punya gejala penyakit jantung tapi tak separah seperti yang kita lihat. Selama ini, ia menipu banyak orang dengan berpura-pura sakit jantung parah."

Gea semakin shock dengan fakta yang di katakan Dendy. Bu Sartika ternyata pandai untuk berakting.

"Aku harap kamu bisa memaafkan aku. Tapi, aku nggak akan meminta maaf untuk kesalahan Bu Sartika. Aku tidak berusaha untuk membantumu di saat-saat sulit hidupmu, untuk itu aku minta maaf." Gea menatap keseriusan di wajah Dendy.

Kehidupan Dendy pun juga tak kalah pelik. Hidup di bawah tekanan wanita yang memanfaatkan statusnya untuk mengatur hidupnya dan menguasai seluruh harta keluarga Tejo Wardoyo.

"Bukannya dulu kamu yang naksir pertama kali sama aku Ge? Setitik..... setitik perasaanmu lalu jadi besar. Gitu kan?" Ejek Dendy. Ia sebal, Gea tak kunjung buka mulut juga.

"Kamu nggak ingkar janji kan?" Todong Ghea. "Aku dah maafin kamu sejak lama."

Dendy mengernyitkan dahinya, lalu tergelak. Ia ingat akan janjinya dulu pada Ghea. Dendy sempat melamar Ghea secera personal sebelum kecelakaan yang menimpa Pak Salman.

 "Daripada mubazir. Apalagi kita sudah buang waktu bertahun-tahun perang dingin. Kita manfaatkan saja tanggal yang sudah di tentukan Bu Sartika."

Ghea di buat melongo."Jangan bercanda. Tanggal yang di sebutin Bu Sartika itu sekarang." Kata Ghea gugup.

Dendy tergelak."Memang iya......" Kata Dendy dengan tergelak. Ia meraih tangan Ghea lalu menariknya.

Baru sepuluh langkah mereka berjalan,tiba-tiba Ganendra berteriak."Kalian mau ninggal wali nikahnya?"

Sontak Gea pun menutup wajahnya karena malu. Sementara Dendy tak ambil pusing. Ia justru memandang sinis ke arah Ghea lalu tergelak.

*** Tamat***

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun