***
Dua minggu berlalu. Kasus Bu Sartika pun di usut.
Pagi itu, Bu Andini, Ghea dan Ganendra mengunjungi makam Pak Salman. Tak ada yang menyangka kalau makam Pak Salman berada satu komplek dengan makam Pak Tejo Wardoyo. Ghea menyipitkan matanya, ia melihat Dendy dari kejauhan.
Dendy berada di depan makam papanya. Ia menoleh karena aroma parfum yang menguar karena tiupan angin yang berhembus kencang. Parfum khas aroma Rose, ia hafal aromanya karena itu parfum kesayangan Ghea.
Ia meninggalkan makam papanya lalu mengikuti jejak langkah Bu Andini dan Ghea. Ganendra yang mengetahui Dendy berjalan di sampingnya tak mengeluarkan sepatah kata pun.
"Ghe....." Sapa Dendy.
Bu Andini duduk di sebelah makam Pak Salman. Makam Pak Salman begitu bersih dan terawat. Bu Andini sempat heran mengapa makam suaminya begitu terawat, tak seperti makam di sekitarnya. Padahal, ia merasa tak memberikan uang ekstra untuk petugas kebersihan makam.
Ghea membiarkan Dendy untuk jongkok di sebelahnya.
"Aku ingin bicara empat mata denganmu, please." Mohon Dendy.
"Tunggu sebentar." Ghea menaburkan bunga di atas pusara makam Pak Salman lalu ia memanjatkan doa sejanak. Setelahnya ia berpamitan pada Bu Andini.
"Gea tinggal dulu, Ma."