Kasus besar yang melibatkan penjualan data ilegal yang melibatkan marketing perusahaan baru-baru ini terungkap, menimbulkan kekhawatiran serius tentang privasi dan keamanan data pelanggan. Informasi sensitif, termasuk informasi pribadi dan keuangan, diyakini telah dijual secara ilegal kepada pihak ketiga, menimbulkan risiko yang signifikan bagi jutaan individu yang terkena dampaknya.
Dampak dari penjualan data illegal ini sangat mengkhawatirkan. Para pelanggan yang data pribadinya telah dijual mungkin menghadapi risiko pencurian identitas, penipuan keuangan, atau bahkan serangan siber yang merugikan. Seperti beberapa berita terakhir ini.
Sebanyak 407 warga Garut dimintai identitasnya untuk pinjaman online (pinjol). Kasus ini mirip dengan kebocoran data, yang juga dapat disalahgunakan dalam situasi serupa.
Dulu, ratusan warga Desa Sukabakti, Kecamatan Tarogong Kidul, Kabupaten Garut ditagih oleh lembaga penagih utang. Apalagi, mereka merasa tidak sedang meminjam uang.
“Ada warga yang melaporkan sudah menerima tagihan tapi merasa tidak mengambil pinjaman. Mereka kaget," kata Kepala Desa Sukabakti Wawan Gunawan, Selasa (18/7).
Setelah Pihak Desa mendapat informasi tersebut, mereka melakukan penggeledahan. Akibatnya, mereka curiga ketua kelompok PNM Mekaar di desa itu bersalah karena berniat mengambil keuntungan dari pinjaman nama.
Wawan melanjutkan, oknum tersebut mencuri informasi pribadi warga berupa Kartu Tanda Penduduk (KTP) untuk dijadikan jaminan pinjaman kepada lembaga keuangan.
“Program Kepala PNM Mekaar melakukan pencurian data pribadi ratusan warga,” ujarnya. Dikutip dari situs PT Permodalan Nasional Madani, PNM Mekaar Syariah adalah layanan pemberdayaan berbasis kelompok berdasarkan hukum Islam dan berdasarkan fatwa dan/atau pernyataan syariah pada masyarakat. Kejadian tak terduga pelaku masih belum diketahui.
Menanggapi hasil kesepakatan antara pihak desa dan pihak perusahaan, Kabid Humas Polres Garut Ipda Adhi Susilo mengatakan, sebanyak 407 warga mengaku telah memberikan nama untuk meminjam uang.
“Saat ini kami masih menyelediki dan mendampingi langkah yang dilakukan pihak desa, warga dan PNM. Jika ditemukan tindak pidana, tim lapangan akan mengusutnya,” ujarnya.
Pencurian Data Online
Terlepas dari kasus ini yang dianggap offline, statusnya sebenarnya sama dengan beberapa kasus yang diungkapkan netizen. Formulir tersebut merupakan cara transfer palsu untuk mencairkan pinjaman online yang diajukan karena pencurian informasi pribadi.
“Teman saya mendapat 20 juta entah dari mana. Kemudian dia mendapat WhatsApp yang 'sesat' seseorang. Untung dia nggak bego, dia langsung melaporkannya ke polisi karena curiga penipuan ini,” akun Twitter @SoundOfYogi pada Selasa (11/7).
"Ternyata benar, ada orang yang udah mencuri data dia, apply ke pinjol pake data dia" tambahnya.
Juru bicara Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) Ariandi Putra juga mengakui hasil pencurian identitas bisa digunakan untuk kasus penipuan semacam itu.
"[Kita melindungi informasi pribadi dengan], tidak ingin memberikan KTP kita kepada siapa pun, kita tidak ingin seseorang mengambil foto kita sehingga wajah kita terlihat jelas. Apalagi foto sambil memegang KTP," katanya di Jakarta, Rabu (7/12).
“Sangat jelas bahwa [hasil pencurian identitas] dapat digunakan untuk kejahatan dunia maya seperti pinjaman online,” tambahnya.
Menurut Ariand, dalam situasi seperti itu Anda bisa menghubungi pihak bank, antara lain untuk memastikan kebenaran transaksi.
“Setelah mengidentifikasi pengirimnya, ternyata itu adalah salah satu akun kredit online. Orang ini menerima bersih Rp20 juta, kami menderita sakitnya membayar kembali pinjaman secara online selama beberapa bulan,” Ariandi menilai kasus tersebut.
Ia juga menyarankan untuk tidak membuka file atau menjawab panggilan dari nomor tak dikenal.
"Kalau penting dia bicara dulu atau via WhatsApp. Itu bagian dari kode etik media sosial yang selalu kami komunikasikan ke publik," pungkas Ariandi.
Kasus penjualan data illegal ini menjadi peringatan bagi seluruh industri untuk menghormati dan melindungi privasi data pelanggan sebagai hal yang sangat penting dan untuk mengevaluasi kembali praktik keamanan data mereka untuk mencegah kejadian serupa terjadi lagi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H