Orang-orang yang berkunjung ke taman ini bisa merasa nyaman dan tentram dari aksi premanisme dan pengamen. Ada penjaga yang siap menegur secara baik-baik pengunjung yang membuang sampah sembarangan. Ada tempat ibadah. Ada toilet umum yang bersih dan nyaman dan ada ruang menyusui untuk ibu-ibu dan ruang merokok khusus untuk perokok.
Dibagian lain taman juga ada sarana bermain anak dengan bunga dan pepohonan yang rindang. Penangkaran burung atau kupu-kupu dengan air mancur yang menyegarkan mata dan saat malam tiba, lampu-lampu dinyalakan agar tidak ada tempat untuk berbuat mesum. Pengunjung juga bisa mendapatkan hiburan gratis di tempat ini.
"Jika semua itu bisa dibuat oleh pemerintah, ditambah lagi dengan perubahan sikap (dilayani menjadi menjaga) oleh masyarakat, saya yakin inilah taman surga yang dirindukan di Makassar," kata Aries sambil sumbringah.
Hari itu, kami menghabiskan waktu berjam-jam mebicarakan ruang publik di Makassar. Kami akhirnya berpisah saat menara-menara masjid menyerukan adzan untuk shalat magrib.
***
Hari ini, Rabu (30/9/15) saya teringat akan rentetan peristiwa diatas. Saya mulai menuliskannya, dimulai dengan khayalan Wahyu yang tiba-tiba hinggap di sebuah taman dengan gemerci air yang segar hingga impian Aries yang ingin punya taman syariah di Makassar.
Mungkin suatu saat saat klien saya dari Jakarta kembali ke Makassar, saya akan dengan bangga memperkenalkan taman kota yang ramah dan nyaman kepada siapa saja. Suatu saat!
"Kepada anak-anak bangsa, jangalah negerimu dimulai dengan tidak membuang sampah sembarangan, tidak memecahkan lampu taman atau buang air di toilet umum dengan sengaja tak menyiramnya."
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H