Judul di atas sedikit menggambarkan reaksi masyarakat terhadap kebijakan pemerintah yang mengatur penjualan LPG 3 kg untuk dibeli hanya melalui pangkalan resmi, dan tidak lagi bisa dijual eceran.
Tempat saya tinggal hanya berjarak sepuluh langkah dari warung Madura yang biasa menjual elpiji eceran. Bahkan, beroperasi 24 jam. Luar biasa.
Sedangkan ke pangkalan resmi terdekat jaraknya sekira 1,9 km itu setara dengan 12 menit perjalanan dengan sepeda motor. Jam 21.00 WIB biasanya sudah tutup.
Karena saya tinggal di kampung, sore tadi tukang bakso keliling langganan melintas di depan rumah. Dan, saya sangat memahami keluhannya.
"Harga elpiji di pangkalan resmi Rp18.000, tapi jaraknya agak jauh, tambah biaya lagi mas. Mending saya beli di warung Madura, harganya Rp20.000-21.000."
Kebijakan pemerintah ini sebenarnya bertujuan untuk mengurangi penyalahgunaan subsidi, memastikan distribusi yang lebih efisien, serta meningkatkan pengawasan terhadap konsumsi energi rumah tangga.
Namun, kebijakan ini tidak hanya memengaruhi masyarakat yang menggunakan LPG 3 kg untuk kebutuhan rumah tangga, tetapi juga berdampak signifikan pada kelompok-kelompok usaha mikro dan kecil seperti pedagang kaki lima.
Artikel ini akan membahas bagaimana kebijakan ini, meskipun bertujuan baik, dapat menimbulkan ketegangan dalam masyarakat, terutama di kalangan pedagang kecil.
Latar Belakang Kebijakan dan Tujuan Pemerintah
Pemerintah Indonesia sejak lama memberikan subsidi untuk LPG 3 kg dengan tujuan memastikan bahan bakar murah bagi rumah tangga miskin.
Regulasinya tertuang di Kepmen ESDM Nomor 37 Tahun 2023Â tentang Petunjuk Teknis Pendistribusian Isi Ulang Liquefied Petroleum Gas (LPG) Tertentu Tepat Sasaran.
Dalam regulasi tersebut, hanya subpenyalur resmi yang memiliki NIB yang diperbolehkan menjual elpiji 3 kg.
Namun, praktik penjualan LPG 3 kg secara eceran di pasar bebas telah menyebabkan terjadinya kebocoran subsidi yang besar.
Berdasarkan laporan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) 2022, sekira 30% hingga 40% LPG 3 kg yang disubsidi tidak sampai kepada rumah tangga miskin, melainkan disalurkan ke pasar gelap atau dibeli oleh kalangan yang lebih mampu.
Untuk mengatasi masalah ini, pemerintah memutuskan untuk membatasi distribusi LPG 3 kg hanya melalui pangkalan resmi.
Selain itu, para pengecer yang masih ingin tetap berjualan elpiji, dapat mendaftar menjadi pangkalan atau subpenyalur resmi pertamina.
Pendaftaran bisa dilakukan melalui sistem Online Single Submission (OSS) untuk mendapatkan Nomor Induk Berusaha (NIB).
Pertanyaannya, berapa lama proses perubahan dari status pengecer menjadi pangkalan atau subpenyalur resmi? Sementara, masyarakat kecil sangat tergantung pada kebutuhan elpiji.
Pengendalian Energi Agar Tepat Sasaran
Secara teoritik, kebijakan pemerintah ini dibuat dengan pertimbangan rasional untuk memaksimalkan kesejahteraan umum dan mengurangi pemborosan sumber daya.
Dalam konteks ini, kebijakan pembelian LPG 3 kg melalui pangkalan resmi bertujuan untuk memastikan bahwa subsidi energi lebih tepat sasaran dan tidak jatuh ke tangan yang salah.
Namun, kebijakan ini juga dapat dilihat dari perspektif yang berbeda, yang menekankan pentingnya distribusi yang adil atas sumber daya dan manfaat sosial.
Pemerintah, dalam hal ini, berusaha memastikan bahwa subsidi energi diberikan secara lebih merata kepada mereka yang benar-benar membutuhkan---yaitu, rumah tangga miskin---dan mengurangi ketidakadilan distribusi yang terjadi selama ini.
Meskipun demikian, kebijakan ini perlu memperhatikan aspek keadilan prosedural yang menyangkut kemudahan akses bagi kelompok masyarakat yang mungkin mengalami kesulitan dalam membeli LPG melalui pangkalan resmi.
Dampak Kebijakan
a. Gangguan terhadap Usaha yang Bergantung pada LPG
Bagi banyak pedagang kaki lima, tukang bakso keliling, penjual gorengan, dan usaha kecil lainnya, LPG 3 kg merupakan bahan bakar utama untuk menjalankan bisnis mereka.
Mereka mengandalkan pasokan gas dengan harga subsidi yang terjangkau untuk mempertahankan daya saing harga jual.
Dengan adanya kebijakan ini, yang membatasi pembelian hanya melalui pangkalan resmi, akan ada beberapa dampak yang signifikan terhadap operasional mereka.
Penurunan Aksesibilitas
Pedagang kecil yang sebelumnya membeli LPG 3 kg secara eceran dari pengecer atau pasar tradisional kini akan kesulitan untuk mengakses LPG dengan cara yang sama.
Banyak dari mereka tinggal di daerah-daerah yang jauh dari pangkalan resmi, atau di daerah yang belum memiliki infrastruktur distribusi yang memadai.
Studi Yuliana & Cahyadi (2020) menunjukkan bahwa sekitar 45% PKL di perdesaan dan pinggiran kota mengandalkan pedagang eceran untuk memperoleh LPG, dan lebih dari 60% dari mereka memiliki jarak lebih dari 10 km dari pangkalan resmi.
Kenaikan Biaya Operasional
Dengan harus membeli langsung di pangkalan resmi, kemungkinan besar pedagang kecil harus mengeluarkan biaya tambahan untuk transportasi.
Menurut Sari & Andriani (2021), pembatasan akses ini berpotensi meningkatkan biaya operasional usaha kecil, yang pada gilirannya dapat mengurangi margin keuntungan mereka.
Bahkan memaksa mereka untuk menaikkan harga jual produk mereka, yang akan berdampak langsung pada daya beli konsumen.
b. Keterbatasan Pemanfaatan Subsidi Energi
Beberapa pedagang kecil mungkin tidak memiliki akses ke pangkalan resmi atau tidak dapat membeli gas dalam jumlah yang cukup besar untuk mendukung usaha mereka.
Hal ini akan membuat mereka harus bergantung pada LPG non-subsidi atau bahkan bahan bakar alternatif yang lebih mahal, yang pada akhirnya mengurangi daya saing mereka, terutama di pasar yang sangat sensitif terhadap harga.
Usaha mikro sering kali menjadi yang paling rentan terhadap fluktuasi harga energi.
Oleh karena itu, kebijakan pembelian LPG 3 kg melalui pangkalan resmi dapat meningkatkan kesenjangan ekonomi antara usaha besar dan usaha kecil.
Yang pada gilirannya dapat menyebabkan jumlah pengusaha mikro menurun drastis. Karena banyak yang gulung tikar.
4. Dampak Sosial dan Ekonomi Lebih Lanjut
a. Ketimpangan Akses Energi
Salah satu konsekuensi paling kritis dari kebijakan ini adalah potensi ketimpangan akses energi di kalangan masyarakat bawah, seperti pedagang kaki lima.
Mereka, yang sering kali tidak memiliki kendaraan untuk mengangkut LPG dari pangkalan resmi, serta masyarakat yang tinggal di daerah terpencil atau perbatasan, mungkin akan kesulitan mendapatkan LPG yang murah.
Distribusi LPG yang terbatas hanya di pangkalan resmi dapat memperburuk ketidaksetaraan akses energi, khususnya di daerah-daerah yang belum terjangkau infrastruktur distribusi yang memadai (Suryanto & Anwar, 2021).
b. Penyalahgunaan Subsidi Energi
Walaupun kebijakan ini dimaksudkan untuk mengurangi kebocoran subsidi, ada kemungkinan bahwa dengan terbatasnya akses, penyalahgunaan LPG 3 kg tetap terjadi.
Pangkalan resmi yang mengatur distribusi LPG bisa saja terganggu oleh praktik monopoli atau rent-seeking, di mana beberapa pihak berusaha mengambil keuntungan lebih dari distribusi subsidi yang seharusnya adil.
5. Rekomendasi dan Solusi
Untuk mengurangi dampak negatif kebijakan ini terhadap pedagang kecil dan masyarakat secara umum, beberapa langkah perlu dipertimbangkan oleh pemerintah:
a. Pembangunan Infrastruktur Pangkalan di Daerah Terpencil
Pemerintah perlu mempercepat pembangunan pangkalan resmi di daerah-daerah yang belum terjangkau, sehingga pedagang kecil dan rumah tangga miskin di daerah tersebut bisa tetap mengakses LPG dengan mudah.
b. Subsidi atau Insentif untuk Usaha Mikro
Pemerintah bisa memberikan subsidi energi khusus bagi usaha mikro atau memberikan insentif harga bagi pedagang kecil agar mereka tetap bisa mengakses LPG dengan harga terjangkau. Hal ini dapat dilakukan dengan memberikan akses khusus bagi mereka di pangkalan resmi.
c. Sosialisasi dan Pembinaan Pengusaha Kecil
Untuk mencegah pedagang kecil terjerat dalam masalah kenaikan biaya, penting bagi pemerintah untuk melakukan sosialisasi yang menyeluruh mengenai perubahan kebijakan ini, serta memberikan pelatihan dan pembinaan agar mereka bisa lebih siap menghadapi perubahan distribusi.
d. Mempercepat Proses
Meski pengecer diberi kesempatan untuk menjadi pangkalan atau subpenyalur resmi, namun kecepatan proses tersebut penting juga untuk diperhatikan.
Kesimpulan
Kebijakan pemerintah untuk mengalihkan distribusi LPG 3 kg hanya melalui pangkalan resmi pada 1 Februari 2025 memiliki tujuan yang baik, yaitu untuk mengurangi kebocoran subsidi dan meningkatkan efisiensi distribusi energi.
Namun, kebijakan ini juga berpotensi menyebabkan gangguan signifikan bagi pedagang kaki lima, tukang bakso keliling, tukang nasi goreng, tukang gorengan, dan usaha kecil lainnya yang bergantung pada LPG untuk menjalankan usaha mereka.
Untuk itu, pemerintah perlu mempertimbangkan langkah-langkah pendukung seperti pembangunan infrastruktur pangkalan di daerah terpencil, mempercepat proses OSS, dan pemberian insentif khusus bagi usaha mikro agar kebijakan ini tidak menambah kesulitan bagi kelompok-kelompok yang sudah rentan secara ekonomi.
***
Referensi:
Astuti, W., & Sugiono, A. (2020). Kebijakan Energi dan Dampaknya pada Aksesibilitas Masyarakat Terpencil. Jurnal Kebijakan Energi, 15(2), 118-130.
Prasetyo, M., & Rahmawati, P. (2022). Kebijakan Energi dan Dampaknya terhadap Usaha Mikro: Studi Kasus LPG 3 Kg. Jurnal Ekonomi Pembangunan, 16(4), 202-215.
Suhartini, T., & Budianto, I. (2021). Efek Distorsi Pasar pada Kebijakan Pembatasan Subsidi Energi. Jurnal Ekonomi Energi, 22(3), 233-246.
Siregar, A. (2020). Pengendalian Subsidi Energi: Studi Kasus pada Kebijakan LPG 3 Kg. Jurnal Kebijakan Publik, 11(4), 105-121.
Sari, D., & Andriani, H. (2021). Efek Pembatasan Akses LPG 3 Kg pada Usaha Mikro dan Kecil. Jurnal Ekonomi Mikro, 22(1), 38-50.
Suryanto, A., & Anwar, F. (2021). Ketimpangan Akses Energi di Indonesia: Implikasi Kebijakan LPG Subsidi. Jurnal Kebijakan Energi dan Sosial, 9(3), 143-157.
Teguh, R., & Putra, S. (2021). Kebijakan Energi dan Inflasi: Tantangan Ekonomi dalam Pemberlakuan Sistem Pangkalan LPG. Jurnal Ekonomi Makro, 29(1), 45-60.
Yuliana, R., & Cahyadi, T. (2020). Kebijakan Pengendalian Subsidi Energi: Dampaknya pada Pedagang Kecil. Jurnal Kebijakan Energi, 14(2), 112-126.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI