Pramoedya, dengan semangat egaliternya, mungkin akan merangkul budaya ini sebagai cara untuk memperluas pengaruh sastra.
Kritik terhadap Kapitalisme Digital
Meski memanfaatkan teknologi, Pramoedya tidak akan kehilangan sikap kritisnya terhadap sistem yang menindas.
Ia mungkin akan mengkritik kapitalisme digital, di mana perusahaan teknologi raksasa mengontrol data dan informasi untuk keuntungan pribadi.
Dalam esai-esainya, ia mungkin akan memperingatkan tentang bahaya monopoli informasi dan eksploitasi data, yang ia lihat sebagai bentuk baru kolonialisme.
Mungkin saja, dia akan menyusun buku Rumah Kaca Oligarki atau Gadis Algoritma yang mengkritik sistem patriarki di era disrupsi. Tentu saja Akumulasi Kapital di Sektor Teknologi akan menjadi perhatian serius bagi Pramoedya.
Shoshana Zuboff dalam surveillance capitalism (2019), secara bernas, menggambarkan bagaimana data pribadi dieksploitasi untuk keuntungan ekonomi, menciptakan sistem pengawasan yang mirip dengan "rumah kaca".
Menulis adalah Keabadian
Jika Pramoedya Ananta Toer hidup di era digital, ia akan menjadi sosok yang kompleks: Seorang penulis yang memanfaatkan teknologi untuk memperluas pengaruhnya, sekaligus seorang kritikus yang waspada terhadap dampaknya.
Ia akan menari di antara adaptasi dan resistensi, memanfaatkan kemudahan digital tanpa kehilangan esensi dari karyanya.
Dalam setiap tweet, blog, atau podcast, Pramoedya akan tetap menjadi suara yang menggedor kesadaran, mengajak kita untuk merenung, dan mengingatkan kita bahwa di balik kemajuan teknologi, nilai-nilai kemanusiaan tetap yang paling penting.