Bank Tanah dibentuk sebagai alat negara untuk mengakumulasi tanah yang tidak produktif atau tanah yang sudah terabaikan, dan kemudian mendistribusikannya kembali kepada mereka yang membutuhkan, terutama petani kecil, masyarakat adat, dan kelompok masyarakat yang berhak atas hak atas tanah.
Dengan demikian, BBT merupakan manifestasi dari ideologi keadilan sosial, yang bertujuan untuk menciptakan pemerataan akses terhadap sumber daya alam (dalam hal ini tanah) untuk mencapai kesejahteraan masyarakat.
Mewujudkan Kedaulatan Tanah dan Pembangunan Berkelanjutan
Logika kedua adalah menciptakan kedaulatan atas tanah. Di negara berkembang seperti Indonesia, yang sebagian besar penduduknya bergantung pada sektor pertanian, akses terhadap tanah menjadi salah satu syarat utama untuk mencapai kesejahteraan sosial.
Kedaulatan tanah tidak hanya melibatkan hak individu atas tanah, tetapi juga pemanfaatan tanah secara berkelanjutan untuk mendukung pembangunan ekonomi yang inklusif.
BBT juga dipandang sebagai instrumen untuk mengurangi perampasan tanah oleh pihak-pihak besar yang melakukan eksploitasi sumber daya alam, seperti perusahaan perkebunan atau tambang, yang seringkali mengabaikan hak-hak masyarakat lokal.
Dalam hal ini, kedaulatan tanah menjadi dasar penting dalam politik agraria Indonesia.
Selain itu, pembentukan BBT dapat mengurangi masalah konversi lahan yang tidak terkelola dengan baik dan mendorong pemanfaatan tanah untuk pembangunan berkelanjutan.
Dengan mengendalikan peruntukan tanah yang lebih tepat, BBT bisa berperan dalam menjamin penggunaan lahan untuk sektor-sektor yang lebih produktif, seperti pertanian, perumahan, dan infrastruktur sosial.
Kebijakan Negara dalam Mengelola Sumber Daya Alam
Secara ideologis, pembentukan BBT juga berkaitan dengan upaya negara untuk mengelola sumber daya alam secara lebih adil.