Kota Depok, sebagai bagian dari wilayah aglomerasi Daerah Khusus Jakarta (DKJ), menghadapi tantangan signifikan dalam pengembangan sistem transportasi publik yang efisien dan berkelanjutan.
Dengan pertumbuhan populasi yang pesat dan peningkatan mobilitas penduduk, kebutuhan akan transportasi publik yang terintegrasi dan ramah lingkungan menjadi semakin mendesak.
Artikel ini bertujuan untuk menganalisis kondisi transportasi publik di Depok serta implikasi dari Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2024 tentang Daerah Khusus Jakarta (UU DKJ) terhadap pengembangan sistem transportasi di kota ini.
Aglomerasi DKJ dan Relevansinya
Kawasan aglomerasi, menurut Bab I UU DKJ, adalah kawasan yang saling memiliki keterkaitan fungsional yang dihubungkan dengan sistem jaringan prasarana wilayah yang terintegrasi sekalipun berbeda dari sisi administratif sebagai satu pusat pertumbuhan ekonomi nasional berskala global.
Aglomerasi DKJ terdiri dari: Jakarta, Kota dan Kabupaten Bekasi, Kota dan Kabupaten Bogor, Kota dan Kabupaten Tangerang, Kota Depok, Kota Tangerang Selatan, dan Kabupaten Cianjur.
UU DKJ disahkan Jokowi pada 25 April 2024 bertujuan untuk mengatur pengelolaan dan pengembangan wilayah Jakarta dan sekitarnya, termasuk Depok (Kompas.com, 29/4/2024).
Dalam konteks transportasi publik, UU ini memberikan kerangka hukum untuk kolaborasi antara pemerintah daerah dalam pengembangan infrastruktur dan layanan transportasi.
Beberapa poin penting dari UU DKJ yang relevan dengan kondisi transportasi publik di Depok adalah:
1. Integrasi Moda Transportasi: UU DKJ mendorong integrasi antara berbagai moda transportasi, seperti bus, kereta, dan angkutan umum lainnya. Di Depok, upaya ini perlu ditingkatkan agar masyarakat dapat dengan mudah berpindah antar moda.
2. Pengembangan Infrastruktur: UU ini juga menekankan pentingnya pembangunan infrastruktur transportasi yang memadai. Di Depok, proyek-proyek seperti pembangunan jalur kereta ringan (LRT) dan peningkatan kualitas jalan perlu didorong agar dapat mendukung mobilitas yang lebih baik.
3. Partisipasi Masyarakat: UU DKJ mengharuskan adanya partisipasi masyarakat dalam perencanaan transportasi. Melibatkan masyarakat dalam proses perencanaan dapat membantu menciptakan solusi yang lebih sesuai dengan kebutuhan pengguna.
Kondisi Transportasi Publik di Kota Depok
Transportasi publik di Depok sebelumnya didominasi oleh angkutan umum konvensional yang sering kali tidak memenuhi standar pelayanan yang baik.
Hal ini menyebabkan masyarakat lebih memilih kendaraan pribadi, sehingga meningkatkan kemacetan dan polusi udara. Menurut laporan BPTJ, potensi jumlah penduduk yang dapat dilayani oleh angkutan umum masih rendah.
Menurut data terbaru, tingkat penggunaan transportasi publik di Kota Depok hanya mencapai 15,9% dari total mobilitas warga (Kompas.id, 13/7/2024).
Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar masyarakat lebih memilih menggunakan kendaraan pribadi. Tercatat ada lebih dari 1,14 juta kendaraan pribadi di Depok, yang berkontribusi pada kemacetan lalu lintas yang parah di jalan-jalan kota.
Angkutan umum di Kota Depok, terutama angkot, masih beroperasi tanpa pengelolaan yang memadai. Banyak armada angkot yang dimiliki oleh individu atau kelompok kecil dan tidak memenuhi standar pelayanan minimal (depoktoday.hops.id, 15/3/2021).
Masalah seperti sopir yang sering ngetem dan armada yang tidak terawat mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap transportasi publik (mojok.co, 28/7/2024).
Meskipun terdapat beberapa inisiatif untuk meningkatkan layanan transportasi, seperti kereta Commuter Line dan bus JR Connexxion, integrasi antara moda transportasi ini dengan angkutan lokal masih sangat kurang.
Rencana pembangunan koridor transportasi massal dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) 2016-2021 belum sepenuhnya terealisasi.
Inisiatif Terbaru: BisKita Trans Depok
Ketika beberapa layanan buy the service (BTS) seperti BisKita Trans Pakuan, Trans Jogja, Batik Solo Trans (BST), dan Trans Metro Dewata (TMD) berhenti beroperasi, Justru BisKita Trans Depok menjadi harapan bagi warga Kota Depok.
Salah satu langkah signifikan dalam upaya memperbaiki kondisi transportasi publik yang berkelanjutan adalah peluncuran BisKita Trans Depok.
Diharapkan bahwa layanan ini dapat mengurangi kemacetan dan meningkatkan aksesibilitas bagi warga Depok menuju Jakarta. Pelayanan ini akan mencakup rute yang menghubungkan Terminal Depok ke Stasiun LRT Harjamukti sepanjang 34 kilometer dengan 45 pemberhentian.
BisKita Trans Depok menjadi harapan baru bagi masyarakat. Layanan ini tidak hanya bertujuan untuk mengurangi kemacetan, tetapi juga untuk menyediakan alternatif transportasi yang aman dan nyaman.
BisKita Trans Depok diluncurkan sebagai bagian dari program Buy The Service (BTS) oleh Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) dan Pemerintah Kota Depok.
Program ini bertujuan untuk meningkatkan aksesibilitas transportasi publik dengan menyediakan layanan bus yang terintegrasi dan terjangkau.
Selain itu, fitur pelacakan posisi bus secara real-time melalui aplikasi MitraDarat memberikan kenyamanan tambahan bagi penumpang.
BisKita Trans Depok dirancang untuk terintegrasi dengan kereta api lokal, memungkinkan penumpang untuk berpindah moda dengan lebih mudah.Â
Selain itu, bus-bus yang digunakan dilengkapi dengan fasilitas pendingin udara dan dirancang untuk memberikan kenyamanan bagi penumpang.
Tantangan dan Peluang
Meskipun BisKita Trans Depok menawarkan banyak manfaat, masih ada tantangan yang perlu diatasi. Keterbatasan infrastruktur dan kurangnya integrasi antarmoda menjadi hambatan dalam pengembangan sistem transportasi publik di kawasan aglomerasi.
Tantangan lainnya adalah kurangnya perhatian terhadap daerah pinggiran. Upaya untuk memperluas jaringan transportasi harus mencakup semua wilayah kota, termasuk bagian barat yang sering kali terabaikan dalam perencanaan transportasi.
Oleh karena itu, kolaborasi antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat sangat penting untuk menciptakan sistem transportasi yang berkelanjutan.
Kondisi transportasi publik di Kota Depok memerlukan perhatian serius dari berbagai pihak, terutama dalam konteks UU DKJ sebagai landasan hukum untuk pengembangan sistem transportasi di wilayah aglomerasi.
Dengan langkah-langkah strategis yang tepat, diharapkan Depok dapat menjadi model kota dengan sistem transportasi publik yang berkelanjutan dan efisien, sehingga mendukung mobilitas masyarakat secara optimal.
Kesimpulan
BisKita Trans Depok merupakan langkah maju dalam pengembangan transportasi publik di Kota Depok yang berkelanjutan sesuai harapan UU DKJ.
Peluncuran BisKita Trans Depok merupakan langkah positif menuju transformasi sistem transportasi publik, kususnya di kota ini dan secara umum di wilayah aglomerasi DKJ.
Dengan pendekatan berbasis pelayanan dan dukungan dari pemerintah serta partisipasi aktif masyarakat, layanan ini memiliki potensi untuk meningkatkan kualitas hidup warga serta mengurangi kemacetan di kota.
Namun, keberhasilan jangka panjang akan bergantung pada komitmen pemerintah untuk mengatasi tantangan struktural dan memastikan bahwa semua warga mendapatkan akses ke layanan transportasi yang layak dan efisien.*
Referensi:
https://mojok.co/terminal/depok-jawa-barat-pilih-kasih-soal-transportasi-publik/
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H